Dua pasangan sedang duduk di ruang tamu, dihadapan mereka terdapat handphone dan foto yang menjadi saksi dari linunya hati seorang istri.
"Kamu tega mas, kita udah hampir 15 tahun bersama dari sekolah sampai sekarang, apa aku sama sekali tidak ada artinya untuk kamu mas?." Kata Rani sambil terus menangis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siwriterrajin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Rani yang panik segera menaiki mobilnya, dan mengirimkan pesan kepada atasannya bahwa dia izin pulang lebih awal dikarenakan ada masalah keluarga.
"Mas Aditya." Kata Rani teringat pada suaminya.
Rani mulai memutar setirnya dan menginjak gas.
Rani mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata karena kekhawatirannya.
"Halo Mas." Kata Rani pada Aditya di telepon.
"Mas ayah di rawat di rumah sakit." Kata Rani sambil terus menatap ke jalan raya.
"Aku lagi otw ke rumah sakit mas." Kata Rani.
Rani lalu mematikan teleponnya dan bergegas untuk sampai di rumah sakit.
Setelah beberapa menit, Rani akhirnya sampai di rumah sakit dan segera menanyakan nama pasien ke suster di meja resepsionis.
"Permisi, Ruang IGD ada di sebelah mana?." Kata Rani dengan nada cemas.
"Ibu langsung lurus saja, lalu belok ke kanan." Kata Suster sambil menunjuk ke arah ruang IGD.
Setelah mendengar perkataan suster, Rani langsung berlari menuju ke ruang IGD.
Kekhawatiran Rani memuncak ketika melihat ibunya menangis tersedu-sedu.
Rani dan ayahnya Reno memiliki kedekatan yang luar biasa, Rani bahkan lebih dekat dengan ayahnya daripada ibunya. Segala hal dalam hidup Rani selalu berkaitan dengan Reno.
"Ibu ayah gimana?." Kata Rani menghampiri ibunya.
"Ayahmu nak." Kata Kasih sambil diiringi tangisan.
Rani tak kuasa menanyakan keadaan ayahnya pada ibunya yang tampak syok, Rani memilih untuk menenangkan ibunya dan menunggu dokter yang merawat ayahnya keluar dari ruangan IGD.
Setelah beberapa menit, terdengar suara langkah kaki mendekat ya itu Aditya. Aditya tampak mendekat ke arah Rani dan ibunya.
"Sayang gimana keadaan ayah?." Kata Aditya.
"Ayah masih di dalam." Kata Rani sambil sesekali mengusap air matanya.
"Gimana kalau ayah kenapa-napa, aku nggak bisa tanpa ayah?." Kata Rani dengan tangis yang akhirnya pecah.
Aditya tampak menguatkan Rani yang berada di pelukannya.
"Ayah nggak akan kenapa-napa, ayah kan kuat." Kata Aditya sambil mengelus punggung Rani."
"Bagaimana kondisi Reno, Kasih?." Kata Teguh yang tiba-tiba datang.
"Ayah, kenapa ayah di sini?." Kata Aditya tampak terkejut melihat ayahnya.
"Ayah nggak bisa diam saja di rumah, ini mertua kamu, dia juga teman ayah." Kata Teguh dan dibalas tatapan tanpa ekspresi oleh Aditya.
Setelah menunggu beberapa menit dokter yang menangani Reno keluar dari ruang IGD.
"Siapa wali dari Bapak Reno Erlangga?." Kata dokter.
"Saya dok." Kata Rani sambil menengok ke arah ibunya yang tampak lemas.
"Tolong wali ikut saya ke ruangan." Kata dokter.
Rani segera berdiri dan segera di susul oleh Aditya.
Rani dan Aditya sudah duduk dihadapan dokter yang menangani Reno.
"Baik, saya akan menjelaskan kondisi bapak Reno Erlangga." Kata dokter.
"Jadi saya diberitahukan beliau pingsan setelah pergi ke luar rumah, kemungkinan besar karena kelelahan, penyakit jantung beliau kambuh dan serangan jantung kali ini mengakibatkan beliau cukup fatal dan mengakibatkan koma, kami tidak bisa menjamin beliau siuman dalam waktu dekat." Kata dokter tampak menyesal.
"Saya sangat menyesal, jadi mari kita berdoa selalu untuk kesembuhan beliau, karena dukungan keluarga adalah yang paling berperan di sini." Sambung dokter.
"Untuk selanjutnya Bapak Reno akan di pindahkan ke ruang rawat, tolong untuk wali mengurus proses administrasi terlebih dahulu.
Setelah mendengar perkataan dokter, Rani langsung menangis.
"Mas gimana kalau ayah kenapa-napa?." Kata Rani diiringi tangisannya.
Aditya tak dapat berkata apa-apa, Aditya lekas membawa Rani yang tampak syok dan histeris mendengar perkataan dokter.
"Baik dokter, tolong usahakan yang terbaik, Kami permisi dulu. Terima Kasih." Kata Aditya sambil merangkul Rani yang tampak lemas.
...----------------...
Aditya membawa Rani ke lobi agar Rani lebih tenang, dan sekalian mengurus administrasi.
Setelah proses administrasi selesai, para suster mengkoordinasikan untuk segera memindahkan ayah Rani ke kamar rawat.
Aditya yang melihat Rani yang tampak syok segera mendekat dan merangkul pundak Rani.
"Ayah bakalan baik-baik aja Ran, kamu percaya kan sama ayah?." Kata Aditya melontarkan kalimat penenang.
Perkataan Aditya hanya di jawab anggukan oleh Rani, air mata Rani terus menetes melihat sekelebat bayangan di matanya, bayangan dimana dia selalu menceritakan keseharian dengan ayahnya, wajah ayahnya yang selalu tersenyum membuat perasaan Rani campur aduk.
...----------------...
Setelah duduk di lobi beberapa menit, Rani memutuskan untuk menuju ke ruang rawat ayahnya.
Sayangnya ruangan tersebut hanya dapat dimasuki satu orang dan jika keluarga ingin menemui harus bergantian dan memakai baju pelindung.
Rani mulai mendekati ibunya yang sedang duduk dan tampak merenung.
"Bunda, Ayah gak akan kenapa-napa kok." Kata Rani sambil mengelus punggung ibunya.
"Ayah kemarin habis ke luar nak, katanya mau ketemu sama seseorang."
"Bunda ngga tau, ayah mau kemau sama siapa."
"Setelah pulang, ayah mengeluh dadanya sakit dan berbicara pada bunda katanya 'semua salah saya ma, Rani tidak salah' Ayahmu mengatakan itu sambil meneteskan air mata Ran." Kata Kasih menceritakan kronologi kejadian.
Rani yang mendengar cerita dari ibunya terlihat bingung dan berusaha mencerna kalimat tersebut.
Langkah kaki terdengar dan datanglah Aditya membawakan teh hangat dan roti.
"Ibu belum makan kan?." Kata Aditya sambil duduk duduk di depan ibu mertuanya.
"Ibu makan dulu, supaya nanti kalau ayah sudah sembuh, ibu bisa merawat ayah." Kata Aditya sambil membukakan roti untuk ibu mertuanya.
Rani yang melihat perlakuan Aditya pada ibunya merasa bahwa semua akn baik-baik saja selama Aditya di samping orang tuanya.
"Ayah Teguh kemana sayang?." Tanya Rani.
"Ayah pulang, katanya nanti mau kesini lagi." Kata Aditya.
"Astaga Vania!." Kata Rani sambil berdiri dari duduknya.
"Duduk dulu, Vania sudah sama ayah, kamu tenang saja." Kata Aditya sambil memegang tangan Rani.
...----------------...
Sudah satu Minggu Reno terbaring di ranjangnya, tidak ada kemajuan dari keadaan Reno.
"Bunda, bunda sebaiknya pulang dulu, istirahat." Kata Rani sambil mengelus punggung tangan ibunya.
"Bunda mau sama Ayah Ran." Kata Kasih.
Kasih yang mendengar perkataan ibunya tak tega terus-terusan menyuruh ibunya untuk pulang.
Rani mengambil cuti, untuk merawat ayahnya sedangkan Aditya yang sering pulang ke rumah untuk sekedar mengambil barang yang dibutuhkan.
Hari ini di lakukan pengecekan rutin terhadap pasien sekitar jam 10 pagi.
Suster dan dokter Mauk ke dalam ruang rawat Reno dan Mereke mengecek denyut nadi dan infus dari Reno.
Tanpa diduga Reno menggerakkan jarinya lalu dokter segera mengecek pupil dari Reno.
Dokter dan suster segera keluar dari ruang rawat dan mengabarkan pada keluarga.
"Bapak Reno sudah siuman." Kata dokter pada Rani dan Kasih.
Rani dan Kasih sontak menangis mendengar kabar yang sangat merek tunggu-tunggu itu.
"Beliau ingin bertemu dengan seseorang yang bernama Rani." Kata dokter.
"Saya Rani dok." Kata Rani.
"Mohon untuk Ibu Rani untuk menemui pasien terlebih dahulu dengan memakai pakaian pelindung." Kata dokter.
Kasih tersenyum pada Rani dan menyuruh Rani untuk segera Mauk ke ruang rawat suaminya.
Rani segera masuk dan melihat Reno terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit, melihat Reno dalam kondisi seperti itu membuat hari Rani teriris.
"Ayah, maafin Rani selama jadi anak ayah banyak salah sama Ayah." Kata Rani sambil memegang tangan Ayahnya.
Reno tampak kesulitan berbicara, Reno tampak hendak mengatakan sesuatu tapi tak bisa dia ucapkan.
Reno terus meneteskan air mata sambil menatap wajah Rani.
"Ayah kenapa?." Kata Rani sambil mengusap air mata ayahnya.
Reno tampak berusaha sangat keras saat hendak menyampaikan sesuatu pada Rani.
"Ce,,ce,,rai,,nak." Kata Reno.
Setelah mengucapkan kata itu monitor jantung menunjukan garis lurus.
Rani yang melihat ayahnya tiba-tiba lemas seketika berteriak memanggil dokter.
Bersambung...