NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Changing Nature

Setelah memastikan pintu apartemennya tertutup, Tari menghela napas panjang. Tak percaya dengan kejadian barusan, Ade yang menciumnya dan Ia yang terkejut seperti orang bodoh, tak sempat menghentikan pria itu.

"Uhmm" Tari menutup mulutnya karena tiba-tiba merasa mual.

"Pasti ini karena Ade, mulut nya penuh bakteri jahat" Ujarnya kesal.

Tari mengambil tisu dan mengelap mulut nya dengan kesal. Pria itu masih sama kurang ajar nya seperti hal nya dulu.

Apanya yang berubah coba!

Lalu dering ponsel membuyarkan lamunannya, ia melirik kesal ke arah ponsel nya yang ada di atas meja.

Lalu dengan malas ia mengambilnya, detik berikutnya matanya membelalak, melihat nama Yudha tertera disana.

Tari menggigit bibirnya dengan kuat, "Halo?"

"Tari, ibu menyuruh kita untuk datang dan menginap dirumah orangtua ku, nanti malam aku akan menjemputmu"

Suara dengan nada datar tanpa emosi itu membuat nya mendadak terasa sesak.

"Baiklah, aku akan siap-siap"

Tari berbicara dengan lirih.

"Oke, aku cuma mau bicara itu, kalau begitu sampa jump-"

"Yudha" Tari memotong ucapan Yudha.

"Iya, ada apa Tari" Suara itu terdengar dingin di telinga nya.

"Apa Riana ada di dekatmu?," Tari berbicara dengan suara sepelan mungkin, seakan takut ada yang mendengar.

Terdengar suara helaan napas di telpon itu, "Aku sedang di kantor, Riana ada di dirumah"

"Ah baiklah, kalau gitu aku akan siap-siap, dah ya" Tari bicara dengan cepat dan langsung memutuskan panggilan terlebih dahulu.

Tari meletakkan ponselnya di atas meja, air nya sudah menggenang di matanya, siap untuk jatuh kapan saja.

Bukankah ia harusnya senang karena Yudha sudah menjauh darinya seperti yang ia inginkan. Tapi nada suara Yudha yang dulu nya terdengar ceria, hangat dan menenangkan, sekarang berubah menjadi dingin, tidak ada yang tersisa untuknya di sana.

Air matanya jatuh tanpa suara, lalu ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Menahan rasa panas yang menjalar keseluruh bagian matanya.

"Huuu....huuu...." Isakannya semakin Menjadi, karena ia tersadar sekarang bahwa Yudha sudah menjadi bagian dari hatinya. Tapi apa yang bisa ia lakukan, tidak mungkin ia merebut suami sahabat yang disayangi nya itu.

Tari takut kehilangan Riana, dan tak rela bila sampai hubungan mereka rusak karena keputusan yang akan di sesalinya.

Kenapa selalu seperti ini, Kenapa ia selalu takut kehilangan seseorang, tapi....tidak ada satu pun orang yang takut akan kehilangan dirinya.

  ————

Yudha melihat Jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 8 malam, ia menghela napas lelah. Lalu tak lama pintu lift terbuka, ia berjalan menuju apartemen Tari. Lalu karena reflek ia mulai mengetik kode sandi, namun sebelum menyelesaikan nya, tangannya sontak terhenti.

Raut wajahnya terkejut, "Sadarlah Yudha" Gumamnya pelan.

Lalu ia meraih ponsel di kantong belakang celana kerja yang di pakai nya, mulai mengetik sesuatu, sebelum pintu di depannya terbuka.

"Masuklah" Tari muncul dengan tatapan datarnya.

Mata Yudha membelalak, bukan Tari yang tiba-tiba keluar yang membuat nya terkejut, tapi mata Tari yang terlihat sembab dan merah, wanita itu habis menangis. Wajah itu terlihat datar tapi sekaligus terlihat di penuhi oleh berbagai macam pikiran.

Melihat Yudha yang terdiam, Tari mengerutkan keningnya heran.

Tak ingin Yudha menunggu terlalu lama, Tari masuk kedalam lagi, ia membiarkan pintu terbuka. Ia masuk ke dalam kamarnya, mengambil tas ransel berisi pakaian yang sudah di siapkannya.

Setelah melirik sekilas sekeliling memastikan tidak ada yang di lupakan nya, ia berjalan keluar kamar dan menguncinya.

Lalu Tari berjalan menuju pintu keluar, tapi langkahnya terhenti. Yudha berdiri di depan pintu yang sudah tertutup, pandangan matanya menatap datar padanya.

"Kenapa?" Tari menghampiri pria yang termenung itu dan berhenti tepat di depan nya.

Yudha tidak merespon dan hanya diam menatap lurus pada matanya.

"Ada apa?, ayo kita berangkat, kau lelah kan"

Tari berjalan kesamping Yudha mengambil sepatu di rak dan memakainya.

"Bagaimana kabarmu?," Akhirnya Yudha membuka suara nya, ia berbicara tanpa berbalik sedikitpun.

Tangan Tari yang ingin meraih pintu, sontak menghentikan gerakannya, tangan nya mengambang di udara.

"Aku baik Yudha, ayo kita pergi" Suara Tari menggema di keheningan apartemen itu.

—————

Mobil berhenti di sebuah garasi yang berukuran luas, deretan mobil mewah tampak terparkir rapi di dalamnya.

Tari mengerutkan kening, tangannya sibuk mencoba melepaskan seatbelt yang terasa macet.

"Kenapa keras banget sih," gumamnya kesal.

Yudha, yang duduk di sampingnya, menghela napas pelan. Dengan gerakan tenang, ia menghentikan tangan Tari dan mengambil alih. Tanpa sepatah kata, Yudha membantu melepaskan seatbelt itu.

Setelah berhasil, Yudha segera menjauhkan diri, menghindari tatapan Tari yang terus menatapnya.

"Terima kasih,"

Yudha melirik singkat ke arah Tari. Mata mereka bertemu sejenak, meski tak seorang pun tahu apa arti dari tatapan masing-masing.

“Ayo masuk. Ibuku tidak ada di rumah, dia mendadak pergi ke rumah nenekku. Hanya ayahku yang ada di rumah.” kata Yudha menjelaskan.

Tanpa menunggu lagi, ia membuka pintu mobil dan keluar, meninggalkan Tari yang terdiam sejenak, masih duduk di tempatnya.

“Tok! Tok!” Suara ketukan di kaca mobil di sebelahnya membuat Tari tersentak. Ia menoleh, mendapati Yudha berdiri di sana.

Tari buru-buru membuka pintu dan keluar. Saat ia hendak membuka pintu belakang untuk mengambil ranselnya, Yudha sudah lebih dulu mendahuluinya.

“Masuk dan istirahatlah. Aku akan membawakan barangmu. Kau masih ingat kamarku, kan?”

“Baiklah, terimakasih” jawab Tari singkat. Ia segera berbalik dan melangkah masuk ke dalam rumah tanpa menoleh kebelakang lagi.

————

Tari berendam di bak mandi di penuhi oleh busa yang menggumpal, punggungnya menyandar. Ia menghela napas lega, tubuhnya yang lelah dan terasa pegal, terasa lebih baik sekarang.

Tari menutup matanya, membiarkan air hangat dan aroma lavender dari busa mandi meresap ke dalam tubuhnya. Namun, pikirannya tidak bisa rileks. Bayangan Yudha yang bersikap dingin membuat nya semakin terganggu.

“Aku lelah” gumamnya lirih, Ia mengusap wajahnya perlahan dengan gerakan lembut.

Pintu kamar mandi diketuk pelan. Tari tersentak, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menoleh ke arah pintu.

“Ya?” jawabnya sedikit gugup.

“Ini aku,” suara Yudha terdengar dari balik pintu. “Aku sudah menaruh barangmu di sini. Jika ada yang kau perlukan, panggil saja ya”

“Iya terima kasih,” jawab Tari dengan sedikit berteriak.

Langkah kaki Yudha terdengar menjauh. Tari menghela napas panjang, Sepertinya ia tidak bisa membiarkan masalah di antara mereka berlarut-larut seperti ini.

Setelah mandi, Tari mengenakan piyama sederhana yang telah disiapkannya. Rambut pendeknya masih setengah basah dibiarkan terurai saat ia melangkah keluar kamar mandi. Ia mendapati Yudha duduk sendirian di sofa panjang dekat jendela. Ia memandang keluar, ke arah taman yang gelap, dengan segelas kopi di tangannya.

Tari ragu sejenak, namun akhirnya perlahan melangkah mendekat. “Yudha?,”

Yudha menoleh, tatapannya datar. “Ada apa?” tanyanya tanpa basa-basi.

Tari menggigit bibir bawahnya, mencoba mengumpulkan keberanian. “Ada yang ingin kau bicarakan denganku?”

Yudha menatap lurus ke arah Tari tanpa sedikitpun perubahan ekspresi. Ia meletakkan cangkir kopinya di meja, lalu bersandar di sofa. “Lucu kau yang bertanya itu,”

Tari mengernyit, tidak mengerti maksud Yudha. “Apa maksudmu?”

Yudha menatapnya, kali ini dengan tatapan yang tajam. “Bukankah kau yang bertingkah seolah tidak ada yang terjadi, dan kau masih bertanya?,”

Tari tertegun. Tubuhnya menegang, namun ia mencoba untuk tetap tenang. “Jadi aku harus apa?,”

“Aku tidak memintamu melakukan apapun, cukup ikuti saja rencana yang sedang kita lakukan saat ini.” Yudha bangkit dari sofa, tubuhnya yang tinggi membuat Tari merasa kecil, perbedaan tinggi mereka sekitar 25Cm, dengan tinggi Tari yang hanya mencapai 155cm.

Kata-kata Yudha menusuknya seperti pisau. Tari terkejut mendengar ucapan Yudha, terdengar sinis dan sarkas padanya. Ia menatap Yudha dengan mata yang mulai berair.

"Kau adalah suami Riana, dia sahabatku, orang yang ku sayangi. Kau berharap aku melakukan apa,” jawab Tari gemetar.

Yudha mengalihkan pandangannya saat melihat mata Tari yang terlihat berkaca-kaca, ia tidak tahan melihat nya.

"Aku paham maksud mu, karena itu....lebih baik untuk kita tetap seperti ini. Lagipula tidak ada perasaan yang benar-benar nyata di antara kita kan,".

Di ucapan terakhir nya Yudha menatap langsung pada mata Tari, tatapan datar.

Kali ini air mata Tari jatuh perlahan, tanpa bisa ia tahan lagi. Matanya terlihat terluka memandang mata pria yang memandang nya tanpa ekspresi.

"Aku akan tidur di ruang kerjaku" Yudha berkata singkat dan berlalu meninggalkan Tari yang masih terdiam di posisi nya. Yudha membuka pintu kamar dan menutup nya perlahan.

Tari terdiam sejenak tak bergerak, lalu ia berjalan menuju tempat tidur, duduk di tepi kasur dan mengambil tisu yang ada di atas meja kecil di sebelah nya.

"Huuu....huuu" Ia mengusap perlahan air mata yang jatuh ke pipinya. Tari berusaha menahan isakan nya, ia tidak ingin terdengar oleh siapapun.

Tari tidak tau mengapa, tapi belakangan ini rasanya emosi nya semakin tidak stabil. Ia lebih mudah marah, dan lebih mudah lagi merasa sedih seperti sekarang ini.

'Kenapa aku jadi cengeng gini, sialan memang.'

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!