Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Karina dipaksa menikah dengan pria bernama Victor Stuart. Anak dari sahabat kakeknya. Pria dingin yang selalu berusaha mengekangnya.
Selama pernikahan, Karina tidak pernah merasa jika Victor mencintainya. Pria itu seperti bersikap layaknya seseorang yang mendapat titipan agar selalu menjaganya, tanpa menyentuhnya. Karina merasa bosan, sehingga ia mengajukan perceraian secara berulang. Namun, Victor selalu menolak dengan tegas permintaannya.
"Sampai kapan pun, kita tidak akan bercerai, Karina. Hak untuk bercerai ada di tanganku, dan aku tidak akan pernah menjatuhkannya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telepon
****
"Apakah kau ingin aku melakukannya agar kau bisa menghargai status pernikahan kita? Benar begitu, Karina?"
Karina mengerjapkan kedua matanya dengan perlahan. Rasa canggung menyelimuti seluruh perasaannya. Entah sejak kapan pula kedua tangan Victor menahan kedua tangannya, seakan pria itu benar-benar sedang menahan Karina agar tidak bisa kabur begitu saja.
"Le-lepaskan tanganku."
"Kau tahu berapa jarak usia kita terpaut?" Kedua mata Victor masih menatap lekat kedua mata Karina yang tidak bisa diam.
"Tu-tujuh tahun."
"Kau masih berani untuk merayu pria dewasa sepertiku? Kau tidak takut sesuatu terjadi padamu?"
Karina mencoba mengalihkan wajahnya, tetapi Victor dengan cepat menahan wajah Karina agar tetap menatap ke arah dua bola matanya. Raut wajah pria itu begitu datar, tetapi Karina merasakan sebuah tatapan yang tak biasa.
"Ta-tanganku sakit, Victor."
"Berhenti mengatai dirimu dengan kalimat-kalimat sampah itu, Karina. Aku tidak pernah menyukainya."
Kening Karina berkerut. "Kau tidak menyukainya? Tapi, kau selalu mengataiku saat kau sedang marah padaku, Victor. Kenapa aku tidak boleh, sedangkan kau boleh melakukannya sesuka hatimu?"
"Karena orang yang pantas melakukan itu padamu hanyalah aku. Orang lain tidak berlaku, termasuk kau sendiri."
"Kau benar-benar sudah gila rupanya."
"Aku senang, menjadi gila di hadapanmu, Karina."
Karina sudah mulai merasa muak, perlahan ia mulai sedikit meronta pada Victor, meskipun mengalahkan tenaga pria tersebut sedikit sulit, tetapi Karina tidak ingin kalah begitu saja.
"Lepaskan aku, Victor."
"Tidak. Aku tidak ingin melepaskanmu."
"VICTOR!!"
Bersamaan dengan teriakan Karina, ponsel milik Victor yang berada di atas nakas, berdering. Victor menghela napas dalamnya dengan kesal. Kali ini, mau tidak mau dia harus melepaskan Karina dalam jeratannya.
"Sepertinya kau selamat kali ini dariku, Karina," ujarnya sembari melepaskan genggaman tangannya di tangan perempuan tersebut.
Setelah Victor menghindar dari tubuhnya, Karina dengan cepat beranjak dari posisinya, kemudian segera berjalan menghampiri pintu untuk keluar. Sementara itu, Victor sudah mengangkat sambungan telepon dengan wajah yang mengarah pada Karina yang sudah meninggalkan kamarnya dengan secepat kilat.
"Keadaannya semakin memburuk? Apakah aku harus membicarakan soal ini pada Karina secepatnya? Aku rasa, dia juga harus segera tahu soal ini, Ayah."
"Jika menurutmu itu hal yang baik, kau bisa mulai membicarakannya dengan Karina. Pastika untuk tetap berada di sampingnya. Jangan biarkan Karina seorang diri dan melamun sendirian."
"Baik Ayah, aku akan mengusahakannya."
****
"Aku menghubungimu sejak tadi. Kau sedang pergi? Tidak membawa ponselmu?"
Karina hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat saat suara Edward menyapa kedua telinganya. Setelah pergi meninggalkan kamar Victor, perempuan itu mendapati ponselnya berdering di atas meja. Segera Karina meraihnya saat nama Edward tertera dengan jelas di layar ponselnya.
Entah mengapa, saat Karina sudah berhasil mengangkat sambungan telepon dari Edward, mendadak perasaannya terasa hambar. Untuk membuka mulut saja rasanya ia sangat malas. Lagi pula, suara Edward juga tidak terdengar begitu mengkhawatirkan dirinya.
"Karina ... kenapa kau hanya diam saja? Apakah ... apakah kau kesal denganku karena beberapa hari ini aku telah menghilang tanpa kabar?"
Akhirnya, tanpa Karina jelaskan pun, pria itu menyadari kesalahannya. Akan tetapi, tidak ada kata maaf yang terdengar di telinga Karina. Pria itu seakan baik-baik saja karena telah melakukan hal tersebut. Tidak merasa takut jika Karina akan mengomelinya.
"Ada beberapa pekerjaan mendadak di luar kota. Aku benar-benar tidak sempat menghubungimu karena terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Sangat wajar jika kau sedang kecewa padaku, Karina. Aku sama sekali tidak masalah jika kau masih merasa kesal. Aku bisa mematikan sambungan teleponnya sekarang," ucap Edward diselingi kalimat ancaman.
"Ya, silakan saja. Kau bisa mematikan sambungan teleponmu sekarang atau kalau kau tidak mau, maka aku yang akan melakukannya sendiri." Suara Karina terdengar begitu dingin di telinga Edward.
Di luar sana, Edward mengusap wajahnya dengan sedikit frustasi, sementara Helena berada tepat di hadapannya. Memakai pakaian seksi, tanpa mengeluarkan suara apa pun, sebab perempuan itu tahu jika Edward sedang menghubungi sumber dari keuangan mereka.
"Apa yang harus aku lakukan, Karina?" tanya Edward, berharap Karina tidak mengabaikannya.
"Sangat gampang, Edward. Jangan menghubungiku dalam beberapa waktu. Aku benar-benar muak padamu, Edward."
Edward baru saja membuka mulutnya, tetapi Karina dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa basa-basi lagi. Sehingga hal tersebut membuat Edward seakan terpancing amarahnya. Karina seakan telah menginjak harga dirinya dalam detik itu juga.
"Kenapa? Apakah dia marah padamu. Karena tidak menghubungimu beberapa hari ini?" tanya Helena sembari terduduk di samping ranjang bersama Edward.
"Ya. Sepertinya perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Aku bahkan tidak pernah dia perlakukan dengan seperti ini. Ini sangat melukai perasaanku."
"Sangat lucu mendengarnya, Edward. Kau terluka karenanya? Sungguh sesuatu yang di luar kepalaku."
****
Victor membuka perlahan pintu rahasia yang menembus pada kamar Karina. Saat tubuh pria itu masuk, Karina hanya menoleh sekilas kepadanya kemudian kembali sibuk menatap jendela yang terbuka lebar dengan lutut yang ia peluk erat.
"Ada yang ingin aku bicarakan padamu. Aku yakin, pintu kamarmu telah kau kunci setelah keluar dari kamarku," ucap Victor sembari berjalan mendekat ke arah Karina, kemudian berdiri tepat di hadapan tubuh perempuan itu.
"Aku sedang tidak memiliki energi apa pun untuk berbicara denganmu atau orang lain sekali pun."
"Ini penting, Karina. Kau tidak bisa menolaknya."
"Bukankah aku memang dilarang untuk menolak apa pun yang kau berikan atau kau perintahkan padaku sekali pun?" Tatapan kedua mata Karina begitu dingin, seperti menahan amarah yang tidak sempat ia keluarkan.
Victor melipat kedua tangannya di atas dada. Dalam beberapa detik, pria itu menyunggingkan senyum. Ketika kedua matanya tak sengaja menatap ponsel di atas meja yang terus berdering, tetapi sama sekali tak Karina gubris sudah cukup membuat Victor mengetahui masalah dari perempuan itu sekarang.
"Jika aku bertengkar dengan kekasihmu, bukan berarti kau juga boleh mengabaikan suamimu seperti ini."
"Jangan memancing amarahku, Victor. Energiku benar-benar telah habis."
"Nanti malam kau harus ikut denganku. Seperti biasa, tidak ada penolakan dan kau tidak boleh bertanya sejak mobil dijalankan."
Karina memicingkan matanya. Sementara Victor kembali memperlihatkan senyum licik penuh kemenangan itu. Padahal, jauh di dalam lubuk hati pria itu, ia tidak ingin melakukannya di hadapan Karina karena jelas kabar yang akan ia beritahukan pada Karina adalah kabar buruk yang kemungkinan tidak akan Karina terima dengan cepat.
"Kau punya racun?"
"Untuk apa?"
"Aku lebih baik meminum racun dan mati saja di sini. Aku benar-benar lelah dengan semua perkataanmu, Victor."
Victor tergelak. "Kau lupa? Kau adalah istriku. Bagaimana pun hubungan kita, kau tetap istriku. Istri yang tidak akan pernah aku lepaskan. Meski kau mati sekali pun."
"Kalau begitu, aku akan bereinkarnasi saja agar tidak dapat bertemu denganmu lagi."
"Percayalah, Karina! Kemana pun kau pergi, aku akan ada di sampingmu."
"Menggelikan."
"Tapi, kau menyukainya, kan?"
****
tapi Karina bukan sbg wanita pertama baginya 😌😌😌
Oh iya mampir yuk dikarya baruku judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏.
💗