Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Aerin menghembuskan nafas panjang. Ia tidak mengerti sebenarnya apa yang membuat mamanya menyuruhnya datang ke alamat yang dikirimkan oleh wanita itu. Meski begitu, Aerin tetap pergi, karena dia juga sedang tidak ada kerjaan.
Mobil yang ia naiki berhenti di sebuah restoran. Ternyata alamat yang diberikan sang mama adalah alamat restoran. Aerin memandangi restoran tersebut cukup heran. Pasalnya gedung besar didepannya ini adalah restoran bintang lima yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang berduit. Alias orang kaya.
Kalau pakai uang sendiri sih, dia akan berpikir dua kali untuk masuk atau tidak. Walau orang-orang sering bilang gaji dokter itu tinggi, tapi tidak terlalu tinggi-tinggi juga. Dia pun harus hidup hemat kalau tidak mau melarat.
Tapi karena kebetulan yang menyuruhnya ke sini adalah mamanya, ia tidak perlu khawatir. Karena mamanya yang bayar pasti.
"Neng, kapan turunnya? Bapak masih pengen cari nyari pelanggan lain nih". suara itu menyadarkan Aerin dari lamunannya. Ia mengalihkan pandangan dan menghadap depan. Ya ampun! Gadis itu menepuk jidatnya sendiri, kenapa dia lupa coba kalau dirinya masih ada dalam taksi. Aerin tersenyum lebar.
"Maaf pak, maaf!" serunya kemudian turun dari mobil tersebut. Tak lama kemudian mobil itu melaju pergi meninggalkan tempat itu.
"Hufftt ..." Aerin menarik nafas panjang. Ia memandangi tempat makan mewah didepannya lagi kemudian melangkah masuk.
"Maaf nona, apakah anda sudah membuat reservasi sebelumnya?" seorang pelayan laki-laki menghampirinya di ambang pintu dan bertanya. Biasanya di restoran-restoran umum, para pelanggan bisa masuk ke dalam dengan leluasa tanpa perlu ditanyai reservasi atau apalah. Namun restoran ini berbeda. Rata-rata pelanggannya adalah orang-orang kelas atas dan harus pesan tempat khusus sebelum datang baru dilayani.
Mungkin itu sebabnya dengan penampilan Aerin yang sangat biasa, pelayan yang berdiri didepannya tersebut menatapnya ragu. Ia hanya memakai pakaian biasa, perpaduan kaos lengan pendek warna jingga dan jins hitam. Sedang pelanggan lain yang dilihatnya di dalam sana rata-rata memakai gaun cantik yang elegan. Para laki-lakinya memakai jas atau kalau tidak kemeja dengan harga yang mungkin melebihi gaji Aerin selama sebulan.
"Iya, atas nama Mrs. Russel." Aerin menyebut sebutan biasa mamanya. Mendengar nama itu, pelayan tersebut tampak terkejut seperti tidak menyangka.
"Oh, anda nona Aerin Xua Russel?" seru pelayan tersebut menyebut nama panjang Aerin. Aerin yang sebenarnya tak begitu suka dengan nama panjangnya tersebut hanya mengangguk pelan.
"Silahkan nona Aerin, tunangan anda sudah menunggu diruangan VIP nomor 3. Mari saya antar,"
Aerin mengernyitkan keningnya heran dan tampak terkejut.
Tunangan?
Sejak kapan dia punya tunang ... Lalu gadis itu menahan nafas kesal teringat pembicaraannya dengan orangtuanya dua hari yang lalu. Ternyata ini maksud mamanya menyuruhnya datang ke tempat ini. Sial, kalau dia tahu dia tidak akan datang sama sekali. Ketika gadis itu ingin berbalik pergi, ponselnya berbunyi. Ada pesan yang masuk dan Aerin membacanya.
"Jangan coba-coba pergi sebelum bertemu dengan putra tunggalnya keluarga Andara." itu adalah isi pesan dari mamanya, nyonya Russel.
Aerin mendengus pelan. Mamanya sudah seperti mata-mata saja yang tahu setiap gerak-geriknya sekarang. Atau jangan-jangan wanita paruh baya itu memang ada di sekitar sini lagi, sedang mengamatinya diam-diam. Pandangan Aerin melihat ke segala arah, ingin memastikan apa yang dia pikirkan benar atau tidak.
"Nona?"
Aerin menatap pelayan itu lagi karena tidak berhasil menemukan orang yang dia cari. Mungkin dia yang terlalu berpikir berlebihan.
"Tidak usah diantar, saya bisa sendiri." katanya. Pelayan itu mengangguk kemudian Aerin melangkah ke dalam. Mencari ruangan yang dikatakan pelayan tadi. VIP nomor tiga. Ah, di depan sana.
Saat dia membuka pintu ruangan tersebut, dia melihat seorang pria tengah duduk membelakanginya di sana. Dari belakang pria itu terlihat oke. Badannya bagus. Walau sedang duduk, Aerin bisa menyimpulkan kemungkinan ada banyak perempuan yang akan menyukai tubuh atletis itu.
Perawakannya dari belakang memang terlihat sangat keren, tidak jauh berbeda dengan Anson. Aerin jadi penasaran seperti apa wajahnya. Tepat pada pikiran penasarannya itu, laki-laki yang tengah duduk di sana berbalik.
Tatapan mereka bertemu dan Aerin terpaku sesaat. Tentu saja pria didepan sana bersikap sama. Ia kaget melihat Aerin yang berdiri diambang pintu ruangan itu.
Shawn,
Batin Aerin. Itu Shawn. Yah, dia kenal jelas sosok itu. Sang pangeran sekolah yang terlibat masalah besar dengannya dulu. Termasuk ketika dirinya di tuduh membakar sekolah waktu itu.
Raut wajah Aerin berubah. Ia tidak merasa senang bertemu lagi dengan pria itu setelah beberapa tahun ini. Dari dulu mereka sudah bermusuhan. Laki-laki itu selalu bertindak semaunya bahkan karena lelaki itu, Aerin dibenci dan di anggap jahat oleh semua orang di sekolah. Aerin masih menyimpan dendam padanya, dan gadis itu tidak mau bertemu dan terlibat lagi dengan laki-laki itu.
Shawn berdiri dari kursinya, lelaki itu menghadap Aerin. Ekspresinya telah berubah biasa, tidak seperti pertama kali waktu melihat Aerin masuk tadi. Namun Aerin menyadari satu hal.
Dulu waktu SMA, cara Shawn ketika menatap Aerin selalu sinis dan jijik, seolah Aerin adalah perempuan paling jahat di dunia ini. Shawn selalu memperlakukannya seperti wabah yang tidak seharusnya didekati, bahkan cara Shawn memperlakukannya dulu lebih parah dibandingkan dengan perlakuan Anson. Namun hari ini, entah kenapa Aerin melihat ada yang berbeda dari cari pria itu menatapnya.
"Aku tidak menyangka kita akan bertemu seperti ini, Aerin." kata Shawn ketika Aerin berhenti di depannya.
Pria itu menatap Aerin lekat. Dibandingkan dulu, gadis itu jauh lebih dewasa sekarang. Kecantikannya tidak memudar, bahkan gadis itu jauh lebih cantik sekarang. Aerin balas menatapnya. Caranya menatap jelas sekali menunjukkan gadis itu tidak senang dengan pertemuan ini.
Shawn memahaminya. Karena dulu ia pernah memperlakukan gadis itu dengan sangat kejam. Dulu Shawn salah paham, ia baru menyadari semuanya ketika Aerin dikeluarkan dari sekolah. Pria itu memang menyesal, namun penyesalannya datang terlambat.
Bisa bertemu lagi dengan Aerin hari ini, membuat Shawn merasa senang. Awalnya Shawn tidak tertarik sama sekali dengan perjodohan ini, ia datang hanya karena menghormati orangtuanya. Tidak berniat setuju untuk bertunangan dengan wanita pilihan orangtuanya.
Siapa sangka wanita yang dijodohkan dengannya ternyata adalah Aerin. Shawn tanpa sadar merasa senang karena gadis itu adalah Aerin. Sejak tahu dirinya hanya salah paham terhadap Aerin, Shawn selalu memikirkan gadis itu. Merasa bersalah dan ingin menebus semua kesalahannya dahulu. Ia sudah memutuskan akan menerima perjodohan ini. Karena itu adalah salah satu cara baginya untuk menebus semua kesalahannya dahulu.
"Maaf, aku harus pergi sekarang." kata Aerin dengan sikap dingin lalu berbalik pergi, meninggalkan Shawn yang berdiri mematung dengan wajah tertegun.
Bertindak secara impulsif dan sulit mengontrol emosi.
Pendarahan selama Operasi Buruknya sangat beresiko dapat menyebabkan Infeksi setelah operasi . Gumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau masalah paru-paru .
Satu bab buruk dalam hidup itu tidak berarti itu adalah akhir, tetapi itu adalah awal dari babak baru dalam hidupmu..
Namun jika situasinya seperti ini tingkat Lithium yang sangat tinggi dalam darah dapat mengganggu fungsi ginjal dan organ tubuh lainnya jika dikonsumsi berlebihan.