Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Kopi Tumpah, Hati Berdebar
Pagi yang cerah di Albert Group tiba-tiba berubah menjadi kacau balau hanya dalam hitungan detik. Alya, seperti biasa, bergegas menyiapkan kopi untuk David Albert. Dengan sepatu kets andalannya yang ringan, ia berlari kecil melintasi koridor yang ramai, menghindari karyawan yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Namun, takdir tak selalu sejalan dengan niat baik.
Saat ia melangkah dengan tergesa-gesa, sebuah kabel yang tergeletak sembarangan di lantai membuatnya tersandung. Kabel itu, yang seharusnya sudah tertata rapi, kini menghalangi jalannya. Alya terhuyung dan tubuhnya oleng, seketika kopi panas yang ia bawa meluncur ke depan, menimpa kemeja David Albert yang baru saja ia setrika dengan rapi.
Byurrrr!
Keheningan menyelimuti ruangan seketika. Alya merasa waktu seakan berhenti. Hanya suara detak jantungnya yang berdebar kencang yang terdengar jelas di telinganya. Ia berdiri dengan tangan ternganga, menatap David yang kini tengah mematung, tubuhnya masih terbalut kemeja basah karena tumpahan kopi.
David Albert, yang biasanya tampak tenang dan terkontrol, kini menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Alya tak bisa membaca raut wajahnya. Apakah itu kemarahan? Atau keheranan? Atau… campuran keduanya?
"Alya..." suara David terdengar pelan namun tegas, memecah keheningan yang mencekam.
Alya menelan ludah. Ia tahu benar bahwa kali ini ia telah melakukan kesalahan besar. Kemeja mahal David, yang harganya mungkin setara dengan gaji Alya selama setahun, kini basah kuyup oleh kopi panas yang menempel di kainnya. Bagaimana mungkin ia bisa menjelaskan hal ini?
"Maaf, Bapak Albert," kata Alya, suaranya gemetar, "Saya... saya tidak sengaja."
David tetap memandang kemeja yang basah itu, lalu menatap Alya. Ekspresinya masih sulit dipahami. Sepertinya Alya sudah siap untuk menerima segala kemungkinan, mulai dari teguran keras hingga pemecatan.
Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Tiba-tiba, David tertawa. Bukan tawa sinis atau mengejek, tapi tawa yang tulus, yang membuat suasana sedikit lebih ringan.
"Alya," kata David, suaranya masih terdengar terkejut, "Anda ini... lucu sekali."
Alya tertegun. Ia tidak menyangka David akan bereaksi seperti itu. Ia mengira David akan memarahinya habis-habisan. "Saya… saya kira Bapak Albert akan marah," kata Alya, suaranya masih gemetar, tak percaya dengan reaksi David.
David tertawa lagi, kali ini sedikit lebih keras. "Marah? Untuk apa?" katanya sambil melambaikan tangan, "Ini hanya kecelakaan kecil. Lagipula, saya sudah sering mengalami hal seperti ini. Pernah sekali, saya sampai disiram jus jeruk oleh seorang klien yang sedang emosi."
Alya terdiam, mulutnya sedikit terbuka. "Benarkah, Bapak Albert?" tanyanya, suaranya masih sedikit tidak percaya. Ia tak pernah menyangka bahwa David Albert, yang selalu tampak tenang dan profesional, ternyata pernah mengalami hal yang lebih buruk.
David mengangguk. "Benar," jawabnya sambil tersenyum. "Itu pengalaman yang sangat berkesan. Sekarang, saya punya cerita baru lagi. Cerita tentang kopi panas yang tumpah ke kemeja saya."
Alya mulai merasa sedikit lega, meskipun ia masih merasa canggung. Sepertinya David benar-benar tidak marah. Ia menatap wajah David, yang kini tampak lebih santai, seperti tidak ada yang perlu dikhawatirkan. David kemudian memanggil asistennya untuk membawa kemeja pengganti.
"Minumlah kopi ini, Alya," kata David sambil mengalihkan perhatian Alya dari kecelakaan tadi. "Jangan sampai Anda juga stres karena kopi yang tumpah."
Alya merasa sedikit canggung saat menerima kopi yang baru disajikan oleh asisten David. Namun, ia merasa berterima kasih atas sikap David yang tidak mempermasalahkan kejadian itu. "Terima kasih, Bapak Albert," katanya, suaranya penuh syukur. "Saya tidak akan pernah melupakan kejadian ini."
David tersenyum lebar. "Saya juga tidak akan melupakannya," katanya, "Ini akan menjadi cerita lucu yang kita ceritakan nanti."
Alya mengambil tegukan kopi dengan hati-hati, masih merasa sedikit cemas. Namun, suasana yang semula tegang mulai mereda. "Saya akan lebih berhati-hati lain kali," kata Alya dengan senyum kecil, berusaha memperbaiki situasi.
"Tidak perlu terlalu khawatir, Alya," jawab David sambil menatapnya dengan senyum yang hangat. "Saya menghargai semangat Anda yang selalu bergegas."
Alya terkejut mendengar pujian itu. "Benarkah, Pak?" tanyanya, suaranya sedikit tidak percaya. Ia tak menyangka bahwa di tengah kekacauan ini, David bisa memberikan pujian seperti itu.
"Ya, Alya," jawab David dengan nada yang lebih santai. "Saya menghargai semangat Anda. Anda adalah orang yang aktif dan selalu ingin membantu. Tentu saja, perlu sedikit lebih hati-hati, tapi saya suka bagaimana Anda selalu berusaha memberikan yang terbaik."
Alya merasa semakin lega mendengar kata-kata David. Pujian tersebut terasa seperti beban yang terangkat dari pundaknya. "Terima kasih, Pak," jawabnya dengan senyum yang lebih lebar. "Saya akan terus berusaha untuk menjadi sekretaris yang baik."
David mengangguk, senyumnya tetap terjaga. "Saya yakin Anda akan melakukannya dengan baik, Alya. Terus seperti ini, dan saya yakin Anda akan membuat banyak perbedaan di sini."
Suasana yang tadinya penuh ketegangan kini mulai terasa lebih hangat. Alya merasa seperti dirinya benar-benar diterima di Albert Group. Bukan hanya sebagai seorang karyawan, tetapi juga sebagai seseorang yang dihargai dan dipahami.
Setelah kejadian ini, Alya menyadari satu hal penting: dalam dunia yang penuh tekanan ini, terkadang hal yang paling menenangkan adalah melihat seseorang yang bisa tersenyum di tengah kekacauan. Dan itulah yang dilakukan oleh David Albert—ia memberikan contoh bagaimana tetap tenang, bahkan saat segala sesuatu berjalan tidak sesuai rencana.