Jesslyn tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam satu malam. Demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran finansial, ia dipaksa menikahi Neo, pewaris kaya raya yang kini terbaring tak berdaya dalam kondisi koma. Pernikahan itu bukanlah perayaan cinta, melainkan sebuah kontrak dingin yang hanya menguntungkan pihak keluarga Neo.
Di sebuah rumah mewah yang sunyi, Jesslyn tinggal bersama Neo. Tanpa alat medis modern, hanya ada dirinya yang merawat tubuh kaku pria itu. Setiap hari, ia berbicara kepada Neo yang tak pernah menjawab, berharap suara dan sentuhannya mampu membangunkan jiwa yang terpenjara di dalam tubuh itu. Lambat laun, ia mulai memahami sosok Neo melalui buku harian dan kenangan yang tertinggal di rumah itu.
Namun, misteri menyelimuti alasan Neo koma. Kecelakaan itu bukan kebetulan, dan Jesslyn mulai menemukan fakta yang menakutkan tentang keluarga yang telah mengikat hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Memiliki Kepribadian Ganda?
Carlia dan Sarah berdiri di sebuah butik mewah, pandangan mereka terpaku pada Jesslyn yang keluar sambil berjalan di samping seorang pria tampan dan berkarisma—Neo. Mata Carlia menyipit, seringai kecil muncul di wajahnya.
"Jesslyn, kau benar-benar tidak tahu malu!" suara Carlia nyaring, menarik perhatian beberapa orang di sekitar.
Jesslyn berhenti mendengar suara familiar itu, dia menatap Ibu dan adik angkatnya itu dan menghela napas panjang. "Maksudmu apa?" tanyanya, nada suaranya datar namun ada sedikit kebosanan.
Sarah menatapnya dengan sinis, bibirnya melengkung dalam seringai penuh ejekan. "Jangan pura-pura polos. Apa kau tidak merasa malu jalan-jalan dengan pria lain sementara suamimu masih koma? Kau ini istri seperti apa?"
Jesslyn memutar matanya, jelas tidak ingin meladeni mereka berdua. Tapi Carlia tidak berhenti. "Sudah kami duga dari awal, kau memang perempuan licik. Pura-pura jadi menantu sempurna, tapi di belakang kau berselingkuh! Lihat dirimu sekarang, memamerkan pria lain di depan umum!"
Neo mengangkat alisnya, memperhatikan drama itu dengan ekspresi datar. "Siapa mereka?" tanyanya pada Jesslyn, suaranya tenang, namun ada nada ketertarikan dalam pertanyaannya.
Jesslyn menggeleng, tersenyum tipis. "Tidak penting. Mereka hanya orang-orang yang suka cari perhatian."
"Oh, jadi kau tidak mengakui kami sebagai keluargamu, huh? Bagus sekali, kau sangat hebat. Lihatlah pria ini! Kau pasti membawanya untuk menghancurkan nama baik keluarga Hou. Jika mereka tau kelakuanmu ini, pasti mereka tidak akan diam saja!"
Jesslyn menatap Carlia dengan pandangan datar. "Nama baik keluarga Hou? Sejak kapan kau peduli pada hal itu? Kalau tidak salah ingat, Sarah yang dulu menolak menikah dengan suamiku karena dia koma, bukan?"
Sarah tersentak, wajahnya memerah. "Aku... aku tidak menolak! Hanya saja, aku tidak mau hidup dengan pria yang tidak berguna!"
Neo menatap Sarah dengan mata tajam, tapi dia tetap diam. Jesslyn tersenyum sinis. "Kalian tahu apa yang lucu? Suami yang kalian sebut tidak berguna itu sekarang adalah alasan kalian mencoba menyerang ku. Ironis, bukan?"
Carlia mendekat, menatap Neo dengan tajam. "Dan kau, pria asing. Apa kau tahu Jesslyn sudah menikah? Dia ini hanya pura-pura polos di depanmu. Dia—"
Neo menyela. "Apa kalian selalu berbicara buruk tentang orang lain di depan umum? Sungguh memalukan." katanya dengan nada dingin yang menusuk.
Carlia terdiam, wajahnya pucat. Sarah terlihat bingung, mencoba menebak siapa pria itu sebenarnya. Jesslyn menyeringai kecil, puas melihat mereka terdiam.
"Aku tidak punya waktu untuk meladeni kalian. Kalau kalian ingin mempermalukan diri sendiri lebih lama, silakan saja. Tapi jangan lupa, aku tidak pernah takut menghadapi kalian." Jesslyn menoleh ke Neo. "Ayo pergi. Mereka hanya membuang waktu kita."
Neo mengangguk, kemudian mereka berdua meninggalkan Carlia dan Sarah yang masih berdiri dengan ekspresi terkejut dan bingung. Jesslyn melangkah dengan anggun, meninggalkan mereka dalam kekesalan tanpa menjelaskan siapa Neo sebenarnya.
Sarah menghentakkan kakinya dengan kesal. "Ma, kau lihat itu? Dia benar-benar keterlaluan, aku benar-benar tidak terima diperlakukan seperti ini oleh anak pungut itu!!" katanya penuh amarah.
"Kau tenang saja, Sarah. Masalah ini serahkan saja pada, Mama. Mama, sudah tahu caranya untuk memberi pelajaran pada anak pungut itu. Ayo pulang, kita terlalu lama membuang waktu di sini."
Sarah menghela napas. "Baiklah."
Sementara itu... Neo sedang menunggu Jesslyn memilih pakaian. Dia berencana membelikan barang-barang untuk istrinya itu, anggap saja itu sebagai ucapan terima kasih karena Jesslyn sudah pernah tulus merawatnya.
"Layani dia dengan baik," kata Neo pada seorang penjaga boutique sambil menunjuk Jesslyn yang sibuk memilih.
Pelayan itu mengangguk. "Baik, Tuan."
Tiba-tiba Jesslyn menghampiri Neo. "Aku rasa, aku tidak membutuhkannya. Sebaiknya kita pergi saja dari sini, Bibi Sonia sudah memborong hampir seisi Mall untukku."
"Itu kan dia, bukan aku. Jangan banyak protes, sebaiknya cepat pilih mana yang kau suka. Aku akan menunggu disini,"
"Tapi-"
"Tidak ada tapi-tapian, jangan mendebatku!" kata Neo tak mau dibantah.
Jesslyn menghela napas. Dia tidak memiliki pilihan lain, selain menuruti permintaan Neo. Pelayan toko mempersilahkan Jesslyn untuk ikut dengannya. Dia tidak tau harus merasa beruntung atau terbebani memiliki suaminya pemaksa dan suka seenaknya seperti Neo.
"DORRR!!"
Suasana yang semula tenang seketika menjadi panik. Semua orang menjerit panik. Beberapa pelanggan bersembunyi di balik rak pakaian, sementara pegawai butik gemetar di tempatnya. Lima pria bersenjata memasuki ruangan, wajah mereka tertutup topeng hitam. Salah satu dari mereka menembak ke udara lagi, mengintimidasi.
"SEMUA DUDUK! TANGAN DI ATAS KEPALA!" teriak salah satu pria, suaranya serak.
Jesslyn membeku di tempat, tangannya mencengkeram erat gaun yang sedang dipegangnya. Matanya melebar, menatap Neo dengan cemas. "Neo..." bisiknya lirih.
Neo tetap berdiri di tempatnya, ekspresinya datar, tidak terguncang sedikit pun oleh kekacauan itu. Dia melangkah mendekati Jesslyn dan menariknya perlahan ke belakang tubuhnya. "Tenang. Aku pasti melindungimu," katanya dengan nada rendah.
Salah satu pria bersenjata melihat Neo yang tidak menunjukkan rasa takut. "HEI KAU! APA YANG KAU LIHAT-LIHAT?!" dia mengacungkan pistol ke arah Neo.
Neo menatap pria itu, seringai kecil muncul di bibirnya. "Kalian benar-benar membuat hari ini jadi menyebalkan," ucapnya santai.
"APA KAU MAU MATI?!"
Neo mengangkat tangannya perlahan, ekspresinya tetap tenang. "Kau sebaiknya pikirkan baik-baik sebelum mengarahkan senjata itu padaku."
Tapi pria itu tidak mendengarkan. Dia semakin mendekat, dan Neo melihat kesempatan. Dalam sekejap, dia merebut pistol dari tangan pria itu dan melangkah pukulan keras ke wajahnya. D4rah menyembur dari hidung pria tersebut, membuat yang lainnya terkejut.
"HABISI DIA!" teriak salah satu perampok.
"DORRR! DORRR!"
Tembakan membabi buta menggema di butik. Neo bergerak cepat, menggunakan salah satu rak sebagai perlindungan. Dia menembak balik dengan senjata yang baru saja direbutnya, bidikannya tepat. Dua perampok jatuh ke lantai, d4rah menggenang di sekitar mereka.
Jesslyn berjongkok di balik rak pakaian, tubuhnya gemetar. Dia memandangi Neo dengan mata penuh kekhawatiran. "Neo, hati-hati!"
Neo menoleh ke arahnya, memberikan anggukan kecil. "Tetap di sana. Jangan bergerak."
Tiba-tiba, salah satu perampok yang tersisa meraih seorang anak kecil yang menangis di pojok ruangan. Dia menodongkan pistol ke kepala anak itu. "JANGAN BERGERAK ATAU ANAK INI M4TI!"
Jesslyn menutup mulutnya dengan tangan, menahan jeritan. Matanya penuh ketakutan, lalu pandangannya bergulir pada Neo yang mulai dikuasai kemarahan.
Neo melangkah keluar dari persembunyiannya, kedua tangannya terangkat. "Lepaskan anak itu. Kau tidak ingin masalah ini jadi lebih besar dari yang sudah terjadi."
"DIAM! JANGAN DEKAT-DEKAT!" bentak pria itu, tangannya gemetar saat memegang pistol.
Neo tersenyum tipis, senyum yang dingin dan penuh ancaman. "Kau baru saja membuat kesalahan besar dengan menyentuh anak itu."
Neo menarik pis4u kecil yang disembunyikannya di pinggang lalu diarahkan pada pria itu, pis4u itu tepat mengenai tangan tersebut. Pistol jatuh, dan anak kecil itu terlepas dari genggamannya. Neo langsung menghantam pria itu dengan lutut ke wajahnya, membuatnya jatuh tak sadarkan diri di lantai.
Dua perampok terakhir mencoba melarikan diri, tetapi Neo tidak membiarkan mereka pergi. Dengan tembakan yang akurat, dia melumpuhkan keduanya. Suara tubuh jatuh menghantam lantai, disertai genangan da-rah yang semakin melebar.
Semua orang di butik terdiam. Hanya ada suara tangisan anak kecil yang diselamatkan Neo. Jesslyn berdiri dengan tubuh gemetar, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Neo berjalan mendekatinya, napasnya sedikit memburu. "Kau baik-baik saja," tanyanya lembut.
Jesslyn menatapnya, masih dalam keadaan syok. "Kau... kau..."
Neo tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia mengangkat Jesslyn lalu membawanya keluar boutique. "Kita pergi dari sini," ucapnya tegas.
Jesslyn tidak melawan, hanya membiarkan dirinya dibawa pergi, kepalanya bersandar di dada Neo. Di balik gemetarnya, dia merasa aman di pelukan pria yang baru saja menyelamatkan nyawanya.
.
.
"Minum dulu," Neo memberikan sebotol air mineral pada Jesslyn.
Dia menerima botol air itu dengan tangan gemetar. Rasanya dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Kau tadi benar-benar mengerikan. Neo, apa kau benar-benar memiliki kepribadian ganda?"
Neo menatapnya dengan pandangan datar. Pria itu menyandarkan punggungnya pada sandaran belakang mobilnya. "Ya, aku memang memiliki kepribadian ganda. Tapi yang kau lihat hari ini, adalah aku sendiri. Suatu saat kau pasti akan bertemu kembali dengan diriku yang lain."
"Aku harap dirimu yang lain tidak semenyebalkan dirimu yang sekarang."
Sontak Neo menoleh, "Kau bercanda ya, lihat saja, bagaimana nanti aku akan menghukummu!!"
***
Bersambung