menceritakan seorang anak perempuan 10tahun bernama Hill, seorang manusia biasa yang tidak memiliki sihir, hill adalah anak bahagia yang selalu ceria, tetapi suatu hari sebuah tragedi terjadi, hidup nya berubah, seketika dunia menjadi kacau, kekacauan yang mengharuskan hill melakukan perjalanan jauh untuk menyelamatkan orang tua nya, mencari tau penyebab semua kekacauan dan mencari tau misteri yang ada di dunia nya dengan melewati banyak rintangan dan kekacauan dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YareYare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. JUDITH
"Hill, sudah pagi. Saatnya bangun."
Saat aku terbangun, air mata tiba-tiba mengalir. Mimpi itu terasa sangat nyata, seakan-akan aku berada di tengah peperangan itu.
"Levia, kita harus menyelamatkan pria itu, namanya Helix."
"Kenapa kamu bisa tahu namanya?"
"Aku bermimpi. Seorang wanita itu berbicara lagi padaku, dan dia memperlihatkan masa lalu pria itu. Dia sama seperti aku, kehilangan keluarganya."
"Lalu, bagaimana kita menyelamatkannya?"
"Aku juga tidak tahu. Pergi ke sana pun aku merasa ragu. Pria itu sempat mencoba bunuh diri, tapi kemudian ada percikan cahaya dari pohon yang waktu itu aku panggil, yang masuk ke dalam kepalanya. Sejak itu, yang dia lihat adalah kota Disha yang damai, dengan keluarganya masih hidup."
"Jadi, kita perlu membuat cahaya itu keluar dari kepalanya?"
"Ya. Kita harus membuatnya merelakan kepergian keluarganya, tapi itu akan sangat sulit. Dia hanya menginginkan sebuah keluarga, dan dunia yang dia lihat sekarang adalah dunia di mana keluarganya masih hidup. Jika dia sadar tanpa ada penerimaan di hatinya, dia bisa bunuh diri lagi. Jadi, kita harus mendekat terlebih dahulu."
"Apakah kamu punya ide?"
"Aku punya rencana, tapi kita harus menunggu di sini sampai dia muncul. Aku merasa dia pasti akan datang."
"Hill, akhir-akhir ini kamu sudah berubah, ya. Dulu kamu selalu terburu-buru pergi, tapi sekarang kamu malah rela menunggu dan membantu orang lain."
"Aku merasa saat ini ibu aku baik-baik saja. Setiap kali aku bermimpi di tempat putih itu, hatiku terasa tenang, dan perasaanku mengatakan bahwa ibuku saat ini baik-baik saja. Lagipula, ibu mengajarkan aku untuk selalu menolong orang yang membutuhkan pertolongan."
"Syukurlah jika kamu merasa seperti itu."
Hill dan Levia pun menunggu Helix di pinggir kota. Waktu terus berlalu, hari sudah mulai siang, dan terdengar perut Hill mulai bersuara.
"Hill, apakah kamu lapar?"
"Sedikit."
"Persediaan makanan kita sudah hampir habis. Mungkin dia tidak akan muncul sekarang. Bagaimana jika kita mencari makanan di sekitar hutan?"
Hill dan Levia pun pergi ke dalam hutan untuk mencari makanan. Mereka terus berjalan, dan setelah cukup lama mencari, di tengah hutan mereka melihat seekor rusa berekor dua yang sedang minum di aliran sungai.
"Hill, mungkin ini saat yang tepat untuk berburu rusa."
"Aku belum pernah melakukannya. Apakah aku bisa?"
"Ini saat yang tepat untuk pengalaman pertama kamu. Aku akan membantu. Ambil belatimu, kita dekati perlahan-lahan. Setelah itu, aku akan terbang dengan cepat dan menarik ekornya agar gerakannya melambat. Lalu, kamu tusuk rusa itu."
"Baiklah."
Hill dan Levia mulai mendekati rusa itu dengan hati-hati.
"Oh, dia sudah menyadari kita! Dia mau kabur! Tidak akan kubiarkan!"
Seketika, rusa itu mulai berlari, dan Levia segera mengejarnya. Gerakan terbang Levia sangat cepat, dan dia berhasil menarik ekor rusa itu, memperlambat larinya. Levia terus menahan rusa itu sekuat tenaga sambil menunggu Hill mendekat. Tak lama kemudian, Hill berhasil menusukkan belatinya ke leher rusa.
"Hill, aku pinjam belatimu. Kamu cari beberapa ranting pohon yang tergeletak di tanah untuk membuat api. Aku akan memotong rusa ini."
Hill pun menyerahkan belatinya dan berjalan mencari ranting kayu.
...Di sekitar sini, aku hanya menemukan sedikit ranting. Ini tidak akan cukup. Sepertinya aku harus berjalan lebih jauh lagi...
Hill terus berjalan sambil mengumpulkan ranting yang tergeletak di bawahnya. Waktu terus berlalu, dan akhirnya Hill berhasil mendapatkan cukup banyak ranting.
...Susah sekali membawa sebanyak ini. Eh, tunggu dulu, tadi aku lewat mana? Sepertinya aku sudah lewat sini...
Hill melanjutkan langkahnya, namun setelah beberapa waktu, dia mulai menyadari sesuatu yang aneh. Tempat ini terasa berbeda dari sebelumnya.
...Tadi aku lewat mana? Aku terlalu fokus mencari ranting di bawah, apakah aku tersesat?
"Hey, hati-hati, berengsek! Kamu bisa menghancurkan semuanya nanti!"
...Suara siapa itu? Aku mendengar suara dari depan...
Hill mendekati suara itu, dan semakin lama suara itu semakin ramai. Di depan sana, dia melihat sebuah jurang. Tidak, itu bukan jurang. Suara keramaian itu berasal dari bawah sana.
Hill terus berjalan mendekati suara itu, dan semakin dekat dia, semakin jelas suara itu terdengar. Ketika dia sampai di tepi pohon terdekat, dia berhenti dan mulai mengintip ke bawah.
"Sekarang giliran ku. Aku akan mempertaruhkan kalung ini. Ini adalah kalung yang kudapatkan saat menyerang warga yang lewat."
"Cih, dasar serakah. Kalau begitu, aku akan mempertaruhkan pedang ini."
"Wow, baiklah, lempar dadu-nya, kawan!"
...Mereka bukan manusia. Tubuh mereka kecil, berwarna hijau, dan telinga mereka panjang. Banyak sekali. Itu adalah goblin. Di bawah sana ada pemukiman goblin. Aku harus segera pergi sebelum mereka melihatku...
Tiba-tiba, saat Hill mulai bergerak menjauh, seekor laba-laba terjatuh dan hinggap di pundaknya. Hill kaget dan mengeluarkan suara, yang membuat ranting-ranting yang dibawanya jatuh ke tanah.
"Siapa itu?"
Para goblin itu mendengar suara dan langsung melihat ke atas.
...Oh tidak, mereka melihatku...
"Ada manusia! Kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!"
"Akhirnya, malam ini bisa makan enak!"
Hill pun berlari secepat mungkin, diikuti oleh puluhan goblin yang mengejarnya.
...Gawat, gawat, gawat...
---
Sementara itu, di tempat Levia:
...Hill sudah lama sekali. Jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi. Aku harus segera mencarinya...
"Hiiillllll, di mana kaaamuuu, Hiiillllllll!"
Levia mulai panik karena tidak menemukan Hill. Dia pun bergerak cepat, mencari ke berbagai arah.
"Hiiillll, hiiillll, aduh sakit..."
Saat Levia terus bergerak dengan cepat, tanpa sengaja dia menabrak seseorang di depannya.
---
Sementara itu di tempat lain, hill terus berlari dari kejaran goblin.
..lari mereka tidak begitu kencang, aku harus mencari tempat bersembunyi..
"Woi kamu tidak akan bisa lari".
Dari belakang terlihat salah satu goblin menarik anak panah nya, panah itu pun di tembakan.
"Sakiittt".
Anak panah menggores kaki hill dan di saat hampir terjatuh hill memaksakan diri nya untuk terus berlari.
"Orang itu menghilang."
"Dia tidak akan jauh dari sini."
Para goblin berjalan sambil mengamati sekeliling, mencari Hill. Di sisi mereka ada jalan yang menurun, dan di sana terdapat sebuah lubang yang tak mereka sadari.
...para goblin itu sedang berjalan di atasku...
Hill terus bersembunyi di dalam lubang dengan kakinya yang terluka.
...sepertinya para goblin itu sudah pergi. Aduh, sakit sekali! Meski hanya tergores, tapi kakiku sangat nyeri. Aku harus menghentikan pendarahannya. Darah... tunggu, kalau kakiku sejak tadi mengeluarkan darah, berarti...
Hill mulai bergerak keluar dari lubang perlahan-lahan, dengan hati yang cemas dan takut. Ia terus bergerak, namun saat ingin keluar, tiba-tiba...
"Ketemu kau, berengsek!"
Hill terkejut. Tiba-tiba, seorang goblin muncul dari balik lubang di luar.
"Dia ada di sini! Hahaha, sekarang kamu tidak bisa kabur. Luka di kakimu sudah meninggalkan jejak."
...lubang ini sangat sempit. Aku sudah tidak bisa kabur lagi. Levia, di mana kamu? Tolong...
"Bawa dia."
Tubuh Hill diikat, lalu para goblin mengangkat dan membawanya.
"Diam! Jangan melawan!"
Para goblin terus membawa Hill. Waktu berlalu, hingga mereka tiba kembali di pemukiman mereka dan mengikat Hill di tengah-tengah desa.
"Tutup luka di kakinya dengan kain. Aku tidak mau rasanya jadi tidak enak saat kita memakannya nanti."
Beberapa goblin membersihkan luka di kaki Hill yang tubuhnya terikat, lalu menutup lukanya dengan kain.
...banyak sekali goblin. Mereka menatapku, wajah mereka sangat menyeramkan. Tolong aku, Levia...
"Hei, tas ini menarik. Apa ya isinya?"
"Tidak! Tolong, jangan ambil tasku! Itu sangat berharga bagiku, kumohon kembalikan."
"Diam, manusia! Kamu akan mati, jadi tidak perlu tas ini lagi."
...tasku diambil dan dibawa ke dalam gubuk mereka. Oh, tidak... apa yang harus kulakukan? Aku tak bisa bergerak, tubuhku terikat di antara kayu di tengah pemukiman ini. Mereka mulai melempar dadu...
"Baiklah, aku memilih angka 3 untuk jantungnya."
"Aku angka 2 untuk kepalanya."
"Aku angka 4 untuk matanya."
...apa yang sedang mereka lakukan? Mereka menatapku sambil tertawa menyeramkan. Apakah mereka sedang bertaruh atas diriku? Tolong aku, Levia... Levia, aku tidak boleh mati di sini...
Sore hari tiba.
"Lihat, gara-gara kamu bertaruh pada hal yang sama, kita jadi membuang-buang waktu. Aku yang duluan memilih kakinya."
"Tidak, aku duluan!"
"Baiklah, kita akan mulai lempar dadunya lagi. Pokoknya, kalau kalah, tidak ada alasan lagi!"
...mereka terus bertengkar. Ini sudah cukup lama. Aku tak bisa melakukan apa-apa lagi, tubuhku sudah lemas, dan aku mulai merasa lapar...
Hill hanya bisa tertunduk terikat, ketika sebuah batu kecil mengenai kepalanya.
…sepertinya mereka akan mulai melempariku dengan batu, tetapi itu tidak membuatku sakit. Apakah mereka sedang menggangguku…
Seseorang melempar sebuah batu kecil, dan Hill tetap tertunduk. Lemparan dari samping yang mengenai kepalanya itu tidak berhenti, hingga akhirnya Hill melirik ke samping.
…eh, Levia… Ada seorang pria di sampingnya. Itu kan, Paman Helix…
Terlihat Levia dan Helix sedang bersembunyi di balik gubuk goblin. Levia memberi isyarat kepada Hill untuk tidak bersuara, kemudian berbicara dengan suara pelan kepada Helix.
“Oi, pria tua, kita harus segera menolong sahabatku. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Jangan panggil aku pria tua. Namaku Helix. Aku akan menarik perhatian mereka di atas sana. Setelah mereka melihatku, kamu selamatkan anak itu. Tenang saja, aku punya kekuatan sihir yang sangat kuat, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.”
“Aku tidak mengkhawatirkanmu.”
Helix mulai mengendap-endap naik ke arah pemukiman tempat Hill bersembunyi sebelumnya. Sampai akhirnya dia tiba di atas, lalu mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, memperlihatkan dirinya, dan berteriak.
“Wooooiii goblin-goblin jelek dan rendahan, berani sekali kalian membuat pemukiman di sekitar kota kami vangke. Akan kuhancurkan kalian!”
Helix mengarahkan pedangnya ke para goblin lalu melantunkan sebuah mantra.
“Bla bla bla bla bla bla…”
Seketika semua goblin terdiam, memperhatikan apa yang sedang dilakukan Helix.
“Aku sudah mengucapkan mantra sihir terkuatku. Saatnya menembakkan sihir ini. Heeei, kalian karakter sampingan, terimalah kekuatan dahsyat yang akan menghancurkan kalian... Elemen api, jurus pedang api kematian, huaaaaaaa!”
Para goblin ketakutan dan mulai berlari.
“Hahaha, percuma saja, kalian tidak akan bisa lari!”
“Tidaaakkkk, dia adalah penyihir! Kita akan mati, tidaaakkk!”
...
...
Kesunyian menyelimuti tempat itu, hingga para goblin mulai berbicara lagi.
“Tidak terjadi apa-apa.”
“Hahaha, rasakan itu, karakter sampingan. Hahahaha.”
Levia merasa heran dengan apa yang dilakukan Helix. Dia hanya tertawa sambil melakukan gerakan aneh.
…Dia sangat bodoh, tapi para goblin sedang memperhatikan Helix. Ini saatnya aku menyelamatkan Hill…
Levia pun bergegas menuju Hill, lalu mencoba melepaskan tali yang mengikatnya.
"Tunggu dulu! Goblin A dan Goblin B, kenapa kalian bisa hidup kembali? Bahkan semua goblin dari A sampai Z hidup kembali! Goblin-goblin ini sangat kuat!"
"Manusia itu, apa yang dia bicarakan tadi? Bodoh sekali! Para goblin, serang dia!"
"Oh, sial! Para goblin ini tidak santai, sepertinya sihirku tidak mempan. Maju kalian, biarkan pedangku yang mengguncang nyali nyali kalian vangke!"
Helix mulai bertarung menggunakan pedang melawan para goblin yang jumlahnya sangat banyak.
...Sial, goblin-goblin ini terlalu banyak, aku kesulitan melawan mereka...
Helix terus bertahan, mundur selangkah demi selangkah, lalu berteriak.
"Woi, peri cebol! Sudah selesai belum? Aku sudah tidak kuat menahan mereka!"
Setelah Helix berteriak, para goblin menoleh ke arah Hill, lalu melihat Levia yang baru saja berhasil melepaskan ikatan Hill.
"Kejar mereka! Jangan biarkan mereka lolos!"
"Hill, setengah dari mereka berlari ke sini! Ayo, cepat kabur!"
Saat hendak berlari, tiba-tiba Hill berhenti.
"Tunggu, tas ku! Aku harus mengambil tas ku!"
Hill segera berlari ke arah gubuk tempat salah satu goblin menyembunyikan tasnya.
"Hill, kita tidak akan sempat!" teriak Helix.
Helix menoleh ke bawah, berlari sekuat tenaga, dan berteriak, "Apa yang sedang kamu lakukan? Cepat pergi!"
"Tidak bisa! Barang-barang berhargaku ada di dalam sana!" jawab Hill tanpa menoleh.
Helix terus berlari sambil menahan serangan para goblin, sementara Hill berhasil masuk ke dalam gubuk.
Di mana tas ku? Banyak sekali barang di sini...
Levia muncul di luar gubuk dan berteriak, "Hill, cepat! Mereka semakin dekat!"
"Tunggu! Aku belum menemukannya! Banyak sekali barang di sini... Ah, itu dia! Tas ku, tergantung di sana!"
Hill segera mengambil tasnya dan memeriksa isinya dengan cepat.
Oke, buku-bukuku ada...
Hill pun segera keluar dari gubuk. Namun, tanpa sengaja, dia menyenggol sebuah meja kecil di sampingnya, dan sebuah kalung terjatuh ke dalam tas Hill tanpa disadarinya.
"Hill, ayo cepat! Helix sedang berusaha menahan mereka!" teriak Levia.
Hill pun keluar dan berjalan, lalu Levia berteriak.
"Helix, sini sudah selesai, ayo pergi!"
"Baiklah."
Tak lama kemudian, di depan mereka, Hill, Levia, dan Helix melihat sekumpulan goblin. Mereka terdiam.
"Hei Helix, apa kamu punya cara?" tanya Levia.
"Aku nggak tahu, mereka sangat banyak sekali. Aku tidak bisa menahan mereka semua. Serangan sihirku juga tidak mempan," jawab Helix.
"Itu bukan tidak mempan, tapi kamu tidak mengeluarkan sihir apapun!" sahut Levia.
"Apa maksudmu vangke?" balas Helix
"Tidak usah dipikirkan," jawab Levia
Hill, Levia, dan Helix kini terkepung oleh banyak goblin yang semakin mendekat. Tak lama kemudian, terdengar suara geraman keras, dan cahaya matahari sore yang menyinari hutan tempat mereka berdiri tiba-tiba mulai meredup, tertutupi oleh bayangan besar.
"Apa itu?" tanya Hill dengan suara gemetar.
Mereka menoleh ke atas, dan terlihat satu makhluk yang sangat besar terbang di atas mereka. Gerakannya sangat cepat, terbang rendah di antara pohon-pohon di atas kepala mereka. Angin yang dihasilkan gerakannya cukup kuat, dan makhluk itu terus mengeluarkan suara yang menyeramkan. Secara perlahan, makhluk itu menjauh, dan hutan yang gelap kembali sedikit demi sedikit terang. Para goblin yang melihat makhluk itu langsung berlarian ketakutan.
...Aku tidak bisa melihat sosoknya dengan jelas, tetapi itu sangat besar. Aku merasa takut. Aku dan Paman Helix mulai terduduk, kaki kami terasa lemas. Levia, yang tadinya terbang, perlahan mendarat dan duduk di sampingku...
"Hill, mungkin makhluk itu adalah makhluk yang sama seperti yang kita temui pertama kali di Bukit Neil. Ingat ular besar yang mengejar kita waktu itu? Dia langsung kabur setelah melihat bayangan besar dan suara menyeramkan. Itu pasti makhluk yang sama. Sebenarnya, apa itu? Helix, apakah kamu tahu?" tanya Levia dengan khawatir.
"Dia adalah Judith, naga dengan tiga kepala. Satu-satunya naga yang tersisa di dunia ini. Monster yang mendengar atau melihat dirinya akan ketakutan hingga menjadi gila. Teror ketakutan itu akan terus menghantui monster tersebut sampai akhirnya membunuh diri sendiri. Tubuhnya sangat besar, dengan tiga warna: merah gelap, biru gelap, dan hitam pekat. Tidak ada yang bisa membunuhnya karena tubuhnya sangat keras. Selain itu, dia memiliki umur yang abadi. Judith bisa menyemburkan nafas api, es, dan racun dari mulutnya. Dia adalah naga yang sangat jahat, tapi dia tidak suka terlibat dalam konflik dengan ras lain. Dia lebih memilih diam di tempat yang sudah ditinggalkan, lalu mengklaimnya sebagai miliknya. Jika ada yang mendekat, maka akan dibunuh. Untungnya, dia hanya terbang di atas kita, mungkin dia tidak melihat kita. Oh ya, satu lagi, Judith adalah salah satu monster kuno."
"Helix, kamu tahu tentang monster kuno?" tanya Levia.
"Ya, aku tahu. Ngomong-ngomong, sebenarnya siapa kalian ini? Kenapa ada anak kecil di sini? Saat aku berjalan di hutan, tiba-tiba seorang peri menabrak punggungku dengan wajah sedih dan meminta tolong. Sepertinya kalian bukan orang sini. Aku Helix, kalian siapa?" jawab Helix.
"Perkenalkan, aku Levia, dan dia adalah sahabatku, Hill. Kami berasal dari Magi," jawab Levia.
"Bjir vangke bro jauh sekali, kenapa kalian bisa sampai disini".
"Cerita nya panjang".
"Levia, apakah kamu sudah selesai memotong rusa tadi? Aku sudah sangat lapar," tanya Hill.
"Oh iya, aku meninggalkannya di sana. Kita harus kembali, hari pun sudah mulai gelap," jawab Levia.
Hill dan Levia mulai berjalan menuju rusa yang mereka buru sebelumnya, diikuti oleh Helix. Waktu berlalu, dan akhirnya mereka sampai di tempat tersebut.
"Syukurlah, tidak ada yang mencuri dagingnya," kata Levia dengan lega.
"Levia, berhentilah mengatakan 'daging, daging, daging.' Aku jadi teringat kejadian sebelumnya," ujar Hill.
"Hehe, maaf. Hahaha... Sebenarnya, aku dan Hill pernah mengalami hal buruk soal daging," jawab Levia sambil tertawa.
Waktu terus berlalu. Helix membantu mencari kayu untuk membuat api. Sambil mencari kayu, Levia menceritakan semua hal yang sudah mereka lalui dan kemana tujuan mereka. Malam pun tiba, dan terlihat Hill dan Levia duduk sambil menyantap buruan mereka. Helix memperhatikan mereka yang sedang makan.
"Kenapa kamu lihat-lihat, Pak Tua?" tanya Levia, merasa aneh.
"Aku hanya tidak menyangka, kalian sudah berkelana jauh dan melewati banyak hal. Bahkan, sulit dipercaya bahwa munculnya pohon besar di barat itu adalah ulah Hill. Nama pohon itu adalah Pohon Harapan," jawab Helix.
...Sepertinya Paman Helix tahu banyak tentang sejarah. Mungkin aku harus menunjukkan bukuku kepadanya... pikir Hill.
"Paman Helix," Hill memanggilnya.
"Ah, sepertinya ini sudah sangat malam. Sebaiknya kita pergi ke kota. Mungkin kalian bisa bermalam di rumahku sekarang," kata Helix.
"Ah, maaf, Helix. Kami berterima kasih atas niatmu, tapi aku dan Hill akan bermalam di sini. Kami tidak bisa pergi ke kota," jawab Levia dengan sopan.
"Kenapa? Di sini mungkin berbahaya," tanya Helix, khawatir.
"Tidak apa-apa," jawab Levia, meyakinkan.
Helix tidak bisa memaksa mereka. Dia pun akhirnya pergi ke kota. Waktu berlalu, dan terlihat Helix sedang berjalan memasuki gerbang kota.
...Aku tidak bisa meninggalkan mereka. Mungkin aku akan minta izin dulu kepada istriku... pikir Helix.
Sementara itu, di pinggir kota, Hill dan Levia sedang berbaring.
"Hill, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Levia.
"Sekarang, kita hanya perlu diam di sini. Saat dia membicarakan anaknya, ekspresinya seperti ayahku saat sedang bermain denganku. Paman Helix adalah orang yang baik, dia pasti akan sering datang kemari. Kita bisa banyak mengobrol dengannya. Aku merasa tidak enak, tetapi aku tidak ingin kembali ke kota. Di sana sangat menyeramkan," jawab Hill dengan suara pelan.
Waktu berlalu, dan tak lama kemudian, Helix muncul kembali.
"Helix, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Levia, terkejut.
"Aku tidak bisa membiarkan kalian seperti ini. Aku akan tidur di sini juga. Tenang saja, keluargaku sudah mengizinkannya," jawab Helix dengan senyuman.
Helix pun duduk di dekat mereka.
"Anakku berumur tujuh tahun. Dia sangat ceria. Pasti dia akan senang kalau bertemu dengan Hill. Kalian bisa bermain bersama," kata Helix, memandang Levia dan Hill.
"Paman Helix, maaf... itu mustahil," jawab Hill dengan nada yang lebih serius.
Helix melihat ke arah Hill, lalu tertawa.
"Aku masih kepikiran, kenapa Judith ada di tempat ini. Sepertinya dia juga tidak pergi ke kota. Tadi aku sempat bertanya-tanya kepada warga, dan mereka bilang tidak ada yang melihat naga. Jangan-jangan di sekitar sini ada kota terbengkalai. Tapi setahuku, tidak ada kota lain di dekat sini. Mungkin dia hanya lewat saja," kata Helix, tampak berpikir.
Hill dan Levia hanya bisa terdiam, lalu Levia berkata.
"Helix, jika naga Judith tinggal di tempat terbengkalai, apakah dia akan langsung menempatinya atau mencari makanan dulu?"
"Setahuku, Judith tidak perlu makan. Menurut buku yang kubaca, naga Judith selalu terbang ke setiap arah di sekitar kota terbengkalai sesuai jarak tertentu. Jika dia melihat makhluk apapun yang berada dalam jangkauan daerah yang dia ambil, dia akan membunuhnya. Dia berkeliling untuk memastikan hanya dia yang ada di tempat itu," jawab Helix, serius.
Hill dan Levia mulai menyadari situasinya. Jika kota Disha akan ditempati oleh Judith, mereka harus segera bertindak.
...Aku dan Levia harus segera membantu Paman Helix dan pergi dari sini. Naga Judith pasti sedang berkeliling, dan dia akan tinggal di kota Disha. Aku tidak bisa berlama-lama di sini, kita harus pergi sebelum Judith datang... pikir Hill, yang perlahan tertidur.
Waktu berlalu, dan pagi pun tiba. Terdengar suara Levia yang pelan-pelan membangunkan Hill.
"Hill, Hill, cepat bangun, Hill!" suara Levia terdengar panik.
"Ada apa, Levia? Kenapa kamu terlihat panik begitu?" tanya Hill dengan bingung.
...Kenapa Levia memasang wajah ketakutan seperti itu...?
"Levia, di mana Paman Helix?" tanya Hill, mulai khawatir.
"Hill, lihat sekeliling kita!" jawab Levia dengan suara panik.
...Ada apa ini? Terlihat banyak sekali prajurit di sini... pikir Hill, terkejut.
"Oi, kenapa ada anak kecil dan peri cebol di sini?" salah seorang prajurit bertanya dengan kasar.
"Lapor, Jenderal! Kami sudah membuang mayat-mayat yang ada di kota," lapor prajurit lainnya.
"Bagus. Setelah lelah menjajah banyak tempat, beruntung sekali kita menemukan kota ini. Kita bisa ambil alih tempat ini. Ayo, kita ke sana! Bawa anak dan peri itu!" perintah Jenderal.
"Aahh! Lepaskan aku! Hei, hati-hati! Kamu membuat Hill kesakitan! Aku akan bunuh kamu!" teriak Levia marah, berusaha melawan.
"Wow, peri ini galak sekali. Hahahaha!" tawa salah satu prajurit.
Saat Hill terbangun, ratusan pasukan prajurit sudah berada di sekitar mereka. Mereka membawa Hill dan Levia menuju kota. Waktu berlalu, dan akhirnya mereka sampai di depan istana yang rusak. Para prajurit membuang mayat-mayat yang ada di kota Disha, sehingga tak ada lagi mayat yang terlihat di sana.
"Di istana rusak itu ada sebuah penjara bawah tanah. Bawa mereka ke sana!" perintah Jenderal.
Salah seorang prajurit, yang tampak merasa tidak tega, berkata, "Jenderal, bukankah ini berlebihan? Dia hanya anak kecil."
"Dunia ini sudah berbeda dari sebelumnya. Mereka tidak akan bertahan hidup di tengah kekacauan yang terjadi di setiap negara. Dia punya wajah yang cantik, dan nanti saat dia besar, dia pasti akan semakin cantik. Jadi aku akan menjualnya ke bangsawan. Hahaha!" jawab Jenderal dengan senyum licik.
Hill dan Levia terus dibawa oleh prajurit yang tidak diketahui asal negaranya. Akhirnya, mereka dimasukkan ke penjara bawah tanah, lalu salah satu prajurit mengeluarkan sihir ke jeruji besi penjara.
"Hill, apakah kamu baik-baik saja? Mereka kasar sekali! Sampai menarik dan melemparkanmu begitu. Pria-pria itu sangat tegas, bahkan kepada seorang anak kecil. Tidak bisa kurelakan hal seperti itu," kata Levia dengan marah.
"Tidak apa-apa, Levia. Hal ini tidak ada apa-apanya bagiku. Aku sudah pernah merasakan terlempar yang lebih kuat dari ini," jawab Hill, mencoba menenangkan.
"Syukurlah kalau begitu. Kemana Paman Helix?" tanya Levia, mencari jawaban.
"Aku tidak tahu. Saat aku bangun, dia sudah tidak ada, dan banyak prajurit mengelilingi kita. Tubuhku kecil, aku bisa keluar melewati jeruji besi, tapi mereka pintar. Mereka memasang sihir dinding tak terlihat di sekitar penjara ini," jawab Hill dengan kesal.
"Kita harus mencari cara untuk keluar. Kalau kita berlama-lama di sini, kamu tahu kan apa yang akan terjadi, Levia?" tanya Hill, mengingatkan.
"Naga Judith akan datang," jawab Levia, dengan suara penuh kekhawatiran.
"Kita harus cari cara kabur, lalu mencari Paman Helix. Awalnya, aku berencana untuk semakin dekat dengan Paman Helix, agar saat dia sadar, dia sudah memiliki keluarga baru, yaitu kita. Tapi aku tidak menyangka akan ada naga Judith. Jadi, kita harus segera memberitahunya kenyataan yang ada dan meyakinkan dia untuk merelakan keluarganya. Kita harus bisa menjadi keluarga baru untuknya," kata Hill dengan tekad.
"Baiklah, Hill. Kalau begitu, apa yang akan kita lakukan sekarang agar bisa keluar dari sini?" tanya Levia, siap untuk bertindak.
"Aku tidak tahu," jawab Hill, tampak cemas.