NovelToon NovelToon
Ellisa Mentari Salsabila

Ellisa Mentari Salsabila

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Pengganti / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / Keluarga
Popularitas:714
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

"Syukurlah kau sudah bangun,"

"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"

"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”

Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.

"Ha-- Hachiiih!!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alana berulah

Sam memarkirkan mobilnya di halaman Gloria International Senior High School, sekolah yang lebih pantas disebut istana ketimbang lembaga pendidikan.

Deretan gedung megah dengan pilar-pilar besar dan taman yang tertata rapi membuat siapa pun yang melihatnya akan berpikir dua kali sebelum percaya ini adalah sekolah biasa.

Sam melangkah tegas menuju ruang kepala sekolah. Namun, di sepanjang jalan, pikirannya terusik oleh satu hal: masalah apa lagi yang telah dibuat Alana kali ini?

"Alana, berulah apalagi sih, Sam?" tanya Esa sambil mengekor di belakang. Dia sudah terbiasa mendengar cerita tentang adik Sam yang sering menjadi biang masalah.

"Gue juga nggak tahu," jawab Sam dengan nada datar, meski jelas ada nada frustrasi di sana. "Terakhir kali dia terlibat pertengkaran sama anak dari kelas lain. Sekarang mungkin sama, cuma beda pemain."

Esa mengangkat alis, lalu terkekeh kecil. "Astaga, adik lo itu emang bar-bar ya. Tapi dia punya nyali, gue akuin itu."

Sam berhenti sejenak, menatap Esa dengan tajam. "Gue nggak butuh dia punya nyali kalau itu cuma bikin dia terus-terusan bikin masalah."

Esa mengangkat tangan seolah menyerah. "Oke, oke. Gue ngerti. Tapi, lo juga harus ngerti, Sam. Alana itu remaja, kadang-kadang mereka cuma butuh didengar."

"Kalau itu alasan lo buat ngebela dia, gue nggak butuh," jawab Sam dingin, lalu melanjutkan langkahnya.

Setibanya di ruang kepala sekolah, suasana terasa tegang. Sam mengetuk pintu kayu besar yang berukir elegan sebelum masuk.

Di dalam, Alana duduk di salah satu kursi, menunduk dengan ekspresi datar yang sulit dibaca. Sementara kepala sekolah, seorang pria paruh baya dengan jas rapi, berdiri di belakang meja kerjanya.

"Silakan duduk, Tuan Sam," kata kepala sekolah sambil mengisyaratkan mereka untuk masuk.

Sam menghela napas, lalu duduk di kursi yang disediakan. "Jadi, apa yang terjadi kali ini, Pak?" tanyanya langsung ke inti permasalahan.

Kepala sekolah melirik Alana sebelum menjawab. "Adik Anda terlibat insiden dengan seorang siswa di lapangan olahraga. Ada adu mulut yang memanas hingga terjadi dorong-dorongan. Beruntung, tidak ada yang terluka serius."

Esa yang duduk di samping Sam mencoba menahan tawa kecil. "Dorong-dorongan? Alana, lo serius?" tanyanya sambil menatap Alana.

Alana hanya melirik sekilas, lalu kembali menunduk.

"Kenapa kamu melakukan itu, Alana?" tanya Sam, nada suaranya mulai meninggi.

Alana mendongak sedikit, akhirnya berbicara. "Dia duluan, Kak. Dia ngehina aku depan temen-temen aku."

Sam menghela napas panjang. "Apa pun alasannya, kamu nggak bisa main fisik begitu saja."

"Sam," sela Esa, mencoba menenangkan situasi. "Lo nggak dengar? Dia dihina. Anak itu pasti nyulut emosi duluan."

Sam menatap Alana dengan mata tajam, lalu berkata, "Kita akan bicara soal ini di rumah. Tapi sekarang, kamu minta maaf ke kepala sekolah dan siswa itu."

Alana terdiam, jelas terlihat dia enggan melakukannya.

Esa menepuk bahu Alana pelan. "Ayo, Alana. Gue yakin lo bisa minta maaf dengan tulus. Lo kan anak yang punya nyali, masa ini aja nggak bisa?"

Setelah beberapa saat hening, Alana akhirnya berdiri dan mengangguk pelan. "Baik, Kak."

“Pak Kepala Sekolah, saya minta maaf,” ujar Alana singkat sambil menundukkan kepala.

Kepala sekolah mengangguk, wajahnya mulai melunak. “Bagus, Alana. Kesadaranmu untuk meminta maaf adalah langkah yang baik.”

Esa mengacungkan jempolnya. “Pintar, Alana. Gue suka gaya lo.”

Alana melirik Esa dengan senyum kecil di wajahnya, merasa sedikit terhibur di tengah situasi tegang.

Namun, Sam yang tegas dan gengsi untuk terlalu menunjukkan rasa bangga pada adiknya hanya memberikan senyum masam.

“Sekarang, kamu juga harus minta maaf sama teman-teman kamu,” katanya tanpa kompromi.

“Ha? Nggak mau lah, Kak,” tolak Alana spontan, nadanya penuh pembangkangan.

“Alana!” bentak Sam.

Esa menepuk lengan Sam pelan, berusaha menenangkan. “Sam, lembut dikit napa sama adik sendiri,” bisiknya.

Ketegangan di ruangan itu mendadak terpotong oleh suara ketukan di pintu yang sedikit terbuka.

Kepala sekolah melirik ke arah pintu dan berkata, “Oh, kebetulan. Ada satu lagi yang ingin bicara. Silakan masuk, Bu Wali Kelas.”

Sam mengernyit, tidak menyangka ada tambahan kejutan. “Wali kelas?”

Seorang wanita paruh baya dengan wajah tegas namun bersahabat melangkah masuk. “Terima kasih, Pak Kepala Sekolah,” ujarnya.

“Saya ingin menyampaikan sesuatu yang cukup penting mengenai Alana,” katanya, membuka buku catatannya.

Sam menegakkan tubuhnya, bersiap mendengar. Esa dan Alana malah saling meringis bersama.

“Jadi begini, Tuan Sam. Kami mendapati bahwa nilai Alana di hampir semua mata pelajaran berada di bawah standar. Padahal, ujian akhir sudah semakin dekat. Jika ini tidak segera diperbaiki, ada kemungkinan besar Alana tidak lulus tahun ini.”

Ruangan itu mendadak hening. Sam memandang Alana dengan ekspresi campuran antara marah dan khawatir, mencoba mencerna kabar mengejutkan itu.

Alana, yang sebelumnya tampak santai, langsung menundukkan kepala lagi, menghindari tatapan kakaknya.

“Alana,” suara Sam rendah namun penuh tekanan, “kenapa kamu nggak pernah cerita soal ini?”

Alana mengangkat bahu pelan, tanpa menjawab.

Bu Wali Kelas melanjutkan, “Kami sangat menyarankan agar Alana mendapatkan pendampingan belajar tambahan, baik di rumah maupun melalui bimbingan belajar. Kami percaya dia punya potensi, tapi kurangnya fokus dan kedisiplinan menjadi kendala utama.”

Esa mencoba mencairkan suasana dengan nada bercanda. “Wah, Sam, lo kayaknya harus lebih sering jadi guru privat buat Alana nih.”

Sam menghela napas berat, lalu menatap Alana. “Mulai sekarang, kamu nggak ada alasan lagi untuk main-main. Setelah pulang, kita bahas ini lebih serius. Kamu ngerti?”

Alana hanya mengangguk pelan.

Kepala sekolah menambahkan, “Saya harap, Tuan Sam, Anda dapat memberikan perhatian lebih kepada Alana. Kami ingin yang terbaik untuk semua siswa kami, termasuk Alana.”

Sam mengangguk sopan. “Terima kasih, Pak. Saya akan pastikan dia berubah.”

Mereka bertiga melangkah keluar dari ruang kepala sekolah. Atmosfer di antara mereka terasa berat, seolah setiap langkah membawa beban masalah yang baru saja dibahas.

"Alana," suara Sam tegas. "Ini yang terakhir kali. Kamu udah kelas tiga sekarang, jangan sampai bikin masalah lagi."

Alana hanya mendengus, tak ingin mendengar. "Bodo amat, gue nggak peduli." Dengan acuh, dia berjalan mendahului Sam dan Esa, wajahnya tanpa ekspresi.

Tiba-tiba, sekelompok siswa menghadang langkah Alana di lorong. Siska, seorang siswi dengan sikap provokatif, berdiri di depan kelompoknya dengan tangan bersilang di dada.

“Gimana, Alana? Masih nggak kapok dipanggil kepsek mulu?” tanyanya dengan nada mengejek.

“Diem lo!” balas Alana tajam.

Siska dan teman-temannya saling pandang dengan senyum sinis. “Orang kaya belagu. Lo pikir, cuma karena keluarga lo punya banyak duit, lo bisa berkuasa di sini?”

“Kalo lo nggak suka, nggak usah ikut campur urusan gue,” sahut Alana, mencoba mengabaikan ejekan itu.

Tapi Siska tidak berhenti. Dia melangkah lebih dekat, nadanya semakin menusuk. “Gue nggak suka sama lo, Alana. Lo seneng-seneng terus kayak nggak punya beban, padahal lo anak korban perceraian. Keluarga lo berantakan. Orang kayak lo nggak pantes sekolah di sini.”

Kata-kata itu seperti petir yang menyambar hati Alana. Wajahnya memerah, campuran antara malu dan marah.

1
Serenarara
Tolong selametin Esa dok. Esa aset berharga bagi banyak wanita. /Whimper/
Serenarara
Nah loh, masih idup nggak tuh adiknya? Takutnya kalian santai-santai, jasad adiknya udah dikubur di belakang asrama lagi.../Scream/

BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/
Miu Nh.: lah, jadi horor donk kak ceritanya.

Itu sebenarnya adekny Kak Esa udh ada di dpn mata. Cuman, di depan mata siapa 🤭 coba tebak...

oke, aku meluncur ke Poppen~
total 1 replies
Serenarara
Salah bgt nyelesain masalah dengan maaf2an lbh dulu. Selesain dulu akar masalahnya, validasi mana yg benar, koreksi mana yg salah. kalo udah pada tau salahnya baru suruh minta maaf. kalo gini mah cm lama2in dendam doang.
Miu Nh.: Masalah dan kenakalan Alana masih belum bisa selesai. Kesalahan Sam krna dia lebih memilih jalur 'instan' itu dgn harapan tak ingin masalah itu terulang lagi.

Dan Sam tidak bisa dibenarkan disini. Bahkan Esa lebih membela Alana dn Alana juga gk mau disuruh minta maaf gitu doank.

Terima kasih kak udh mau kritis mengikuti cerita aku 🤗
total 1 replies
Tara
wah bisa menyusui tanpa punya suami dan masih perawan..mantap...itu keberuntungan atau kutukan...🤔🫣👏
Miu Nh.: Hallo kak 🤗 terimakasih bintangnya...
ugh, bagi Ellisa sendiri itu kutukan 🥲
total 1 replies
Bu Kus
kelebihan yang luar biasa
Miu Nh.: Hallo kak 🤗 terima kasih udah ngikutin cerita ini, semoga lanjut baca terus...
total 1 replies
Serenarara
Kok idenya unik.
Miu Nh.: Hallo kak 🤗 semoga sukka...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!