"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.
"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.
Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.
*
*
*
Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Kartu As
Setelah hari itu Jasmine menjadi sering menghabiskan waktunya di kantor mamanya. Jika tak ada kelas maka ia akan bekerja di kantor mamanya, belajar urusan perkantoran dan berbaur dengan karyawan lainnya.
Lama-kelamaan dari semua karyawan disana tahu jika Jasmine adalah anak Cahaya. Mereka menjadi sungkan terhadap Jasmine, bahkan tidak mau dekat-dekat dengannya lagi setelah mengetahui kenyataan itu.
Seperti hari ini, Jasmine sedang berada di kantor mamanya. Dia duduk di ruangannya, bersama dengan seorang karyawan yang dulu pernah bertemu dengannya. Elin.
Keduanya asyik berbincang, Elin banyak mengajarkan kepada Jasmine soal pekerjaannya, mengingat ia dulu pernah menjadi asisten pribadi Cahaya, meskipun itu hanya sebentar. Jadi sedikitnya dia tahu tentang pekerjaan sebagai asisten pribadi.
"Terus kenapa dulu kamu nggak jadi asisten pribadi mama lagi?" tanya Jasmine. Rasanya berat jika harus memanggil lawan bicaranya dengan panggilan kamu, sesaat yang biasanya dia pakai adalah panggilan Lo.
Elin mengetahui ketidaknyamanan Jasmine. Ia lantas menjawab, "Santai aja Jas. Panggil kayak biasanya juga gue nggak masalah kok. Umur kita juga nggak beda jauh, kan? Lo boleh panggil gue kayak biasanya, meskipun kita lagi di kantor," kata Elin, sambil tersenyum. Umurnya dan Jasmine hanya selisih beberapa tahun saja. Tentu itu lebih tuaan dirinya.
Jasmine lantas menjawab, "Tapi ntar kalo mama tau gimana? Bisa-bisa nanti dia marah sama Lo kalo tau Lo manggil gue kayak gini. Lo mau di omelin mama?" tanya Jasmine, keningnya sedikit mengerut.
Elin menghela napas. Dia lupa akan hal itu. "Iya ya, nanti kalo Bu Cahaya tau gue manggil Lo dengan panggilan itu, bisa-bisa Bu Cahaya marah sama gue. Tapi Jas, selama nyokap Lo nggak tau ya harusnya nggak papa dong? Dia kan nggak selalu ada sama Lo terus. Apalagi setelah..." Elin tidak melanjutkan ucapannya.
Jasmine mengerti apa yang akan Elin katakan. Wajahnya berubah murung. "Setelah mama pacaran sama Arjuna kan? Gue tau itu dan gue nggak peduli." Jasmine berusaha tidak peduli, cuek setelah semua harta mamanya beserta kantor ini menjadi miliknya. Benar-benar miliknya.
Beberapa hari lalu, Cahaya melakukan proses peralihan kepemilikan atas harta dan perusahaannya, mengubah nama pemiliknya menjadi nama Jasmine. Dia sedikit berat saat melakukannya, tapi akhirnya prosesi itu selesai di lakukan dan semua harta miliknya kini resmi menjadi milik Jasmine.
Meskipun Jasmine belum memegang penuh atas semuanya, tapi semua sertifikat itu ada di tangannya.
"Lo serius nggak peduli Jas? Lo nggak ngerasa sakit hati atau apa gitu sama mereka?" tanya Elin.
Sejenak Jasmine terdiam. Dia tidak bisa menutupi perasaannya lebih lama. "Lo bener. Gue nggak bisa terus ngerasa baik-baik aja saat hati gue sakit. Ya, gue emang sakit hati Lin. Tapi apa yang bisa gue lakuin?
Gue udah mendapat apa yang seharusnya gue dapetin. Harta mama. Gue udah ceritain ke Lo soal ini kan?" tanya Jasmine.
Elin mengangguk. "Ya, Lo pernah cerita. Tapi Jas, Lo emangnya ngerasa puas sama harta itu? Maksudnya harta nyokap Lo yang Lo...ehm...," Elin menjeda ucapannya, ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Yang gue ramp4s maksud Lo? Ehm, kalo di tanya puas atau nggak ya jelas nggak lah. Ini bukan dari hasil kerja keras gue. Gue nggak ngerasa puas sepenuhnya. Tapi gue seneng harta beserta kantor ini udah jadi milik gue. Termasuk Lo," kata Jasmine.
Elin sedikit mengerutkan keningnya sesaat mendengar Jasmine menyebut dirinya. "Gue kenapa maksud Lo?" tanya Elin.
Tanpa ragu Jasmine menjawab, "Lo udah jadi milik gue. Lo karyawan gue sekarang. Ya meskipun posisi CEO masih mama, tapi kantor ini udah jadi milik gue.
Setelah gue bisa mimpin perusahaan nanti gue akan ambil alih perusahaan ini. Lo ajarin gue terus ya. Daripada sama karyawan lain gue lebih nyaman sama Lo," jujur Jasmine.
Daripada dengan karyawan lain Jasmine lebih nyaman jika belajar bersama Elin. Seperti teman sendiri rasanya.
Elin lantas tersenyum, dia merangkul bahu Jasmine. "Santai aja kalo itu mah. Gue siap ajarin Lo. Tapi Jas, nyokap Lo kemana? Kok Lo nggak sama dia? Bukannya Lo sekarang asisten pribadinya ya?" tanya Elin.
Jasmine menghela nafas, wajahnya berubah lesu. "Mama lagi sama Arjuna di ruangannya. Tadi gue di suruh keluar, nggak boleh ke ruangannya dulu sebelum mama manggil. Kesel gue. Ini masih jamnya sibuk, tapi mama malah mau pacaran sama Arjuna!" gerutu Jasmine kesal.
Elin mengangguk mengerti. "Lo yang sabar aja Jas. Nyokap Lo CEO di sini makanya dia bebas ngelakuin apapun sesukanya. Nanti setelah Lo yang jadi CEO Lo bebas ngelakuin apa yang Lo mau. Termasuk kalo Lo mau mecat karyawan yang Lo nggak suka," kata Elin.
Jasmine tersenyum tipis, lalu meraih hp nya yang ia taruh di atas meja, membukanya. Jari-jarinya bergerak lincah menuju ke aplikasi berwarna biru pekat yang terpasang di sana.
"Tenang aja, gue ada cara kok. Sekarang mungkin mereka masih bisa bebas ngelakuin apapun sesuka hati mereka. Tapi setelah ini mereka nggak akan bisa melakukan apapun. Gue punya kartu as yang bisa bikin Mama mundur dari jabatannya."
Jasmine kemudian memutar sebuah rekaman video di aplikasi tersebut. Dia memutarnya dengan suara lirih, bahkan nyaris tak terdengar suaranya.
Dengan suara sedikit gemetar karena terkejut, Elin menimpali. Matanya membulat, menatap Jasmine dengan waswas, "Lo mau ngapain Jas? Lo nggak yang aneh-aneh kan?"
Elin merasa takut dengan Jasmine. Setelah melihatnya ia merasa jika sikap Jasmine tak jauh berbeda dari mamanya. Bahkan jauh lebih menyeramkan.
"Lo liat aja Lin. Nggak lama lagi Lo akan tau kok apa yang akan gue lakuin itu," jawab Jasmine tanpa menoleh.
**********
Di ruangannya Cahaya sedang bermesraan dengan Arjuna. Keduanya bercivman, lalu mengobrol mesra seperti biasanya. Seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua saja. Sementara yang lain tidak ada.
"Yang, kamu yakin perusahaan ini akan baik-baik aja kalo Jasmine yang pegang kendali nanti?" tanya Arjuna, erat memeluk Cahaya. Aroma tubuhnya yang harum menvsuk indra penciumannya.
Sejenak Cahaya hanya diam tidak menjawab. Lalu setelahnya dia bersuara, "Ya yakin nggak yakin sih. Semua hartaku termasuk perusahaan ini udah aku kasih ke dia. Setelah dia bisa nanti, aku bakal mundur dari jabatanku sebagai CEO."
Arjuna terkejut, lalu mengurai pelukannya. "Kamu bakal pensiun? Nggak ke kantor lagi?" tanya Arjuna, wajahnya terlihat sedih.
Cahaya mengangguk. Jujur dia sendiri juga tidak tahu nasibnya kedepannya akan seperti apa. Apakah Jasmine mau tinggal bersamanya lagi atau tidak. "Aku nggak tau. Nunggu Jasmine aja. Sekarang aku nggak bisa mutusin apapun tanpa ngomong sama dia dulu. Takutnya dia marah," jawab Cahaya.
Lalu Arjuna menarik Cahaya kedalam pelukannya lagi. Dia mengusap-usap kepala Cahaya, lalu menepuk-nepuk punggungnya.
"Hhh... seharusnya sekarang gue sama Cahaya udah sibuk ngurusin pernikahan kita. Ngatur segala macem, termasuk minta restu Ibu. Tapi gara-gara Jasmine, semuanya jadi kacau... hhh, apa... pernikahan ini bakal ditunda?" tanya Arjuna di dalam hati. Wajahnya terlihat cemas.
"Tapi..." Ia terdiam, pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan.
**********
Dua bulan kemudian...
Kini sudah lebih dari dua bulan Jasmine bekerja di kantor mamanya sebagai asisten pribadi. Dia semakin mengerti soal perusahaan dan melakukan pekerjaannya dengan baik. Bahkan dalam beberapa bulan kedepan dia berencana untuk mengambil alih perusahaan.
"Jas," panggil seseorang dari belakang, membuat langkah Jasmine terhenti. Ia menoleh dan mendapati Mamanya sedang berjalan mendekat.
"Hari ini kita akan ada meeting penting sama klien dari luar kota," ujar Cahaya, setelah sampai di hadapan Jasmine. "Kamu udah siapin semuanya kan? Termasuk berkas-berkas yang mau kita pake buat meeting nanti?"
Jasmine menjawab, "Udah kok. Semuanya udah beres. Aku juga udah hubungi klien kita katanya mereka bakal dateng jam sepuluh. Jadi sebelum jam itu kita harus sudah otewe ke lokasi."
Cahaya mengangguk, sekilas melirik arlojinya. Matanya kembali tertuju pada Jasmine. "Yaudah kalo gitu nanti kamu anterin ke ruangan mama ya? Habis ini Mama akan ada zoom sama klien lain. Sebelum itu kamu bisa anterin," kata Cahaya.
"Iya nanti aku anterin," jawab Jasmine singkat.
Setelahnya Cahaya berlalu pergi ke ruangannya, meninggalkan Jasmine yang kemudian melangkah menuju ruangannya sendiri. Ia masuk, meletakkan tasnya di atas meja, dan duduk di kursi kerjanya. Laptop di hadapannya dinyalakan, siap untuk memeriksa pekerjaannya.
Sambil menunggu laptopnya menyala, Jasmine membuka laci, mengambil beberapa map, dan meletakkannya di atas meja.
Bersambung ...