Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Obati
"Sorry, aku cuma bertanya."
Andre mengangkat kedua tangannya, jangan sampai Daru semakin marah karena Ia kembali bertanya.
"Sayang...."
Nisa meraih tangan Daru mencoba menenangkan sang suami. Daru hanya menoleh pada sang istri dan tidak menghilangkan wajah marah nya.
Marni yang menyaksikan itu sedikit bersorak dalam hati karena Daru tidak jadi lembut seperti biasa nya.
"Ayu, cepat sajikan makanan," kata Daru dingin.
Ayu patuh dan memerintahkan para maid untuk segera bekerja.
Mereka makan dalam hening tanpa suara sampai selesai. Daru langsung beranjak dari kursinya di susul dengan Nisa yang juga langsung berdiri dan mengikuti langkah Daru, tapi tiba-tiba suaminya itu menghentikan gerakan kaki nya dan menghadap Nisa.
"Kamu duluan naik ke atas, Aku akan segera menyusul," kata Daru pada Nisa dengan suara lembut seperti biasa.
Nisa ingin bertanya kenapa tapi Ia urungkan dan langsung mengangguk, Ia menaiki tangga sambil di perhatikan oleh Daru. Setelah sampai di atas, Ia menoleh ke bawa dan melihat Daru mulai berbalik pergi ke arah lain, dan itu adalah arah kamar Luna berada.
Nisa terus memperhatikan Daru sampai suaminya itu hilang di balik dinding. Begitu juga dengan Marni yang dari tadi tidak luput menyaksikan hal tersebut.
Ia mempercepat makannya agar segera pergi menyusul Daru karena ingin tahu apa yang akan di lakukan pada Luna. Sepertinya akan kembali ada pertunjukan yang bagus, Marni ingin menyaksikannya secara langsung.
"Sayang, abis makan kamu langsung pergi ke kamar dan tidur, ya. Nanti Mama datang temani Kevin bobo," ujar Marni pada Kevin putra nya yang masih belum selesai menyantap makanan nya.
Ibu dari Kevin itu segera pergi menyusul Daru, namun Ia di susul oleh Ayu dan menghentikannya sebelum Marni berhasil ikut masuk ke dalam kamar Luna.
"Ayu, kamu ini apa-apaan sih. Minggir!" marah Marni karena Ayu kembali menghalangi diri nya untuk masuk ke kamar Luna. Padahal di dalam ada Daru, seharusnya Ayu tidak perlu menghalang-halangi lagi.
"Maaf, Nya. Tuan Daru belum memberi perintah untuk siapa pun selain Tuan sendiri bisa masuk," kata Ayu.
"Aku sendiri yang akan menanggung nya kalau Daru marah. Awas!" ucap Marni lagi merasa jengkel dengan tingkah Ayu ini.
"Tetap tidak bisa, Nya," kekeh Ayu.
Ia tahu Marni bisa menanggung nya sendiri, tapi Ayu juga tahu Istri dari Tuannya itu juga pasti tidak mau bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada pekerjaan Ayu dan juga Maid lainnya.
"Kurang ajar kau Ayu, ya. Awas saja kalau nanti aku sudah berkuasa di rumah ini. Kau orang pertama yang akan ku singkirkan!" kesal Marni dan menghentakkan kakinya sambil berlalu dari sana.
Sementara itu, Daru yang memasuki kamar Luna melihat Istri ke tiganya itu telah tertidur dengan posisi kedua tangannya yang masih terikat di kedua sisi ranjang. Nampaknya Luna sangat lelah karena terus saja dengan posisi tubuh yang sama dari kemarin.
Daru berjongkok dan menatap lekat wajah Luna, jika di perhatikan lebih dekat, Luna memiliki paras yang cantik. Kulitnya yang kuning Langsat serta rambutnya yang selalu di kepang dan kadang di urai menjadi daya tarik tersendiri.
Penampilan nya yang sederhana menyembunyikan kecantikan yang Luna miliki, hidung sedang dan bibir merekah nya bisa saja membuat banyak lelaki tertarik. Apalagi alisnya yang hampir menyatu dan tertata rapi secara alami. Mata bulatnya yang saat ini terpejam mungkin yang membuat Hendra terpikat oleh nya, namun tidak bagi Daru, Ia tetap membenci wanita itu secantik apapun dirinya.
"Mungkinkah aku sudah salah memperlakukan mereka," gumam Daru saat mengingat ucapan Kenza di kantor hari ini. Hal itu membuat dirinya ragu atas apa yang sudah dia lakukan pada Luna dan anak-anaknya yang tidak bersalah itu.
Tapi sebelum memastikan semuanya, Daru tidak bisa melepaskan mereka begitu saja dengan mudah.
Perlahan Daru melepaskan lilitan tali yang mengikat pergelangan tangan Luna membuat wanita itu terbangun.
"Tuan!" Kaget nya karena Daru tiba-tiba ada di sana.
"Diam!"
Luna yang hendak bertanya langsung menutup mulut nya saat kata perintah itu keluar.
"Sssshhh," ringis Luna setelah tali berhasil di lepaskan. Rasa perih menjalari kedua tangannya. Bahkan di mana tadi tali itu terlilit meninggalkan bekas yang terlihat dan pasti terasa sakit.
"Tuan, apa yang anda lakukan!"
Luna terkejut karena Daru mengangkat tubuhnya dan membawanya dalam gendongan pria itu.
"Diam! Apa kau tuli?"
Luna kembali terdiam, tubuhnya Daru letakkan di atas kasur dengan pelan.
"Ayu!" panggil Daru dan Ayu yang ada di luar segera masuk.
"Saya Tuan."
"Ambilkan kotak obat," perintah Daru dan Ayu kembali keluar untuk memenuhi permintaan sang Tuan.
"Ini Tuan."
Tidak berselang lama Ayu kembali dan memberikan apa yang Daru inginkan.
Terlihat Daru membuka benda tersebut lalu menarik salah satu tangan Luna.
"Ah! Sakit Tuan," ujar Luna kaget bercampur sakit.
"Rupanya kau tahu juga rasa sakit. Ini adalah akibat jika berani melawan ku," kata Daru dingin dan Luna hanya menunduk. Ia akui dirinya kemarin salah, tapi Daru lah yang membuat nya bersikap seperti itu. Jika tidak, Luna juga tidak mungkin berani.
"Tuan, saya akan obati sendiri," pinta Luna merasa tidak enak. Tapi Daru malah memelototi Luna lalu kembali fokus. Seakan menolak permintaan Luna tersebut.
Sejujurnya Luna agak takut, takut dan was-was. Mengapa Daru malah mengobati pergelangan tangannya setelah kemarin tanpa belas kasihan memperlakukan Luna dengan sangat kasar. Mungkinkah kepala pria itu terbentur sesuatu.
Kedua mata Luna menatap lekat wajah Daru yang serius membaluri luka Luna dengan obat. Wanita itu akui jika Daru adalah pria yang memiliki rupa tampan, apalagi Ia melihat nya dari jarak dekat seperti sekarang.
'Apa yang ku pikirkan? Orang ini hanya terlihat baik jika saat seperti ini saja, selebihnya lebih menyeramkan dari hantu' batin Luna
"Aww!" jerit Luna merasakan sakit pada pergelangan tangannya, rupanya Daru memutar tangan wanita itu untuk menyadarkan Luna dari lamunan.
"Kau ingin kehilangan kedua matamu itu? Jangan melihat ku dengan mata kotor mu!"
Luna langsung membuang muka karena tadi Ia tanpa sadar menatap lekat wajah pria yang ternyata telah selesai mengobati kedua tangannya tanpa Luna sadari.
"Terimakasih Tuan," kata Luna berterima kasih dengan tulus karena Daru sudah membantu dirinya walau sejujurnya di sebabkan juga oleh pria itu.
"Cih! Jangan pikir karena kau di obati oleh ku maka kalian sudah terbebas."
Luna terdiam kembali, Ia tidak pernah berpikir seperti itu. Luna hanya sungguh-sungguh dalam berterima kasih, tapi sepertinya di anggap lain oleh Daru.
"Aku cuma tidak mau anak-anak penghianat itu mengira membunuh Ibu mereka," lanjut Daru teringat pada anak-anak Luna saat makan tadi.
"Hukumanmu tetap berlanjut sampai besok. Jangan coba-coba keluar dari kamar atau kau akan tahu akibat dari melanggar ucapanku."
Setelah mengatakan itu Daru langsung keluar seakan tidak terjadi apa-apa. Sedangkan Luna yang ingin bertanya apakah dia hanya di kurung atau harus kembali di ikat? Tapi Luna tidak berani memanggil Daru.
.
.
.
Jangan lupa kembali nanti malam untuk membaca kelanjutannya 🤗
Jika berkenan Author juga minta semangat dari kalian agar bahagia saat menulis, terimakasih 🙏