Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan ke Kuil Cahaya
Pagi datang dengan cepat. Matahari muncul perlahan di balik pegunungan, memancarkan sinar keemasan yang menghangatkan desa. Kabut tipis masih menyelimuti jalan-jalan kecil, sementara burung-burung berkicau merdu.
Tatsu, Riko, dan Ryo bersiap di depan gerbang desa, ditemani oleh Tetua dan beberapa pengawal desa yang akan ikut mengawal perjalanan mereka menuju Kuil Cahaya. Kristal Zenthara dibungkus dengan kain khusus yang memancarkan cahaya samar dari dalam.
“Jadi, kita harus jalan kaki sejauh itu?” Riko mengeluh sambil memandang jalur mendaki yang tampak tak berujung. “Nggak ada kuda atau sesuatu yang lebih cepat?”
Tetua desa tersenyum. “Perjalanan ini bukan hanya soal mencapai tujuan, tapi juga proses memahami arti pengorbanan.”
“Pengorbanan atau encok?” gumam Riko sambil melirik Tatsu.
Tatsu tertawa. “Santai aja, bro. Anggap ini jalan-jalan pagi.”
“Jalan-jalan pagi gue biasanya ke dapur,” balas Riko.
Jalan Mendaki dan Kisah di Balik Kuil
Mereka mulai berjalan mendaki jalur berbatu. Sepanjang perjalanan, Tetua bercerita tentang sejarah Kuil Cahaya.
“Dulu, Kuil Cahaya dibangun oleh para leluhur sebagai penanda tempat berkumpulnya kekuatan alam semesta,” ujar Tetua sambil memegang tongkatnya erat. “Di sana, energi dari Kristal Zenthara bisa disalurkan untuk melindungi dunia dari kekuatan gelap.”
“Jadi, kuil ini semacam charger buat kristal?” tanya Tatsu dengan nada santai.
Tetua tertawa kecil. “Kalau mau disederhanakan, mungkin seperti itu.”
Riko menggelengkan kepala. “Gue nggak percaya lo bisa ngomong kayak gitu ke orang sepenting dia.”
“Kenapa nggak? Orang penting juga butuh komedi,” Tatsu menyeringai.
“Kalau gitu, lo harus jadi pelawak,” balas Riko.
Tatsu menepuk bahu Riko. “Tenang aja, bro. Gue udah jadi pelawak di hidup lo.”
Rintangan di Hutan Kabut
Perjalanan mulai terasa berat saat mereka memasuki Hutan Kabut. Kabut tebal menyelimuti pohon-pohon tinggi, menciptakan suasana mencekam.
“Gue nggak suka tempat ini,” ujar Riko sambil memperhatikan sekeliling dengan waspada. “Terlalu sepi.”
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di kejauhan. Ryo memberi isyarat agar semua berhenti.
“Siapkan senjata kalian,” bisiknya.
Dari balik kabut, muncul sosok-sosok bayangan. Mereka adalah makhluk berbentuk manusia dengan mata merah menyala dan tubuh yang tampak seperti bayangan hidup.
“Mereka adalah Penjaga Kabut,” ujar Tetua dengan suara rendah. “Makhluk ini tidak bisa dilawan dengan senjata biasa.”
“Kalau gitu, kita pake apa? Ceramah?” tanya Tatsu.
Ryo mengeluarkan gulungan mantra yang diberikan Penjaga Dimensi. “Kita harus menggunakan ini.”
Dia membaca mantra dengan suara tenang tapi tegas. Cahaya biru mulai memancar dari gulungan itu, mengusir kabut dan makhluk-makhluk bayangan.
“Mundur! Cepat!” perintah Ryo.
Mereka berlari melewati hutan, meninggalkan makhluk-makhluk itu di belakang.
Puncak Perjalanan: Kuil Cahaya
Setelah beberapa jam berjalan, mereka akhirnya tiba di puncak bukit tempat Kuil Cahaya berdiri. Kuil itu tampak megah dengan pilar-pilar putih yang menjulang tinggi. Di tengah kuil, sebuah altar besar menunggu.
“Kita harus segera melakukan ritualnya,” ujar Tetua.
Ryo meletakkan Kristal Zenthara di atas altar. Cahaya kristal semakin terang, memancar ke seluruh ruangan.
Tatsu memandang dengan kagum. “Wow… ini keren banget. Kayak konser laser.”
“Lo serius nggak sih?” Riko mendelik.
Tetua mulai mengucapkan doa-doa kuno. Energi dari Kristal Zenthara mulai membentuk lingkaran cahaya yang melindungi seluruh area.
Tiba-tiba, tanah bergetar. Dari balik pintu kuil, muncul sosok besar berbentuk naga dengan sisik hitam mengkilap.
“Gue nggak tahu naga itu bagian dari paket,” ujar Tatsu dengan suara gemetar.
“Naga ini adalah penjaga terakhir,” ujar Tetua. “Kalian harus membuktikan diri.”
Bersambung di Bab 35.