" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 11
" Assalamualaikum,"
Pletak
Bukan salam yang dijawab tapi kepala yang mendapatkan pukulan. Zanita dnegan wajah masamnya tidak menyambut putra bungsunya dnegan senyuman. Melainkan pukulan di kepala. Meskipun tidak keras namun cukup membuat Lean kaget.
Baru saja masuk ke dalam rumah, dia sudah disambut dengan tangan yang melayang ke arah kepalanya. Bukan hanya itu, tatapan tajam Andra yang berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada menambah kesan serius pagi itu.
" Kenapa nggak pulang ke rumah. Kemarin kata Yasa dia lihat kamu wira-wiri keluar masuk apartemen, jelaskan pada Mama dan Papa, Leandra Ranza Dwilaga."
Degh!
Lean terkejut mendengar apa yang garu saja dikatakan oleh sang ibu. Tapi sebenarnya pun dia tidak heran, pasalnya keluarganya banyak dan teman dari keluarga mereka pun juga tersebar di seluruh Jakarta. Mustahil jika tidak ada yang melihatnya.
Tapi bukan itu poin utamanya sekarang. Yang harus Lean pikirkan adalah bagaimana menjawab serta menjelaskan tentang ketidak pulangan nya ke rumah padahal sudah kembali dari luar kota. Dia juga tidak pergi ke kampus.
" Anu, aduuh Ma, Pa, please biarin Lean duduk dulu napa ya."
Lean melenggang masuk melewati kedua orang tuanya. Matanya menyebar ke seluruh rungan. Dia mencari Zara, kakak perempuannya yang biasanya akan membantu dirinya jika tengah terpojok seperti ini.
" Nggak usah nyari mbakmu, dia udah pergi dari sebelum subuh tadi karena ada pasien darurat. Jadi bantuan mu tidak ada untuk saat ini anak muda."
Lean membuang nafasnya kasar. Apa yang dikatakan Andra tadi sungguh seperi apa yang Lean pikirkan. Dan sepertinya kali ini dia harus menghadapi kedua orangtuanya sendiri tanpa bantuan.
" Jadi gini, kemarin yang aku bilang ke Papa tuh bener kok. Aku lagi ada study banding gitu sama salah satu mahasiswa yang ada di luar kota. Banyak yang kami obrolin. Dimana akhirnya memang aku diminta buat stay. Jadi 2 hari di sana terus aku balik. Tapi aku balik ke apartemen karena udah lama tuh tempat nggak diberesin, rencananya aku mau nempatin lagi Pa, Ma. Aku lagi mau ngerjain buku baru, nah Papa sama Mama tahu dong kalau aku mau ngerjain buku tuh haru sunyi sepi di malam ini, eeh malah jadi lirik lagu. Tapi ya gitu lah, jadi ke depannya aku bakalan lebih banyak nginep di apartemen. Ini aku pulang buat ambil beberapa buku sama pakaian."
Cara bicara Lean yang tenang itu tidak membuat Andra dan Zanita serta merta percaya begitu saja. Mereka berdua merasakan sebuah kejanggalan dalam setiap ucapan putranya.
Bagaimana tidak, tiba-tiba Lean ingin tinggal di apartemen yang sudah lama ia beli tapi sangat jarang ditempati. Dengan alasan membuat buku, itu sedikit mengganggu pikiran mereka.
Terlebih Andra, dia merasa ada yang disembunyikan oleh sang putra. Dia pernah mengalami seusia Lean, dimana kadang ada yang ia sembunyikan pada kedua orangtuanya dulu.
" Lean, kamu nggak lagi nyembunyiin sesuatu dari Papa dan Mama kan? Kamu nggak lagi ngumpetin cewek kan? Atau jangan-jangan bener lagi kamu lagi ngumpetin cewek yang nggak sengaja kamu nodai di apartemen?"
" Astaghfirullah Papa, kayaknya Papa terkontaminasi sama novel online buatan Bibi Hasna deh. Udah berapa banyak novel online yang Papa baca. Papa emang ada waktu luang gitu buat baca sampe-sampe punya pikiran gitu ke anak sendiri?"
Sebenarnya Lean amat sangat terkejut mendengar dugaan yang keluar dari mulut sang ayah. Karena dugaan dan prasangka itu separuhnya benar. Tapi ia berusaha untuk memelintir fakta yang ada.
Plak!
Andra pun mendapat pukulan kecil dari Zanita. Ibu dari dua anak itu juga merasa bahwa suaminya keterlaluan dalam menuduh putranya. Meksipun Zanita curiga dan merasa janggal dengan semua penjelasan Lean, tapi dia tetap berusaha percaya kepada sang putra.
" Mama harap itu bener ya Lean. Ya udah kalau itu alesannya. Kamu udah dewasa, udah tahu mana yang salah dna bener. Jadi Mama harap kamu nggak ngerusak kepercayaan Papa dan Mama."
" Iya Ma, Lean tahu kok. Maaf ya kalau udah buat Mama dan Papa khawatir."
Lean meminta maaf dengan tulus. Bukan hanya untuk dia yang tidak pulang, tapi permintaan maaf Lean tadi juga mengandung makna atas penyesalannya karena menyembunyikan pernikahan dan istrinya.
Tap tap tap
Cekleek
Bluuuk
Lean menghempaskan tubuhnya di atas ranjangnya. Ia menutup matanya dnegan lengan kanannya. Sebuah helaan nafas yang terasa berat dari mulutnya bisa ia dengar sendiri melalui telinga. Ya saat ini Lean merasa bahwa kedepannya hidupnya akan jauh lebih berat.
Bukan hanya sebagai dosen melainkan sebagai suami. Jeanica, wanita yang telah jadi istrinya itu adalah mahasiswanya. Entah bagaimana dia akan bersikap nanti. Entah bagaimana dia akan memperlakukan Jea kedepannya.
" Jea, aah iya aku lupa. Sebelumnya kan dia juga udah pernah tinggal di Jakarta ya? Terus kira-kira dimana tempat kos nya? Pasti kan ada barang-barang miliknya yang harus diambil dari kos terus dipindahin ke apartemen. Haah aku beneran nggak kepikiran sampe situ. Ughhh, nanti lah aku tanyain. Aku tidur dulu aja lah."
Rasa lelah yang dirasakan Lean seminggu ini seolah bertumpuk sehingga membuatnya langsung tertidur ketika memejamkan matanya. Bahkan saat azan luhur lalu masuk waktu ashar pun Lean hanya bangun, menjalankan sholat laku tidur kembali.
Tok! Tok! Tok!
" Lean, sayang bangun nak! Ini udah magrib!"
Tok! Tok! Tok!
" Lean bangun!"
Sraak
Gedubrak
Lean terkejut, ia terbangun dengan terburu-buru sehingga tubuhnya yang belum seimbang terjatuh ke lantai.
" Auchhh, iya Ma ini udah bangun."
Lean menjawab sekenanya, ia bangun perlahan. Mengambil ponselnya untuk melihat jam. Di layar ponsel tertera angka 17.55 yang berarti itu jam enam kurang lima menit. Lean lalu bergegas masuk ke kamar mandi. Yang pertama kali harus ia lakukan adalah mandi lebih dulu lalu menjalankan kewajiban sholat magrib. Setelah itu dia keluar dari kamar. Rupanya di meja makan sudah berkumpul semua anggota keluarganya. Papa, Mama dan kakak perempuannya.
" Sesibuk apa sih Lean bisa-bisanya kamu tidur seharian. Kayak orang pingsan aja."
" Woaah capek deh pokoknya Mbak Za, nggak bisa dijelasin dengan kata-kata."
Zara hanya menggelengkan kepalanya pelan. Adiknya itu sellau begitu, mengeluh capek tapi tetap saja tidak mengurangi kesibukannya. Dan itu sudah jadi hal yang lumrah bagi semua anggota keluarga di rumah itu.
" Oh iya Lean, katanya kamu beresin apartemen. Emangnya kapan mau ditempati lagi.
" Oh apartemen. Astagfirullah aku lupa."
TBC