NovelToon NovelToon
Titik Koordinat Mimpi

Titik Koordinat Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Harti R3

Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi Buruk

Jangan pergi!

Kembalilah padaku!

Kumohon jangan pergi!

Tidaaaakkk!!!

Nafasnya terengah-engah. Dadanya kembang kempis seperti tengah berlari dengan kecepatan tinggi. Ia mengusap wajahnya dengan gusar. Apa? Aku bermimpi? Ya, dia hanya bermimpi buruk di pagi hari. Terbangun sebelum jam wekernya berbunyi. Tak seperti biasanya, kali ini mimpi itu terasa nyata. Entah siapa yang berada dalam mimpinya. Hanya ia seorang diri tengah berdiri di tepi tebing dengan hamparan laut luas. Menggenggam sebuah foto seorang pria, yang ia pun tak tahu siapa itu.

Kriiiiiingggg!!!

Ia mematikan jam weker yang baru saja berbunyi. Menyingkap selimutnya dan segera merapikan tempat tidurnya. Bergegas pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Mimpi apa itu tadi? Siapa di foto itu? Tak pernah aku melihatnya. Waktu masih menunjukkan  pukul 05.00 pagi. Masih ada waktu tiga jam sebelum kuliah paginya dimulai. Ia segera berganti pakaian dan pergi ke taman tak jauh dari kost untuk berolahraga pagi. Jogging salah satu aktivitas yang ia lakukan di pagi hari. Tak jauh dari kostnya, terdapat sebuah taman yang cukup luas. Tak sedikit orang menghabiskan waktu pagi mereka dengan jogging di sana. Tiba-tiba saja terdengar suara tangisan anak kecil dari arah taman. Benar saja ada anak kecil yang terjatuh saat belajar naik sepeda. Jarak yang tak jauh dengan keberadaannya, membuat ia berlari ke arah anak kecil itu.

“Hei, kamu gapapa?”

“Aku jatuh kak, kakiku berdarah. Huaaaaa..”

“It's okay. Sini kakak tiup. Kakak pakein plester yaa.”

Anak itu pun mengangguk sambil terisak. Tak ia dapati orang dewasa di sekelilingnya. Tak ia dapati pula orang tua dari anak kecil ini.

“Nama kamu siapa?”

“Hana.” Jawabnya singkat.

“Oke sudah selesai. Ngomong-omong kamu sendiri?”

“Aku bersama ayah ibuku. Tadi aku ingin sekali belajar sepeda. Setelah kurasa bisa, aku kayuh sepedaku hingga tak sadar aku sudah terlalu jauh dengan ayah ibuku. Hiks.”

“Gapapa, ada kakak. Ayo kakak temani mencari ayah ibumu.”

“Hana... Hana... kamu dimana? Ayah Ibumu mencarimu. Hana...” seorang laki-laki muda berperawakan jangkung, berkulit putih, berbadan atletis dan rupawan memanggil nama Hana berulang kali. Mungkin dia ayahnya, tapi.... “Hana, akhirnya kamu ketemu juga.” berlari menghampiri Hana. “Kamu gapapa?”

Hana hanya mengangguk keheranan. Ia tampak kebingungan dengan keberadaan laki-laki itu. Bagaimana dia bisa tau bahwa namanya Hana. Laki-laki itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. “Iya Hana sudah ketemu, tidak jauh dari kolam ikan. Baik saya tunggu di sini.” Ia pun menutup telepon dan berlutut di depan Hana. “Kamu gapapa Hana? Kamu jatuh?” sembari mengelus lutut Hana yang tertutup plester.

“Kamu siapanya Hana?”

“Oh aku bukan siapa-siapanya Hana. Tadi ada sepasang orang tua muda yang kebingungan mencari anaknya jadi aku berniat membantu.”

“Hanaaa...” Terdengar teriakan perempuan muda yang tengah berlari ke arah mereka.

“Ibu.. Ayah.. Huaaaaa.” Hana kembali menangis sambil memeluk erat Ibunya.

“Kamu gapapa, Nak. Ibu sama ayah mencarimu kemana-mana.” Ucap wanita muda itu yang tampak begitu khawatir.

“Maaf, Bu. Maafin Hana.”

“Terima kasih Bian sudah menemukan Hana.” Ucap Ayah Hana menepuk pundak laki-laki itu.

“Bukan saya om, tapi dia.”

“Oh terima kasih banyak, bahkan kamu memberikan plester pada Hana.” melihat lutut Hana yang sudah terdapat plester. “Siapa nama kamu?”

“Zefanya, panggil saja zizi.”

“Terima kasih zizi, kamu bahkan merawat lukanya. Entah apa yang terjadi jika Hana tidak bertemu kamu.”

“Ayah aku tadi jatuh dari sepeda, trus Kak Zizi nolongin aku. Lukaku dikasih plester sama Kak Zizi. Kak Zizi baik. Makasih Kak Zizi. ”

“Sama-sama Hana. Lain kali hati-hati. Kamu udah jago lho naik sepedanya.”

Bian yang melihat kebaikan Zizi dan kedekatannya bersama Hana tanpa sadar tersenyum. Betapa tulus hatimu menolong anak kecil yang bahkan tak pernah bertemu sebelumnya.

“Yaudah sekali lagi terima kasih ya Zizi. Bian terima kasih ya sudah membantu. Kami pamit dulu.”

“Makasih ya Zizi, Bian.”

“Sama-sama tante.” Ucap Zizi bersamaan dengan Bian. “Hati-hati Hana.” Zizi terkejut dengan Hana yang tiba-tiba memeluknya.

“Makasih Kak Zizi, besok sepedaan bareng Hana yaa.”

“Tentu dong.” Jawab Hana sembari melambaikan tangan melihat Hana yang kian jauh.

“Yours?” suara Bian memecah keheningan selepas kepergian Hana. Ia menyodorkan flashdisk yang terjatuh.

“Ah iya. Thank you. Aku duluan ya.” Zizi menerima flashdisk yang diberikan Bian lalu bergegas meninggalkannya. Mengingat sudah pukul 06.30, dan ia harus segera bersiap-siap ke kampus.

Belum sempat Bian menjawab, Zizi sudah berlari ke arah kost tempat ia tinggal. “Zefanya? Nama yang bagus. Zizi.” Ia mengulas senyum dan beranjak pergi.

 

***

 

Zefanya Alessandra atau Zizi. Mahasiswi semester 5 studi Desain Komunikasi Visual di salah satu universitas negeri di Kota Malang. Tinggal di Malang seorang diri membuat Zizi dituntut untuk mandiri. Kedua orang tuanya bekerja di Bandung. Rumah orang tuanya memang jauh dari kampus tempatnya menimba ilmu. Untuk itu ia memutuskan untuk kost di lokasi tak jauh dari kampusnya. Sedangkan rumah orang tuanya dihuni oleh kakek neneknya.

“Zi hari ini ada dosen baru lho. Pak Arya ada tugas di luar negeri jadi mau gak mau diganti sama dosen baru.” Kata  Felicia penuh semangat menggoyang2kan tangan Zizi.

“Oh ya? Aku harap dosennya seenak pak Arya.”

“Dosennya masih muda, ganteng lagi. Aku tadi liat di depan ruang dosen ngobrol sama Pak Bisma. Aaaaaa keren pokoknya.” Teriaknya histeris.

Zizi hanya menggelengkan kepala melihat sahabatnya yang begitu penuh semangat. Tiba di kelas mereka tampak terkejut. Bangku bagian depan sudah penuh tak tersisa. Semua mahasiswi berlomba-lomba duduk paling depan. Ah benar saja ada dosen pengganti, sudah pasti para gadis itu hendak cari perhatian. Hanya tersisa dua baris tempat duduk di bagian belakang yang masih kosong. Tentu saja bergabung dengan cowok-cowok.

“Dosennya dateng, ayo buruan merapat.” Teriak salah satu mahasiswi sambil berlari mengambil duduk paling depan.

Riuh para gadis membanjiri ruang kelas begitu dosen tampan itu masuk ke kelas.

“Pagi semua...”

“Pagi Paaaak.”

“Apa kabar semuanya? Semangat sekali ya sepertinya.”

“Semangat dong Pak.” Sahut semua gadis di dalam ruangan. “Apalagi dosennya ganteng.” Celetuk salah satu mahasiswi yang duduk paling depan.

“Waaah gitu ya. Oke teman-teman di sini saya menggantikan Pak Arya yang kebetulan sedang tugas di luar negeri ya. Nama saya Biantara Wisam, biasa dipanggil Bian.”

“Selamat datang Pak Bian.”

“Ganteng banget tau, Zi.”

“Siapa tadi namanya, Bian ya.” Bian? Seperti pernah dengar.

Setelah memperkenalkan diri, kini giliran Bian mengabsen satu persatu mahasiswanya. Para gadis kegirangan begitu satu persatu namanya dipanggil oleh dosen tampan itu. Sampai tiba pada abjad Z. Terdapat tiga nama perempuan pada absen terakhir.

“Zefanya?” gumamnya lirih. “Zefanya Alessandra?”

“Hadir Pak.” Ucap Zizi mengangkat tangannya. Kedua pandangannya bertemu dengan Bian. Pria yang ia temui di taman tadi pagi. Siapa sangka ia adalah dosennya. Zizi memang tak memperhatikannya dengan seksama saat bertemu tadi pagi.

“Oke.” Bian mengulas senyum melihat Zizi. Ia melanjutkan kegiatannya memanggil mahasiswanya. Zefanya Alessandra, lebih indah dari yang gue kira.

Melihat Bian yang mengulas senyum, Zizi membalas dengan anggukan. Ia seolah salah tingkah bertemu Bian kembali disaat yang dia rasa kurang tepat. Bagaimana tidak, dia dosen di kelasnya. Ia kembali melihat sekitar, was-was kalau saja teman-temannya mengetahui.

“Kemarin ada tugas dari Pak Arya kan? Boleh dikumpulkan ke saya.”

“Ziiiiiiiiii.” Ucap cowok-cowok yang duduk di belakangnya. Zizi hanya melayangkan tatapan maut kepada mereka. Alih-alih takut, mereka malah memuji kecantikannya.

“Cantiknya Ziziiiiiii.” Berseru dengan kompak.

Zizi hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Ia lalu berjalan maju menuju meja Bian untuk menyerahkan flashdisk yang Ia bawa. Flashdisk yang juga Bian temukan tadi pagi. Bian memperhatikan Zizi yang datang ke arahnya. Tentu saja membuat Zizi nervous, dan pasti pipinya mulai memerah. Ia mencoba menetralisir kegugupannya yang mulai tak terkendali.

“Ini Pak.” Ucap Zizi menyerahkan flashdisk yang dibawanya.

“Duduk.” Titahnya kepada Zizi.

Ia memperhatikan teman-temannya yang terus memandang ke arah Bian. Menghela nafas panjang adalah jurus jitu menetralisir kegugupannya. Bian melepas kembali kabel yang sudah tersambung ke layar proyektor sebelumnya.

“Sepertinya kamu orang yang bertanggung jawab.” Ucap Bian memecah keheningan diantara mereka berdua. “Nama filenya apa?” sambil mengutak-atik laptopnya.

“Di sini. Namanya Tugas Pak Arya.” Sambil menunjuk ke arah layar laptop. Melihat kursor yang mengarah ke tulisan salin, Zizi segera menyela. “Di cut aja Pak biar gak penuh.” Bian hanya mengulas senyum.

“Sudah.” Bian mengembalikan flashdisk milik Zizi. Zizi pun kembali ke tempat duduknya. Bian membuka kembali laman wordnya yang hendak ia tunjukkan kepada Zizi namun ia urungkan. Zefanya Alessandra, indah seperti pemilik namanya. Ia pun menghapus kalimat tersebut, dan menutup laman wordnya. Menyambungkan kembali ke layar proyektor.

 

Biantara Wisam, seorang pria berwajah rupawan, berkulit putih, berbadan atletis, tingginya berkisar 180cm. Gadis mana yang tak terpesona melihat ketampanan dosen muda tersebut. Bukan soal itu. Rasanya Zizi kembali menyelami alam mimpinya pagi itu. Mimpi yang sama seperti kemarin. Namun, Ia tengah terheran karena pria yang berada di foto itu adalah Bian. Apa hubungannya dengan Bian? Bahkan jauh sebelum bertemu Bian Ia sudah memimpikannya. Kini, Ia benar-benar bertemu laki-laki di foto yang ia peluk dalam mimpi.

“Apa arti memimpikan orang yang belum kita kenal tapi nyata di kehidupan?”

“Maksudnya?” tanya Felic heran.

“Aku bermimpi menangisi seseorang yang bahkan aku belum pernah ketemu. Selang beberapa waktu di dunia nyata aku bertemu dengan pria di mimpiku.”

“Mmmmmm mungkin jodoh.”

Plak! Zizi melayangkan kertas dikepala Felic. “Aduuuuh.” Gerutu Felic. “Loe ya nanya dijawab malah nge-geplak orang sembarangan.”

“Gak tau deh, kayaknya gue aneh akhir-akhir ini.” Membenamkan kepalanya di kedua tangannya yang bertumpu.

Hati minggu pagi itu, mereka jogging bersama di taman tempat biasa Zizi menghabiskan waktu olahraganya. Mereka duduk di kursi taman lengkap dengan mejanya. Udara pagi yang masih bersih dan hangatnya sinar mentari menyusuri meja tempat mereka beristirahat. Tak lama kemudian terdengar suara pria memanggil nama Felicia. Felicia pun terperanjat, dan sontak menggoyangkan tubuh Zizi. Ponsel Zizi pun jatuh ke bawah meja.

“Zi, bangun Zi bangun.”

“Loe udah dijemput ya? Gue sendiri dong.” Sambil mencoba meraih ponsel di kolong meja.

“Hai, pagi.”

“Pagi Pak Bian.”

Mendengar kata Bian, Zizi pun terkejut dan segera meraih ponselnya. Dug!!

“Aaaaaargh.” Kepalanya terbentur meja batu.

“Zi, kamu gapapa?”

“Zizi?” Bian berjongkok melihat Zizi di bawah meja. “Aman?” melihat Zizi meringis kesakitan. Zizi hanya menggelengkan kepalanya sambil mencoba duduk kembali.

Gila. Malu setengah mati gue.

“Loe gapapa? Berdarah gak? Lagian loe ngapain juga di kolong meja? Perlu obat gak?”

Tangan Zizi sontak menutup mulut sahabatnya yang sedari tadi berbicara tanpa henti. “Brisik.” Sahabatnya pun manyun dibuatnya.

“Yakin gapapa?” tanya Bian mengalihkan perhatian keduanya.

“Gapapa kok. Aman. Lagian kenapa loe tiba-tiba muncul?”

Bugh! Felicia menggeplak bahu Zizi. “Mulut loe. Dia Pak Bian, dosen kita!”

“Gapapa, ini di luar bukan di kampus, panggil aja Bian.”

“Tetep aja Pak gak sopan.”

“Bian aja, kita gak beda jauh. Kalo di kampus, baru panggil Pak.”

“Yakali mau manggil Bian, yang ada histeris satu kelas.” Celetuk Zizi. “Ah! Sakit!” Felic kembali menjitak kepala Zizi yang sembarangan bicara.

“Maafin temen saya ya Pak. Eh Bian maksudnya. Nilainya kasih jelek aja gapapa.”

“Sudah sarapan? Sarapan bareng yuk.”

“Boleh. Yuk! Tapi...”

“Feliciaaaa.....” mereka bertiga kompak mengalihkan pandang menuju sumber suara.

“Angga.” Melambaikan tangan. “Maaf ya Bian gak bisa ikut sarapan bareng, udah dijemput. Duluan yaa. Zi nitip laptop ya nanti pulang gue ambil.”

“Hmmm...”

“Hati-hati Felice”

Tersisa mereka berdua. Felicia dan Angga sudah tak lagi terlihat oleh mata. “Jadi gimana?”

“Mmmm...”

“Kak awas kak, anjingnya lepas.”

“Aaaahhh anjing!” sontak Zizi berlari kebelakang tubuh Bian dan reflek memegang lengan Bian. “Hush hush sana dasar anjing loe!”

Bian menatap heran dengan tingkah Zizi yang begitu takut dengan anjing. “Engga gue gak ngumpat, emang itu namanya anjing. Serius. Aaaaaa!” Zizi berteriak histeris, tangannya  pun tak lepas dari lengan kekar Bian.

“Cici. Maaf ya Kak udah ganggu. Cici ayo sini pulang.” Sepasang muda mudi itu pun mengalungkan rantai ke leher Cici, si anjing.

“Santai aja.”

Guk guk!

“Engga!” teriak Zizi bergidik saat Cici mencoba mendekatinya yang bersembunyi di belakang Bian. Ia pun mengitari tubuh Bian yang sedari tadi heran dibuatnya. Beralih ke depan tubuh Bian, dan memastikan Cici sudah pergi dengan pemiliknya.

“Setakut itu sama anjing?”

“Engga. Geli aja liat dia ngendus-endus.” Masih melihat-lihat sekitar.

“Trus kenapa kamu masih pegang tangan aku? Takut apa modus sama dosen tampan?”

Zizi sontak melihat tangannya yang masih memegang erat tangan Bian. Tak sengaja merasakan kekarnya lengan Bian digenggamannya. Ia pun dengan cepat melepas tangannya. Mencoba merasa baik-baik saja, padahal jantungnya bagai musik diskotik.

“Sorry. Reflek.” Ia tampak salah tingkah. “Mmm kayaknya aku...eh gue gak bisa nemenin sarapan ada acara lain. Gue duluan yaa..” ucap Zizi berjalan mundur terburu-buru.

 Brukkk!! Menabrak tong sampah di dekat kolam. “Gue gapapa.” Ia pun lari bak dikejar hantu. Bukan terburu-buru, hanya saja malu akan tindakannya baru saja. Sepanjang jalan Ia merutuki dirinya sendiri. "Gimana sih loe Zi, duh malu banget. Huhuhuuu."

Bian hanya tertawa kecil sembari menggelengkan kepala melihat tingkah laku mahasiswinya tersebut. Ia kemudian mengambil ponsel yang masih tergeletak di atas meja. Pandangannya tak luput dari earphone bluetooth di meja. Zee-zee. Selalu saja ketinggalan. Ia tersenyum gemas menatap earphone tersebut. Lucu.

 

 

 

1
Rami
Karya yang luar biasa. Membacanya seakan larut dalam setiap situasi. Bahagia, sedih, lucu bisa ditemukan di karya ini. Jangan lupa membacanya 🥰
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡: Iya, semangat🙏✌
Rami: salam kenal juga kak, karyamu udah banyak semoga nular di aku yaa /Pray/
total 3 replies
Yume✨
Lanjutkan terus, aku bakal selalu mendukungmu!❤️
Rami
Sabar kakak, bentar lagi rilis. Jangan merana lagi yaa hihihi
Yusuo Yusup
Lanjutin thor, jangan biarkan kami merana menunggu~
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!