Genre: Action, Drama, Fantasy, Psychological, System
Seluruh siswa kelas 3A tidak pernah menyangka kalau hidup mereka akan berubah drastis ketika sebuah ritual aneh menarik mereka ke dunia lain. Diberikan gelar sebagai "Pahlawan Terpilih," mereka semua mendapat misi mulia untuk mengalahkan sang Raja Iblis dan menyelamatkan dunia asing tersebut. Di antara mereka ada Hayato, siswa yang dikenal pendiam namun selalu memiliki sisi perhatian pada teman-temannya.
Namun, takdir Hayato justru terpecah dari jalur yang diharapkan. Ketika yang lain menerima berkat dan senjata legendaris untuk menjadi pahlawan, Hayato mendapati dirinya sendirian di ruangan gelap. Di sana, ia bertemu langsung dengan sang Raja Iblis—penguasa kegelapan yang terkenal kejam. Alih-alih membunuhnya, Raja Iblis memberikan tawaran yang tak bisa Hayato tolak: menjadikannya "Villain Sejati" untuk menggantikan posisinya dalam tiga tahun mendatang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nov Tomic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
— BAB 11 — Kerajaan Abeir Toril —
Langit mulai berangsur terang saat kami tiba di tepi Abeir Toril. Sepanjang perjalanan, aku hanya bisa mengamati teman-temanku—sosok-sosok yang pernah kukenal begitu baik, namun kini terasa asing di bawah cahaya matahari pagi yang mulai menyelinap di antara pepohonan. Di antara wajah-wajah yang tampak lelah namun penuh tekad, ada rasa hangat sekaligus tegang dalam diriku. Aku berada di antara mereka, berjalan dalam barisan, tapi ada garis tipis yang memisahkan kita; perbedaan nasib dan tujuan yang begitu mendalam, sesuatu yang membuat langkahku terasa berat.
"Hayato, kau tampak diam," suara Ayana yang lembut terdengar dari sebelahku, mengalihkan pikiranku. "Apa kau tidak senang bisa berkumpul lagi?"
Aku menoleh, memaksakan senyum kecil. “Oh, maaf, mungkin aku masih terkejut. Semua ini masih terasa seperti mimpi.”
Ayana mengangguk, senyumnya mengembang sedikit. “Aku bisa mengerti itu. Kita semua mengalami hal yang sama. Tak ada yang menduga akan berakhir di sini, di dunia yang... terasa begitu berbeda.” Ayana terdiam sejenak, menatap ke arah pepohonan di sisi jalan, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Kenta, yang berjalan di depan, tiba-tiba melambatkan langkahnya dan berbalik. “Kita hampir sampai di gerbang Abeir Toril. Raja Abeir akan senang mendengar bahwa semua orang dari dunia kita akhirnya ditemukan,” ucapnya sambil menatapku serius. Aku tahu maksud tatapannya—setidaknya itulah kesan yang kutangkap dari nada bicaranya—bahwa aku seharusnya bisa merasa aman dan diterima di tempat itu.
Namun di dalam hatiku, ada rasa tak nyaman. Bagaimana jika kehadiranku menimbulkan masalah? Apa yang akan terjadi jika mereka tahu tentang keterlibatanku dengan pihak Raja Iblis? Aku sendiri tidak yakin apa alasanku mengikuti mereka ke sini. Mungkin rasa rindu akan kenyamanan bersama teman-teman lama atau keinginan untuk mengamati lebih jauh. Terlepas dari semuanya, aku memutuskan untuk menjaga sikap tenang dan waspada.
Setibanya di gerbang, kami disambut dengan antusiasme yang menggetarkan. Tentara dan penjaga kerajaan menunduk hormat pada rombongan kami, sementara beberapa orang kota menyambut dengan sorak-sorai kecil. Pemandangan Abeir Toril sendiri sungguh menakjubkan; kastil besar berwarna putih gading menjulang di tengah kota yang dikelilingi benteng tinggi, dengan jembatan-jembatan gantung menghubungkan menara-menara. Jalan utama yang kami lalui dihiasi batu-batu berwarna krem, memantulkan kilau sinar matahari yang mulai menyinari seluruh kota.
Di halaman utama kastil, kami akhirnya berhenti. Seorang pejabat kerajaan—pria paruh baya dengan jubah berwarna biru tua yang dipenuhi lencana kerajaan—menyambut kami dengan senyum ramah. “Selamat datang kembali, orang-orang terpilih dari dunia lain,” katanya dengan nada formal, tapi wajahnya menunjukkan rasa kagum dan hormat. “Raja Abeir sudah menantikan kehadiran kalian.”
Rombongan kami mengikuti pejabat itu masuk ke dalam kastil, melalui lorong-lorong megah yang dikelilingi patung-patung ksatria dan lukisan besar berbingkai emas. Suasana terasa begitu tenang, seolah setiap sudut tempat ini dipenuhi dengan kehormatan dan kekuasaan.
Kami dibawa ke sebuah aula besar, tempat Raja Abeir—seorang pria berusia paruh baya dengan rambut gelap yang mulai beruban dan tatapan penuh wibawa—duduk di atas takhta yang dihiasi ukiran-ukiran rumit berbentuk naga. Ia mengamati kami satu per satu, matanya tajam namun penuh kehangatan.
"Selamat datang, para pahlawan muda dari dunia lain," ucapnya dengan suara yang dalam dan berwibawa. "Aku berterima kasih atas keberanian kalian untuk beradaptasi di dunia ini, dan atas tekad kalian untuk melawan ancaman yang akan datang."
Suasana menjadi hening saat Raja Abeir berbicara, dan aku hanya bisa berdiri mematung. Pahlawan muda, ya? Kata-kata itu membuatku merasa asing. Seolah-olah peranku di sini sudah ditetapkan sebagai pelindung, padahal kenyataannya aku mungkin dianggap sebagai musuh oleh semua orang di ruangan ini jika mereka tahu niat asliku.
Raja Abeir kemudian melanjutkan pidatonya dengan nada yang lebih serius, suaranya bergetar penuh emosi. "Kalian semua, kita tahu bahwa Raja Iblis bukan sekadar musuh biasa. Dia adalah simbol dari semua kekejaman dan kehancuran yang pernah menimpa tanah kita. Di bawah kekuasaannya, kota-kota yang dulunya makmur kini menjadi puing-puing, kerajaan yang megah hancur dalam sekejap, dan harapan rakyat lenyap ditelan kegelapan."
Suasana di ruangan itu semakin tegang. Setiap kata yang diucapkan Raja Abeir menggema, membuat ruangan itu dipenuhi rasa takut dan kebencian. "Dia tak kenal ampun! Dia adalah monster yang bersembunyi di balik senyuman, seorang penguasa yang memperdaya, lalu menghancurkan. Banyak yang telah menjadi korban dari ambisinya yang tak terbatas."
Aku merasakan jantungku berdebar kencang mendengar semua itu, dan dada ini terasa makin sesak. Seolah semua yang dikatakan Raja Abeir itu langsung mengarah padaku, menciptakan rasa tertekan yang tak bisa kuabaikan. Apakah mereka akan tetap menerimaku jika tahu hubungan rahasiaku dengan Raja Iblis?
Setelah beberapa saat, Raja Abeir akhirnya berhenti bicara dan menatap kami dengan tatapan penuh harapan. “Para pahlawan muda,” lanjutnya, “aku yakin bahwa kalian memiliki kekuatan besar dan unik yang dapat membantu dunia ini menghadapi kegelapan yang akan datang. Sebagai langkah awal, kalian semua akan diuji dengan kristal sihir untuk mengetahui kemampuan bawaan kalian.”
Mendengar itu, teman-teman sekelasku saling bertukar pandang, terlihat antusias sekaligus gugup. Aku merasa tubuhku menegang. Bagaimana jika kristal itu mengungkapkan sesuatu yang tidak ingin aku ketahui? Sesuatu yang mungkin menunjukkan keterkaitanku dengan Raja Iblis?
“Pengujian ini tertunda karena kemarin kita masih menunggu keberadaan teman kalian yang hilang—Hayato,” lanjut Raja Abeir sambil melirik ke arahku, senyumnya hangat namun tajam. “Dan sekarang, karena kalian semua telah berkumpul kembali, pengujian ini akan segera dilaksanakan.”
Aku hanya bisa mengangguk, mencoba menahan kecemasan yang memuncak.
“Tapi sebelum itu,” tambahnya, “bersiaplah dan rapikan diri kalian. Kita akan melakukan upacara ini dengan penuh kehormatan. Hayato, terutama, sebaiknya kau mengganti pakaianmu terlebih dahulu,” ujarnya sambil melirik pakaianku yang sudah compang-camping dan dipenuhi bekas luka akibat pertarungan di hutan. Tatapannya tak menghakimi, namun kurasakan sedikit perhatian yang membuatku semakin gelisah.
Seorang pelayan istana datang mendekat, memberi isyarat agar aku mengikutinya. Tanpa berkata apa-apa, aku berjalan mengikuti, meninggalkan aula bersama yang lain yang masih sibuk membicarakan tentang pengujian ini. Kupandangi lorong-lorong kastil yang megah dalam diam, pikiranku penuh pertanyaan tentang apa yang akan terjadi. Sesampainya di penginapan, aku disediakan kamar mandi dan pakaian yang baru, semuanya begitu bersih dan mewah—sesuatu yang belum pernah kurasakan selama beberapa hari terakhir.
Saat air hangat menyentuh kulitku, aku mencoba menenangkan pikiranku, tapi kecemasan tentang kristal sihir itu terus mengganggu. Apa yang akan terjadi jika kristal itu menunjukkan sesuatu yang seharusnya tak mereka ketahui? Apa yang akan dilakukan teman-teman sekelasku? Mungkin hari ini adalah hari yang akan mengubah segalanya...