Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
Kenangan berputar di dalam ingatan Hanna dan membawanya pada masa lalu.
Bukan hal mudah bagi seorang Hanna Cabrera untuk bekerja di sebuah klub malam yang membuatnya mendapat pandangan buruk dari orang-orang.
Semua tak lepas dari perbuatan jahat ibu tirinya, Ibu Flora. Beralasan demi menyelamatkan perusahaan keramik ayahnya yang hampir bangkrut, secara diam-diam Ibu Flora meminjam uang dari seorang rentenir yang ternyata adalah pemilik sebuah klub malam.
Ketidakmampuannya membayar utang membuat Ibu Flora mengorbankan Hanna. Menjualnya demi menebus utang dan bekerja dengan tanpa digaji.
Diamnya Hanna bukanlah tanpa sebab. Ayahnya memiliki riwayat penyakit jantung sehingga memaksanya untuk tetap bungkam. Hanna bahkan harus melupakan mimpinya dan berhenti kuliah. Inilah yang menjadi titik awal bagi Evan Maliq Azkara merubah segala persepsi tentang seorang Hanna Cabrera. Merubah kekaguman menjadi kebencian.
"Hanna Cabrera, kau adalah wanita paling menjijikkan yang pernah aku kenal. Kau wanita murahan yang rela menjual diri demi uang! Kau murahan! Murahan!" Ucapan Evan kala itu masih membekas dengan jelas.
Tanpa bertanya, tanpa melihat kenyataan, dengan mudahnya semua makian itu terlontar.
***
"Kenapa kau tidak menjawab? Apa yang kau rahasiakan?" tanya Evan.
Lamunan Hanna seketika membuyar, bola matanya memerah bersamaan dengan cairan yang mengalir. Ia menatap Evan yang seolah menuntutnya sebuah jawaban, menikamnya dengan tatapan tajam.
"Jawaban apa yang kau inginkan dariku?" balas Hanna.
Evan masih menatapnya dengan cara yang sama. "Kau sebenarnya tidak punya jawaban atau kau hanya menyembunyikan kenyataan?"
"Memang kenyataan apa yang kau cari?"
Hanna melirik kedua anaknya secara bergantian. Dua malaikat kecil yang membuatnya tetap bertahan untuk hidup, walaupun rasanya ia mati di setiap harinya.
Hanna pun berkata,
"Kau tidak sedang bertanya. Kau sedang berusaha menunjukkan padaku bahwa anak-anakku adalah kesalahan masa laluku. Kau mau menunjukkan, bagaimana si wanita murahan Hanna Cabrera memiliki sepasang anak kembar tanpa pernikahan dan membesarkan mereka dalam kehidupan yang menyedihkan adalah bentuk hukuman."
Hanna menjeda ucapannya dengan helaan napas panjang. Sementara Evan membungkam.
"Ayah dari anak-anakku adalah orang yang sangat kaya dan terhormat. Dengan uang dan kekuasaannya dia bisa mendapatkan apapun keinginannya. Dia hidup dalam kemewahan, tidur di ranjang yang hangat. Sedangkan anak-anakku tidur di kasur usang yang sempit, rumah yang dingin dan tidak layak. Ironis, kan?"
"Dan kau ingin bertanya, kalau memang dia sangat kaya, kenapa anak-anakku hidup dalam keterbatasan? Kenapa Star harus berjalan jauh dengan tongkatnya hanya untuk mendapatkan makanan kesukaannya secara gratis--sampai akhirnya sakit karena kelelahan."
"Kalau ayahnya orang kaya kenapa Sky harus mencuri hanya untuk membuat adiknya terbebas dari rasa lapar. Kenapa Sky harus merasa iri melihat anak-anak seusianya memiliki keluarga lengkap, mainan yang banyak. Tidur dalam sebuah rumah yang hangat dan layak. Kalau ayahnya orang yang sangat kaya kenapa mereka harus hidup dalam lingkungan buruk dan menjadi bahan hinaan orang-orang? Kau mau tahu alasannya, kan? Aku akan menjawab tanpa kebohongan."
"Karena ayah dari anak-anakku tidak menginginkan mereka. Karena dia membenciku sampai bagian terkecil dari diriku. Karena aku, Hanna Cabrera adalah wanita murahan yang rela menjual tubuhnya pada pria kaya hanya demi uang."
Hanna mengusap air mata yang mengalir di wajahnya.
"Sekarang kau sudah mendapatkan jawaban, kenapa anak-anakku hidup menyedihkan dalam keterbatasan, walaupun mereka memiliki seorang ayah yang kaya. Dan setelah mendengar jawabanku ... aku rasa kau pun tidak akan tertarik untuk tahu siapa dan di mana ayah mereka."
Hanna memang tak menyebutkan sebuah nama, tetapi Evan sudah yakin dengan jawabannya.
Ia diam membisu. Setiap kalimat yang diucapkan Hanna seakan mampu membunuhnya saat itu juga. Menenggelamkannya ke dalam lautan penyesalan yang tak berujung.
****