Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - Tidak Dapat Mengulang Kembali Waktu
Setelah enam lembar foto itu, tidak ada foto lain. Zafira kembali tersadar, setelah kuliah dia sudah jarang memperhatikan pria itu. Hampir seluruh perhatiannya tercurah pada sang kekasih, Ronald. Hati gadis itu terasa dirujam jika mengingat hal itu. Betapa jahat dirinya memperlakukan Fariz. Dia melupakan sahabatnya sendiri setelah mengenal Ronald.
Sejak masa perkuliahan hingga saat masing-masing telah sibuk di dunia kerja, Zafira sudah tidak pernah melakukan foto bersama Fariz di setiap moment ulang tahunnya.
Ya, memang dia tidak pernah melupakan untuk mengirim ucapan ulang tahun melalui ponsel tetapi tetap saja rasanya berbeda. Sekarang dia sadar, dia tidak dapat mengulang kembali waktu dan mengganti kenangan yang telah menghilang tanpa mengabadikan dengan sebuah foto seperti yang selalu mereka lakukan saat berseragam putih biru dan abu.
Kali ini, Zafira kembali menyesali diri. Seharusnya moment itu terus dilanjutkan hingga dewasa tetapi dia sendiri yang telah memupuskannya. Berkali-kali Fariz mengajaknya berfoto bersama di saat ulang tahunnya namun beribu macam penolakan dijadikan alasan olehnya untuk menolak permintaan Fariz. Padahal jika ingin jujur, sebenarnya di hati paling dalam, dia juga ingin sekali berfoto bersama Fariz namun larangan dari Ronald agar tidak melakukan hal semacam itu lagi menjadi penyebabnya. Sebagai seorang kekasih, dia berusaha menghargai larangan Ronald namun justru larangan serta sikap penurut yang dilakukan Zafira sangat menyakiti sang sahabat.
"Maafkan aku Fariz, aku tahu aku salah. Semua hancur karena aku," lirihnya di antara isakan.
Kedua tangan memeluk ke enam lembar foto sambil sedikit mendongakkan kepala dan memejamkan mata. Dia sangat rindu. Tetapi kerinduan itu seolah tidak berujung. Membuatnya tersiksa di setiap hari bahkan dari terpejam mata hingga membuka kembali.
Setelah merasa puas mendekap lembaran foto tersebut, dia kembali mencium, lama, bahkan saking lamanya, air mata pun kembali menetes dan jatuh di foto tersebut.
Seakan takut air matanya akan merusak foto kenangan itu, tangannya langsung menghapus bekas air mata dengan ujung baju. Kembali dia mencium sangat lama foto itu. Mencium di bagian rambut hitam sang pria lalu membelai pipi dengan lembut. Dia tersenyum menatap gambar Fariz. Ditaruhnya dengan rapi foto-foto itu ke tempat semula.
"Terima kasih untuk semua yang sudah kamu lakukan untukku. Kamu sudah menjaga dengan baik seluruh barang pemberianku. Aku berjanji, bila kita bertemu nanti, aku akan menebus semua salahku padamu dan tidak akan pernah menyakitimu lagi dengan kebodohanku" janji Zafira sepenuh hati.
Dan benda terakhir yang ditemukan Zafira yaitu buku kecil dan membaca sebuah puisi ditulis di sana. Hatinya rasa terbelah saat membaca kata demi kata yang tertulis di kertas itu. Matanya kembali menitikkan buliran bening mengisyaratkan jika hatinya kini benar-benar dirujam rasa sesal yang teramat dalam.
( Baca puisinya di "Ternyata Ada Cinta", Bab 47 )
Puisi itu ditulis Fariz saat menjelang pernikahan Zafira. Saat itu Fariz patah hati dan menumpahkan semua perasaan dalam sebuah tulisan.
"Kamu membuatku gila karena-mu... Lalu kamu pergi meninggalkanku tak berjejak" ucapnya lirih seraya menampilkan senyuman yang terlihat kecut.
Air mata terus berjatuhan di pipi saat matanya tidak lepas dari puisi yang tertulis rapi di buku kecil Fariz.
"Aku tidak akan pernah menyerah sampai aku menemukanmu," janji Zafira dalam hati lalu menaruh dan menyusun rapi semua barang kenangan ke dalam lemari kaca.
Malamnya sekitar pukul delapan lewat dua puluh menit, Zafira berdiri terpekur di balkon kamar memandang jauh ke penjuru kota, merenungi usahanya yang kembali gagal hari ini. Harapannya pun kandas bisa bertemu Fariz di kantornya.
Tidak ada yang dapat dilihat dari atas balkon. Kendaraan di komplek perumahan pun sudah jarang melintas. Sepertinya orang-orang sudah beristirahat di rumah masing-masing.
Hanya cahaya lampu jalan dan kerlip lampu remang yang menyala di setiap rumah memberi penyinaran malam ini. Langit hanya ditaburi beberapa bintang membuat malam terasa lebih gelap dibanding malam-malam biasanya. Sesekali tangannya meremas railling balkon, mengisyaratkan kegundahan yang menyesakkan dada.
Matanya menatap kosong kegelapan yang membentang di hadapannya. Lingkaran mata tampak menghitam. Jelas terlihat dari mata itu tampak lelah dan kurang tidur.
Suasana hening, tanpa suara apapun di sekitaran per-komplekan makin menusuk kalbu. Dirinya merasa kesepian. Ya, sangat kesepian semenjak ditinggal Fariz. Rasanya sebagian nafas ikut melayang bersama kepergian pria itu. Hatinya nelangsa. Jiwanya porak poranda. Hidupnya terombang ambing tak tentu arah.
Ingin berteriak, menyesali semua tetapi percuma. Ingin memutar kembali waktu dan mengungkapkan seluruh perasaan kepada Fariz tetapi rasanya terlambat karena pria yang mencintai dan dicintai tak di sisinya lagi. Sekuat apapun dia berfikir tentang kepulangan Fariz tetap tidak ada jawaban. Entah kapan Fariz akan menemuinya. Dia tak sanggup menunggu lebih lama. Dadanya terasa sesak menanggung beban kerinduan yang semakin menghimpit.
Sesekali kepala Zafira terdongak mengamati langit yang hanya ditaburi beberapa bintang sehingga malam tampak muram tidak bercahaya. Malam seolah ikut merasakan kehampaan bahkan kegelisahan hati Zafira yang mengepak lara. Seolah dia memiliki sayap namun tidak mampu untuk terbang tinggi menggapai awan. Dia ingin menemui Fariz tetapi tidak ada jalan untuk menujunya.
Ah, mengapa takdir cinta selalu tidak berpihak padanya. Selalu saja gagal di setiap percintaan. Gagal menikah karena ditipu dan dikhianati mantan kekasih. Saat ini, dia pun kembali gagal mempertahankan suaminya. Gagal mengungkapkan bahkan memperjuangkan cinta karena kelambanannya dalam mempergunakan waktu yang ada dan juga karena kebodohannya yang terlambat menyadari perasaan sesungguhnya. Hanya rasa sesal yang kini tersisa. Hanya air mata yang kini setiap hari mengalir dari kedua sudut mata.
Sampai malam ini air mata masih saja berjatuhan dengan mudahnya membayangkan betapa tulusnya seorang Fariz. Dirinya-lah yang terlalu bodoh telah menyia-nyiakan sesuatu yang berharga dan tak ternilai.
"Apa kamu tidak merindukanku? Rasanya aku ingin gila memikirkanmu setiap hari. Apa kamu sengaja ingin membalas dendam padaku sampai meninggalkanku tanpa memberikanku kesempatan untuk mengungkapkan perasaanku? Aku tidak ingin lagi menjadi sahabatmu tetapi lebih dari pada itu. Aku ingin menjadi istri seutuhnya untukmu" lirih suara Zafira terdengar pilu disertai dengan tetesan air dari sela sudut matanya.
Suasana hening. Zafira terdiam hampir sepuluh menit berdiri membeku, merenungi segala perasaan yang membuncah di jiwa.
Sampai di menit ke sebelas Zafira mendadak menghapus air mata saat terlihat dari tempatnya berdiri ada sebuah mobil memasuki halaman rumah. Dilebarkannya mata, mempertajam pandangan mengawasi mobil yang telah berhenti di depan teras. Hatinya berharap cemas. Ingin sekali Fariz yang datang. Tetapi seketika hatinya kecewa. Bukan Fariz yang datang seperti yang diharapkannya.
Zafira segera menghapus jejak air mata yang masih membekas di wajah. Membalik tubuh masuk ke dalam kamar lalu duduk di sofa, menunggu tamu yang pasti akan datang menemuinya di kamar.
...*****...