Selama 10 tahun lamanya, pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tapi, tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni Dean, mantan kekasih serta calon tunangannya dimasa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#17•
#17
Setelah berpamitan, Adhis terpaksa mengikuti kemauan Raka, ia bahkan memaksakan senyum lebar, demi menghilangkan kekhawatiran orang tuanya. Sungguh belum tega melihat kedua orang tuanya ikut sedih, dengan prahara rumah tangga yang menimpa putri mereka.
Entah seperti apa nanti marahnya Ayah Bima, ketika fakta menyakitkan ini terungkap.
Dengan menggunakan mobil Raka, mereka meninggalkan kediaman Ayah Bima.
Tak sedikitpun Adhis berucap, hanya audio mobil yang menemani perjalanan singkat mereka. Adhis bahkan enggan menatap wajah Raka, ia sibuk menatap keluar jendela, menatap trotoar yang ramai dengan pejalan kaki, dan para wisatawan yang mengunjungi Yogyakarta.
Mobil berhenti di lampu merah, dan Adhis terkejut ketika Raka tiba-tiba menggenggam tangannya. Ingin rasanya ia menarik tangannya dari genggaman sang suami, entahlah, tapi Adhis mulai merasa gak nyaman kala Raka menggenggam tangannya. Padahal dahulu, di mobil pun tangan mereka tetap bergenggaman tangan hingga tiba di tempat tujuan. Hal romantis kecil, yang agaknya kini ingin kembali Raka wujudkan, demi mempertahankan semua yang mereka bangun berdua dari nol.
Setelah lampu berganti, mobil kembali melaju perlahan, masuk ke sebuah perumahan tempat tujuan mereka berakhir. Rumah megah dengan ornamen jawa yang kental, sekaligus rumah yang paling tidak ingin Adhis datangi, karena terlalu sakit hatinya.
Puluhan mobil berderet sepanjang jalan, Adhis mengenali mobil-mobil tersebut, itu adalah mobil saudara jauh Ayah dan Ibu mertuanya. Pantas saja jika Bu Dewi menginginkan kedatangannya, rupanya tamu yang hadir sangat banyak, Bu Dewi pasti akan kerepotan menjawab pertanyaan seputar ketidakhadiran menantunya.
Raka memarkirkan mobilnya, tak jauh dari rumah Anggita, Adhis bahkan bertanya-tanya, kenapa gak sekalian saja Raka memarkirkan mobil di pekarangan rumah Anggita. Tapi Adhis tak mau ambil pusing.
“Ayo …” Ajak Raka sembari mengulurkan tangannya. Walau enggan, tapi dengan terpaksa Adhis menyambut uluran tangan tersebut.
Mereka berjalan melewati Rumah Anggi, Raka bahkan tak sedikit pun menoleh ke rumah istri mudanya. Hingga…
“Papa … “
Suara kecil itu memanggil, ketika langkah kaki Raka dan Adhis memasuki pekarangan rumah orang tua Raka.
Adhis terdiam, Seketika ia melepaskan genggaman tangan Raka, wajahnya dingin dan kaku, emosinya tak terbaca. Raka menoleh menatap Qiran yang tengah berlari dengan kedua kaki kecilnya.
Demi membujuk Adhis, praktis seminggu sudah, Raka absen mengunjungi Qiran dan Anggita. Maka wajar, jika Qiran merindukannya.
Adhis melihat Raka menghampiri gadis kecil itu, bahkan ia melihat Anggita ikut berlari menyusul Qiran. Agaknya Qiran lolos dari pengawasan ibunya, karena itulah, Anggi tergopoh-gopoh menghampiri Qiran yang kini ada di pelukan Raka.
Entahlah, ada perasaan yang sulit untuk dijabarkan, cinta itu, kini hampa karena luka yang terlanjur menganga. Adhis bahkan hanya mampu diam mematung, melihat Raka dan Anggita bekerja sama membujuk Qiran yang tak mau lepas dari gendongan Raka.
“Raka … !” Pekik Bu Dewi. “Bawa sini, cucu Ibu.”
Deg
Adhis mengusap air mata yang mengucur deras tanpa permisi. Rupanya ini alasan Bu Dewi memaksanya datang ke acara ini, ia hendak memperkenalkan cucunya pada semua anggota keluarga Adhitama.
Bu Dewi melewati Adhis begitu saja, seolah sengaja mempertontonkan keberhasilannya memiliki cucu dari menantu kedua. Bu Dewi mengambil alih Qiran dari gendongan Raka, bahkan Adhis sudah berpaling, gak mampu lagi melihat adegan selanjutnya.
Hingga Adhis tak menyadari Raka sudah kembali berdiri di dekatnya. “Sayang … “ ucapnya penuh kelembutan, namun terdengar sungguh menyakitkan.
Adhis masih enggan menoleh, hingga Raka membawa Adhis ke pelukannya, tak ia hiraukan tatapan mata yang menilai sikap mereka, yang terang-terangan berpelukan di depan semua orang. “Aku mau pulang, Mas.”
“Kenapa? Kita sudah disini, setidaknya makan dan Bersalaman Dulu.”
“Apakah Mas begitu ingin melihat hancurnya hatiku?”
“Ap … apa maksudmu?” tanya Raka terbata.
“Baiklah, ayo kita masuk.”
Pecinta textbook pasti 😀
apapun keputusan kak author kamu terima aja ya raka