Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Rajendra 2
Mandaraka, sebuah negara yang terletak di garis katulistiwa. Negara ini menganut sistem monarki di mana kekuasaan tertinggi ada di tangan Raja. Di bawah Raja ada para bangsawan dan kemudian para menteri.
Jika dilihat dari mata masyarakat biasa, para menteri memang lebih berwenang dibandingkan dengan para bangsawan. Namun, hal itu salah besar.
Tiap tindakan dan keputusan para menteri harus memiliki ijin dari para bangsawan kemudian Raja.
Secara sederhananya, para menteri mengatur negara secara terang-terangan sedangkan para bangsawan diam-diam. Selain itu, para bangsawan memiliki kekuasaan, kekayaan, dan kekuatan yang lebih besar dibandingkan para menteri.
Salah satunya adalah keluarga Rajendra.
Singkat cerita, Karsa Rajendra merupakan putra ke 3 yang dulu terkenal suka memberontak dan bersikap kurang ajar pada ayahnya yang merupakan kepala keluarga saat itu. Alhasil, Karsa pun dikeluarkan dari ahli waris.
Karsa sendiri tidak mempedulikan hal itu dan pergi dengan senang hati. Pria itu berniat memiliki keluarga kecil yang terbebas dari gangguan sang ayah.
Sayangnya, suatu hari Karsa mendapatkan undangan dari sang ayah untuk menghadiri upacara penobatan sang kakak sebagai penerus.
"Dasar pak tua sialan," ujar Karsa ketika membaca pesan yang dikirim melalui utusan kepala keluarga Rajendra.
"Tuan besar berpesan, bila anda tidak datang maka beliau akan menggunakan cara kasar." Mata utusan itu melirik ke arah Ekilah yang baru berusia 8 tahun.
Gadis itu mengeluarkan suara tawa saat bermain dengan Rahayu dan Arkara yang masih berusia 2 tahun.
Segera, Karsa sedikit menggeser tubuhnya, menghalangi pandangan utusan itu ke keluarganya. "Baiklah aku akan datang bersama keluargaku. Katanya pada pak tua itu untuk menyiapkan kue 5 tingkat."
"Maaf?"
Brak!
Karsa langsung menutup pintu tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Siapa itu, Papa?" tanya Rahayu.
"Siapa papa?" Ekilah mengulang pertanyaan sang ibu dengan nada lantang mengudang tawa Rahayu dan juga Karsa.
"Bukan siapa-siapa, cuman tamu tak di undang."
Karsa dan Rahayu bertatapan agak lama. Walau tidak bisa melakukan telepati, ikatan batin yang kuat antara keduanya sudah cukup. Rahayu yang mengetahui hubungan antara Karsa dan keluarganya pun menghela nafas pendek.
"Sepertinya aku harus mencari cara menaikkan mood Karsa ketika pulang dari acara keluarganya ini," batin Rahayu.
Beberapa hari berikutnya sebuah mobil hitam tanpa roda muncul di depan rumah Karsa. Itu adalah jemputan mereka.
Di sepanjang perjalanan, utusan yang waktu itu datang terus mengamati keluarga kecil milik Karsa terutama kedua anaknya.
"Mereka berdua terlihat biasa-biasa saja, seperti yang diharapkan dari anak pembuat onar," pikir utusan itu.
Yang tidak diketahui oleh pria itu adalah fakta jika Ekilah sudah mengalami kebangkitan sejak lahir dan levelnya saat itu sudah mencapai level perunggu kelas bawah.
Karsa melirik putrinya, melihat lirikan sang ayah, Ekilah pun terkekeh pelan. Ayah dan anak itu sudah membuat sebuah permainan kecil di mana Ekilah akan menutup energinya selama acara berlangsung.
Jika berhasil maka Karsa akan menemai putrinya bermain selama seminggu penuh dan jika Ekilah kalah, maka dia harus menghabiskan semua sayurnya. Sebuah mimpi buruk untuk anak kecil.
.
.
.
Sesampainya di tempat acara berlangsung, Karsa dan keluarganya harus menyapa kepala keluarga dan calon penerusnya lebih dahulu.
"Ck."
"Acaranya belum di mulai," ujar Rahayu yang melihat ekspresi suram sang suami.
Karsa menggenggam tangan Ekilah dan Rahayu menuju seorang pria tua yang merupakan ayahnya itu. Arkara yang masih kecil berada dalam gendongan sang ibu.
"Oh, Karsa, selamat data-"
"Ehem!" Javas pura-pura terbatuk untuk menghentikan sapaan putra pertamanya.
Bintang utama acara ini adalah dirinya dan Javas. Seharusnya yang memberikan sapaan lebih dulu adalah Karsa bukan mereka.
"Senang bertemu dengan anda lagi, Tuan Abizar dan Tuan Javas." Karsa memberikan sapaan dengan bahasa formal seolah mereka bukanlah keluarga dekat.
Abizar yang merupakan kakak tertua pun tersenyum tipis. Ujung matanya melihat Ekilah yang berdiri di belakang Karsa. Pria itu pun berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Ekilah.
"Halo gadis kecil~ Siapa namamu?"
Mata biru kehijauan Ekilah memperhatikan kapasitas energi yang dimiliki oleh Abizar sebelum menjawab pertanyaannya.
"Ekilah!" Jawabnya bersemangat.
"Senang bertemu denganmu, Ekilah. Kamu bisa memanggilku Paman Abi~"
Ekilah menampilkan senyuman polos layaknya anak kecil. Berbeda dengan hubungan sang ayah, hubungan Karsa dengan kakak tertuanya itu cukup baik.
Abizar pun berdiri. Dia lalu menatap adik iparnya, Rahayu.
"Senang melihat kalian baik-baik saja. Siapa nama pria kecil ini?" Dia melambaikan tangannya ke arah Arkara.
"Namanya Arkara. Kara, coba bilang 'halo' pada pamanmu ini," bujuk Rahayu.
Arkara pun menatap ke arah sang paman. "Alo," katanya dengan nada lirih.
Sikap pemalu Arkara membuat Abizar terkekeh.
"Ehem!" Javas kembali terbatuk. Dia melayangkan tatapan tajam pada Abizar. Isyarat agar pria itu bertingkah lebih bermartabat.
Abizar menghela nafas pendek.
"Abizar, acaranya sudah mau di mulai," ucap Javas. Segera pria tua itu pun berjalan meninggalkan Karsa dan keluarganya.
Karsa langsung membawa istri dan anak-anak menjauh dari sanak saudara yang ada. Bisa repot kalau ada orang yang menantang dirinya lalu kalah.
Ketika acara di mulai Karsa tidak memiliki niat untuk melihatnya sedikitpun. Dia lebih tertarik berbincang dengan putri kecilnya.
"Kamu mau makan apa di sini?"
"Eki mau mamam kue 5 tingkat!" Jawab Ekilah dengan penuh semangat.
Karsa tersenyum tipis. Dia kemudian melirik ke meja makan panjang yang sudah disediakan.
"Bajingan itu benar-benar tidak menyampaikan pesanku rupanya," batin Karsa sebal.
Tangan Karsa terangkat, mengelus kepala Ekilah dengan lembut.
"Nanti papa belikan kalau Eki berhasil memenangkan permainan ya?"
"Oke papa."
Ketika acara utama alias penobatan Abizar selesai, Karsa kedatangan tamu yang menyebalkan. Itu adalah bangsawan dari keluarga lain. Meski mereka bukan termasuk keluarga inti tapi reputasi mereka cukup bagus jika dibandingkan dengan Karsa.
"Wah, wah, lihat siapa ini. Kamu benar-benar tidak tahu malu datang kemari ya, Karsa." Seorang pria berpakaian mahal berkata dengan nada mengejek.
Mata pria itu melirik Rahayu yang sedang mengajak bicara Arkara sembari memberikannya beberapa makanan yang sekiranya cocok untuk anak berusia 2 tahun. Ekilah juga ada di sana, memilih kue yang menarik perhatiannya.
"Tidak hanya datang tanpa undangan tapi keluarga kecilmu itu hanya numpang makan di sini. Apa mereka begitu kelaparan?"
"Ah, aku ingin mencolok matanya dengan garpu," batin Karsa sebal.
Karsa tetap diam. Jika yang berada di sini adalah dirinya yang dulu maka sudah dipastikan akan ada seseorang yang menelpon ambulan. Untungnya, sejak memiliki Ekilah dan Arkara, pria itu jadi lebih mampu untuk mengontrol amarahnya.
Mata ungu Karsa melirik Javas yang tengah memperhatikan dirinya dari jauh.
"Sepertinya dia sengaja membiarkan mereka memancing amarahku," batin Karsa.