Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
...*...
Usai makan malam keluarga Papa Daniel berkumpul bersama di ruang keluarga, seperti yang selalu mereka lakukan dulu, ketika masih tinggal di kampung.
Tampak Papa Daniel duduk di sofa panjang berdampingan dengan Mama Zeya. Zando duduk di samping mamanya dengan menyandarkan kepalanya pada pundak sang Mama.
Adzana duduk di bawah beralaskan karpet bulu dan bersandar pada Arbi suaminya. Sementara Azura duduk di sofa single, bermain ponsel.
Mama Zeya mengelus-elus kepala putranya dengan lembut, sehingga membuat pemuda itu seperti dinina bobokkan.
"Apa rencana Abang selanjutnya?" tanya Mama Zeya.
"Mencari Kamila, Ma," jawab Zando.
"Emang Abang sudah tahu Kamila ada di mana?" tanya Adzana menimpali.
"Gak tahu, tapi setidaknya kan harus usaha dulu, Kak," sahut Zando.
"Terus, Abang bener mau hiatus dari dunia hiburan?" tanya Adzana lagi.
"Hmmm ... hanya sementara waktu, sampai urusanku selesai," jawab Zando.
"Kalau tidak ketemu juga, bagaimana? Emang Abang mau keliling Indonesia untuk mencari Kak Mila?" ketus Azura.
"Isssht ... dulu Mama ngidam apa sih, waktu hamil Adik? Mulutnya itu loh, mengandung bon cabe deh, kayaknya," sungut Zando.
"Diiihh ---"
"Sudah ...! Kalian ini selalu saja ribut kalau ketemu!" lerai Mama Zeya.
"Terus masalah penalti itu bagaimana? Enak banget itu pemilik agensi! Masa Abang doang yang kena denda sementara dia tidak. Padahal semua kekacauan ini berasal dari dia!" kesal Adzana.
"Kalau soal itu, Nino yang mengurusnya, Kak. Abang sudah menyerahkan semuanya sama dia," sahut Zando.
"Sudahlah, biarkan saja. Bukan kita yang menghukumnya, tapi hukuman Tuhan itu nyata adanya. Lagipula Om Danish juga sudah menarik sahamnya dari sana. Itu kan sama saja, Kak." timpal Papa Daniel.
"Iya, saham Om Danish di sana hampir lima puluh persen, belum lagi jika yang lain ikut menarik sahamnya karena kasus ini. Bisa dipastikan agensinya bakalan oleng, tuh," komentar Mama Zeya.
"Kita lihat saja nanti, ke depannya bagaimana. Kalau dia masih berani merecoki abang, yang pasti abang tidak akan tinggal diam lagi," ucap Zando.
"Semua ini abang lakukan, karena masih menghargainya sebagai orang yang setidaknya berjasa pada karier abang," imbuhnya.
"Cakep, mama setuju sama Abang," ujar Mama Zeya.
"Wah, papa tidak menyangka, Abang sudah bisa berpikir dewasa sekarang," puji Papa Daniel.
"Terus, Nino bagaimana kalau Abang hiatus?" tanya Arbi kepo.
"Apakah di kantor Kak Arbi ada lowongan kerja?" tanya Zando.
"Nino biar bantu-bantu Kak Rima di Ze.A Beauty. Nino sudah biasa bersinggungan dengan artis, jadi akan memudahkan pekerjaan Kak Rima, untuk mencari model iklan." Adzana menimpali.
"Makasih, Kak." ucap Zando.
Perbincangan hangat terus berlanjut sambil sesekali diselingi canda tawa. Sedangkan Arbi menjadi pendengar, dan hanya sesekali menimpali, sebab dia merasa sebagai orang luar takut jika salah bicara.
.
Keesokan harinya.
Setelah semua masalah terlewati dan berakhir terpaksa damai, Zando mulai menata hidupnya kembali. Ia ingin membuka lembaran baru. Dan hal pertama yang akan dilakukannya adalah mencari keberadaan Kamila. Meski itu tidak mudah, tapi setidaknya usaha harus ia lakukan.
Namun apabila sudah berusaha tapi ternyata kenyataan tidak sesuai harapan, itu kembali lagi bahwa manusia hanya bisa berencana dan untuk hasil akhir, kita serahkan kepada yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT.
Dan mengenai segala macam hal yang berkaitan dengan urusan keuangan dan pembayaran penalti, Zando menyerahkan semua urusan pada Nino Fabian selaku asistennya.
Seperti pagi ini Nino datang, untuk membahas tentang semua hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
"Kamu urus semuanya, jangan sampai ada yang terlewat. Termasuk semua iklan."
"Tapi ada beberapa iklan yang tetap mempertahankan kamu sebagai modelnya, Do. Aku sudah menghubunginya dan tidak masalah," beritahu Nino
"Kata mereka kasus yang menimpamu bukan kesalahanmu, jadi mereka tidak mempermasalahkan hal itu," sambung Nino.
"Syukurlah kalau masih ada yang percaya sama aku."
"Oh ya, Do. Kemarin pihak agensi BJ Entertainment, menghubungiku. Mereka bersedia merekrutmu. Apa kamu mau terima?"
"Untuk saat ini, aku belum memikirkan hal itu. Aku ingin mencari Kamila, dan membawanya pulang, lalu menikahinya. Aku takut jika terjadi sesuatu sama dia."
"Baiklah kalau begitu. Semoga semuanya berjalan lancar, dan Kamila segera ditemukan."
"Aamiin."
"Lagipula pihak BJ Entertainment juga tidak memaksamu harus secepatnya memberi jawaban. Mereka ingin agar kamu mempelajari proposal yang mereka tawarkan terlebih dahulu."
"Bagaimana kepastian rekayasa hubunganku dengan Shahnaz?"
"Nanti aku bicarakan sama dia bagaimana baiknya. Anak itu sepertinya gampang diajak negosiasi," ucap Nino.
"Ya sudah, aku percayakan padamu. Oh ya, selama kamu tidak menjadi managerku, kamu bisa bekerja di kantor Ze.A Beauty."
"Haaahhhh... yang bener, Do? Terimakasih ... terimakasih!"
Nino langsung memeluk Zando saking senangnya. Ia terlihat begitu gembira dan tidak menyangka akan selalu mendapat kemudahan.
.
.
.
.
.
Sebulan telah berlalu, semenjak Kamila meninggalkan ibukota. Di sebuah dusun kecil yang terletak di lereng perbukitan, dan berjarak tujuh kilometer dari kota kecamatan. Di sinilah sekarang Kamila tinggal.
Dusun yang nyaman dan asri, serta berhawa sejuk. Penduduk yang ramah dan menyambutnya dengan tangan terbuka, ketika dirinya bersama Ibu Rahayu baru datang pertama kali.
Pembawaan Kamila yang tenang, ramah, serta santun, memberi nilai plus di mata penduduk dusun.
Apalagi setelah mereka mengetahui bahwa Kamila ternyata seorang dokter, mereka begitu antusias. Setidaknya mereka berpikir jika ada petugas kesehatan di dusunnya, mereka tidak perlu jauh-jauh harus datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri jika sakit.
Rumah Ibu Rahayu menjadi klinik kecil dadakan, melayani mereka yang datang untuk periksa. Dan Kamila tidak pernah mematok bayaran, terserah mereka membayar berapapun akan dia terima. Bahkan jika tidak ada uang, mereka membayarnya dengan apa yang mereka punya. Seperti beras, singkong ataupun sayuran.
Kamila bekerja di Puskesmas sebagai tenaga kesehatan di sana. Berhubung dia tidak memiliki kendaraan, maka Kamila menyewa jasa ojek untuk mengantar jemput dirinya pergi dan pulang bekerja.
Tin tin tin
"Kak Milky, ayo kita berangkat!" seru seorang gadis dengan pakaian seragam sekolah menengah atas, berhenti di depan rumah Ibu Rahayu.
Dia bernama Fika, gadis belia yang cerewet, bawel tapi baik hati. Dia sudah menganggap Kamila seperti kakaknya sendiri.
"Maaf ya, Kak Milky. Hari ini ada upacara bendera, tidak apa-apa kan, kalau berangkatnya lebih pagi sedikit?" kata Fika, ketika Kamila sudah berada didekatnya.
"Tidak apa-apa, santai saja," sahut Kamila.
"Fika, kenapa kamu selalu manggil Nak Mila dengan sebutan Milky?" protes Ibu Rahayu.
"Mila tidak pa-pa kok, Bu. Mungkin itu panggilan sayang Fika buat Mila," sahut Mila
"Nah, benar itu kata Kak Milky. Itu pun Budhe Yayu tidak paham!" sungut Fika.
"Ya sudah, tidak apa-apa, kalau itu maksudnya," sahut Ibu Rahayu.
"Mila berangkat ya, Bu. Assalamualaikum." Mila lalu mencium punggung tangan Ibu Rahayu dengan takzim.
"Waalaikumsalam. Hati-hati kalian!" pesan Ibu Rahayu.
"Siap, Budhe!"
Fika langsung tancap gas. Dia tidak mau terlambat datang ke sekolah. Dia tidak mau kalau sampai mendapat skorsing dari guru BP, dan harus berdiri di tengah lapangan, dengan posisi menghormat pada bendera sampai jam istirahat.
Sebagai imbasnya mau tak mau, Kamila harus mengikuti jadwal berangkat Fika. Sebenarnya ada beberapa yang menawarkan untuk mengantar jemput dia, tapi mereka laki-laki, maka Kamila menolaknya secara halus, dengan alasan tidak ingin timbul fitnah. Apalagi di kartu penduduk yang baru, Kamila merubah statusnya menjadi seorang janda. Maka hal yang harus dihindari adalah jalan berduaan dengan seorang pria.
Sampai di depan Puskesmas, Fika menurunkan Kamila. "Fika, langsung berangkat ya, Kak Milky. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati, ya."
Fika menggangguk lalu salim sama Kamila. Lalu segera memacu kendaraan roda duanya menuju sekolahannya.
Kamila masuk ke dalam gedung bangunan Puskemas yang tidak besar tapi juga tidak terlalu kecil. Karena di Puskesmas itu juga sudah tersedia ruang rawat inap yang terletak di samping gedung utama.
"Selamat pagi, Dokter Kamila. Wah, dokter sangat rajin ya, pagi-pagi sudah datang," sapa seorang cleaning servis.
"Selamat pagi, Bu. Aah iya ... Emmm, tadi adik saya berangkat ke sekolah pagi-pagi jadi saya sekalian ikut. Mari, Bu!"
"Oh iya, silakan, Dok."
Kamila berlalu menuju ruangannya, lalu duduk di kursinya. Tak lama kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar ketika mendengar suara ibu-ibu menjajakan dagangannya.
"Ada asinan tidak, Bu?" tanya Kamila.
"Walah .... Bu Dokter ini kok seperti orang ngidam saja, pagi-pagi sudah tanya asinan." Ibu penjual itu menjawab sambil terkekeh.
"Memangnya orang ngidam saja, yang ingin makan asinan pagi-pagi ya, Bu?"
"Ya tidak juga sih, Dok."
Akhirnya daripada tidak membeli, Kamila mengambil apa saja yang menurutnya enak. Setelah membayar dia kembali ke ruangannya.
"Ngidam?" batin Kamila.
Ucapan ibu-ibu penjual makanan itu terngiang di telinganya. Kamila berusaha mengingat kapan terakhir dia datang bulan. Biasanya tamu bulanannya rutin datang pada akhir bulan. Tapi ini sudah awal bulan bahkan sudah terlewat.
Dihinggapi rasa penasaran, ia pun mengambil testpack yang tersedia di lacinya, lalu pergi ke toilet.
"Tidak mungkin!" Kamila membekap mulutnya tak percaya.
...*...
.
.
.
aku jaa yg denger pengen becek2 tu bocah.. gerem bangetttt
yang ada zando yang meminta kmu dibawa ke markas/Sweat//Panic/
trus gimana dgn bayinya