Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dasar Beruk
Selesai juga pekerjaan Nadia memindahkan pakaiannya ke dalam walk in closet. Dia baru sempat melakukannya karena Rahma tak henti mengajaknya bicara tentang rencana resepsi yang akan dilangsungkan minggu depan. Nadia membereskan kopernya lalu memasukkannya ke sisi kiri lemari.
Juna masuk tanpa bersuara kemudian langsung memeluk wanita yang baru dinikahinya beberapa jam yang lalu. Nadia terjengit, refleks dia membalikkan badannya. Senyumnya mengembang melihat Juna tengah menatapnya penuh cinta.
“Sudah selesai sayang?”
“Sudah mas.”
“Berarti sudah bisa dimulai ya.”
“Mulai apa mas?”
“Malam pertama kita,” bisik Juna di telinga sang istri.
Wajah Nadia merona. Ditariknya kaos Juna lalu menyembunyikan wajahnya di sana. Juna terkekeh melihat tingkah Nadia yang menggemaskan.
“Kenapa malu hmm.. kemana Nadia yang dulu coba memper**saku..”
Nadia menutup mulut Juna dengan tangannya. Kedua pipinya sudah merona seperti kepiting rebus. Juna melepaskan tangan Nadia lalu mengecup bibirnya. Juna membopong tubuh Nadia, membawanya keluar dari walk in closet. Perlahan dibaringkannya sang istri di atas kasur.
“Boleh sayang?”
Nadia mengangguk pelan. Juna menciumi wajah sang istri mulai dari kening, mata, hidung, pipi dan terakhir bibir. Berawal dari kecupan, Juna mulai me**mat bibir sang istri. Nadia mengalungkan tangannya ke leher Juna. Ciuman keduanya berlanjut dengan masuknya lidah Juna ke dalam rongga mulut Nadia. Lidah keduanya saling membelit dan menarik. Juna mengakhiri ciumannya, lalu bibirnya menelusuri leher jenjang sang istri.
TOK
TOK
TOK
“Kak Juna!! Ayo.. barbeque udah siap nih.”
Terdengar suara Abi dari luar kamar. Juna tak menghiraukan suara ketukan dan panggilan Abi. Dia meneruskan cumbuannya.
TOK
TOK
TOK
“Kak!!! Ayo!!”
TOK
TOK
TOK
“Haaiissshh.. dasar beruk, ganggu aja.”
Juna bangun lalu bergegas menuju pintu. Dengan kesal dibukanya pintu tersebut. Nampak Abi dengan wajah tanpa dosa berdiri di depan kamarnya.
“Apa??!!” sewot Juna.
“Ditungguin sama yang lain di bawah. Jangan belah duren dulu, baru jam 9.”
“Kampret,” Juna menendang bokong Abi, namun adiknya segera menghindar. Dia berlari sambil berteriak.
“Buruan!!!”
“Kenapa mas?” Nadia sudah berada di belakang Juna.
“Ayo kita ke bawah. Kalau kita ngga dateng tuh beruk satu pasti gangguin terus.”
Nadia tertawa kecil. Juna merangkul istrinya kemudian membawanya turun ke bawah. Keduanya menuju taman di belakang rumah, tempat pesta barbeque diadakan. Terlihat Abi, Nina, Cakra, Kevin, Sekar dan ketiga teman gesreknya sudah berada di sana. Cakra sibuk membolak balik daging sedang Sekar tak berhenti memakannya.
“Se.. jangan dimakanin mulu. Tar yang lain ngga kebagian,” protes Cakra.
“Bodo,” jawab Sekar dengan mulut penuh daging.
“Kang.. sosisnya jangan dimakanin terus. Sini bantuin bakar jagung,” seru Kevin.
Semua yang ada di sana celingukan, menerka siapa yang dipanggil Kevin. Tapi hanya Rindu yang tengah makan sosis.
“Kang?” tanya Sekar bingung.
“Emang teman kamu belum cerita kalau udah ganti nama jadi Kangen? Buruan Kang!”
“Bhuahahaha...”
Sekar, Gurit dan Radix tak bisa menahan tawanya. Kedua pemuda itu bahkan sampai memegangi perutnya. Rindu mendelik kesal pada Kevin. Tapi lelaki itu cuek saja, memasang wajah tanpa dosanya.
“Dasar bang Ke!!” teriak Rindu.
“Eh kurang ajar kamu manggil saya ******.”
“Lah ini kan bukan kantor, jadi saya ngga usah panggil bapak. Tapi karena saya masih menjaga sopan santun, saya panggil abang. Abang Kevin, tapi biar lebih praktis dan ngga buang energi, saya panggilnya bang Ke.”
“Hahahaha...”
Kali ini tawa terdengar dari Cakra, Abi dan Juna. Mereka puas sekali melihat Kevin, pria dingin yang irit bicara dan ngga pernah mau kalah ternyata dilecehkan oleh gadis ingusan seperti Rindu. Walau kesal, Kevin tetap memasang wajah datarnya.
Juna mengajak Nadia duduk di bangku taman, memperhatikan yang lainnya sibuk memanggang. Cakra dan Sekar duet memanggang daging, Cakra yang memanggang, Sekar yang memakan maksudnya. Rindu membantu Kevin membakar jagung. Radix dan Gurit membuat jus sedang Abi dan Nina menata makanan yang sudah matang ke piring. Sesekali Abi meminta Nina menyuapinya.
“Kamu laper ngga? Mau makan apa?”
“Aku mau daging sama sosisnya mas.”
“Se.. ambilin daging sama sosis buat kakak ipar!”
Sekar mengacungkan jempolnya. Dia mengambil piring lalu memasukkan beberapa potong daging dan sosis ke piring lalu menambahkan demiglace di atasnya. Tak lupa Sekar juga menambahkan sedikit salad di piring.
“Makasih Se,” ucap Nadia seraya menerima piring dari Sekar.
“Sama-sama kakak ipar,” Sekar mengedipkan matanya lalu kembali ke tempatnya.
Wangi daging panggang yang disiram demiglace membuat perut Juna berbunyi. Nadia pun menyuapi suaminya itu bergantian dengan dirinya. Juna menghapus saos yang menempel di sudut bibir sang istri dengan bibirnya. Kemudian tanpa mempedulikan yang lain, Juna meng**um bibir Nadia sebentar.
Kemesraan Juna dan Nadia karuan membuat kancing cetet jomblo hanya mampu menggigit bibirnya. Gurit merangkul sahabatnya yang masih melihat ke arah pengantin baru dengan wajah penuh damba.
“Kayanya udah saatnya kita cri pacar bro,” ucap Gurit.
“Iya lo bener. Mulai besok kita hunting.”
“Makanya buruan cari pacar. Jangan hunting Nancy mulu,” sindir Sekar.
“Dih jomblo sok nasehatin,” ledek Radix.
“Bodo.”
“Sebentar lagi jadi mantan jomblo,” sambar Cakra.
“Ngarep,” Sekar menjulurkan lidahnya ke arah Cakra yang dibalas dengan fly kiss oleh pria itu.
Setelah perut terisi, Juna mengajak Nadia kembali ke kamar. Tak dipedulikannya panggilan Abi yang meminta mereka tidak pergi. Nina mencubit pinggang Abi yang terus saja menjahili pengantin baru.
“Mas ih jahil benget.”
“Cium dulu baru aku berhenti ganggu mereka,” Abi menunjuk pipinya.
“Ngga mau.”
“Ya udah aku mau susulin mereka lagi ke kamar.”
CUP
Nina mengecup pipi Abi sebelum pria itu kembali mengganggu sang kakak. Abi tersenyum menang, dia mengambil sepotong sosis lalu menyuapkannya pada Nina disusul kecupan di pipi wanita cantik itu.
Mas.. aku beneran jatuh cinta sama kamu. Tapi aku takut, orang tuamu tidak merestui hubungan kita. Aku ngga mau terhina lagi mas.
☘️☘️☘️
Pasangan pengantin baru dengan sukses masuk ke dalam kamar. Nadia hendak menuju ke walk in closet namun segera ditarik oleh Juna. Dipeluknya pinggang Nadia dari belakang, lalu meletakkan dagunya di bahu sang istri.
“Mau kemana hmm..”
“Mau ganti baju mas.”
“Kamu ngga butuh baju buat malam pertama kita, sayang,” bisik Juna pelan di telinga istrinya.
Bulu di tubuh Nadia meremang saat merasakan hembusan nafas Juna di dekat tengkuknya. Juna memberi gigitan kecil di telinga sang istri, membuatnya seperti tersetrum aliran listrik. Kemudian bibir Juna mulai bergerak menciumi leher dan bahu sang istri. Nadia menyandarkan kepalanya di dada Juna, mulai terbuai dengan ciuman lembut itu.
Bibir Juna terus menjelajahi leher jenjang itu, memberinya sesapan yang meninggalkan tanda kepemilikan. Tangan Juna bergerak membuka kancing yang terdapat di bagian depan dress. Tak lama dress yang dikenakan Nadia meluncur turun, menyisakan da**man yang membalut bagian inti tubuhnya.
Juna meremat bukit kembar yang masih tertutup rapih kain berenda. Terdengar lenguhan Nadia yang membuat hasrat Juna semakin bangkit. Jemarinya kini bergerak melepaskan kaitan bra kemudian melepaskannya dari tubuh sang istri. Kini tangannya dengan bebas dapat menyentuh bulatan kenyal itu.
Nadia mendesah saat rematan di bukit kembarnya terasa sedikit kencang diiringi sesapan Juna di bahunya. Juna membalikkan tubuh Nadia lalu menyambar bibir ranum itu. Mendapat lu**tan dan pagutan tanpa henti, membuat wanita itu hampir kehabisan nafas. Juna menghentikan ciumannya sejenak kemudian melakukannya lagi seraya menggendong tubuh sang istri.
Perlahan dibaringkannya Nadia di atas kasur. Dadanya berdesir melihat kemolekan tubuh istrinya. Juna melepaskan kaos yang membungkus tubuhnya, membiarkan Nadia menyentuh dada bidang dan perut kotaknya. Dia memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut wanita cantik itu.
Juna memposisikan diri di atas sang istri. Kemudian mulai menciumi setiap inci tubuh di bawahnya. Bibir dan lidah Juna bergerak lambat seperti siput di permukaan kulit Nadia, mengirimkan sensasi menggetarkan pada wanita itu. Nadia kembali men**sah ketika Juna men**lum bulatan kenyalnya. Dia menjambak rambut Juna, menekan kepala suaminya itu agar lebih memperdalam ku**mannya.
Nadia memejamkan matanya ketika Juna melepaskan kain terakhir yang membalut tubuhnya. Ada rasa malu menyergapnya. Melihat gua lembab sang istri membuat Juna semakin tersulut gairah. Kini dia mulai memainkan bibir dan lidahnya di sana. Tubuh Nadia menggelinjang merasakan rasa geli sekaligus nikmat yang diberikan suaminya. Tak lama terdengar lenguhan panjangnya diiringi getaran tubuhnya saat gelombang hangat menghantamnya. Juna telah berhasil membuat sang istri merasakan pelepasan pertamanya.
Juna berdiri lalu melepaskan sisa kain yang membungkus tubuhnya. Lagi-lagi Nadia memejamkan matanya melihat tubuh polos suaminya. Juna merangkak naik ke tubuh Nadia, memberikan kecupan-kecupan kecil di bibirnya dengan tangan yang tak henti meraba tubuh mulus itu. Nadia kembali dibuat mabuk oleh cumbuan Juna.
“Buka matamu sayang.”
Nadia membuka matanya, netranya bersitatap dengan iris hitam Juna. Mata indah Nadia nampak sayu, menggambarkan hasrat yang sudah tak tertahankan lagi, begitu pula dengan Juna.
“Siap sayang..”
☘️☘️☘️
Nungguin jebol gawang ya....
kabooooorrrr🏃🏃🏃🏃🏃