"Aku mencintai Humairah, gadis cantik yang mempunyai suara indah dan merdu itu."
Shaka begitu bahagia saat kedua orangtuanya akan menjodohkannya dengan gadis yang dia kagumi. Dia merasa takdir benar-benar menyatukannya dengan Humairah, gadis sholeha, yang memiliki wajah cantik tersembunyi dan hanya dia yang beruntung mendapatkannya.
Gabungan: Sahabatku Ambang Pernikahanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 11
Naya memukul meja Humairah membuat gadis itu tersentak kaget.
"Kamu kenapa?" tanya Humairah bingung, dia berdiri dan menatap Naya.
"Eh cupu, berani banget lo dekati Shaka ha?" tanya Naya.
Humairah menaikan satu alisnya. Sejak kapan dia mendekati Shaka?
"Shaka? Kapan?" tanya Humairah, suaranya begitu tenang. Tidak ada rasa takut yang dia rasakan berhadapan dengan Naya.
"Teman gue lihat lo ngasih Shaka air minum di koridor kelas kemarin."
"Terus?" tanya Humairah.
"Enggak usah sok polos lo." Naya ingin melayangkan tamparan ke wajah Humairah, tapi gadis itu menahan tangan Naya.
Humairah menghempas tangan Naya ke bawah, tatapannya memandang Naya dengan tajam.
"Berani lo sama gue, ha?" tanya Naya.
"Berani, emang kamu siapa? Sampai saya harus takut sama kamu?" tanya Humairah.
Naya mengepal tangannya, dia memandang Humairah dengan perasaan greget dan malu sebab dipandang banyak pasang mata.
Naya mengode temannya, temannya pun tanpa aba-aba melempari Humairah telur mentah. Hal itu membuatnya terkejut.
"Apa-apaan kamu." Dengan perasaan kesal diperlakukan hal seperti itu, Humairah refleks menarik rambut Naya.
Menjambak rambut Naya dengan brutal membuat Naya berteriak minta tolong.
Bukan hanya menjambak, Humairah juga melemparinya dengan telur yang berada dipakaiannya kepada cewek itu.
"Sialan bantuin gue!" teriak Naya.
Saat teman Naya mendekat. Humairah semakin menarik dengan kuat rambut Naya, membuat siapa pun yang mendekat jadi menciut dan undur diri.
Humairah melepaskan jambakannya. Dengan perasaan kesal, Naya pun pergi meninggalkan kelas.
"Humairah astaga." Teman kelasnya langsung mendekati Humairah.
"Gila lo hebat banget, tapi gue jadi khawatir kalau Naya dan gengnya ngadu ke pihak sekolah."
Humairah menghela napas panjang lalu tersenyum di balik cadarnya.
"Kalian tenang saja."
Tiba-tiba saja ada yang menghelai kerumunan.
"Humairah, lo enggak apa-apa?" tanya Shaka memegang badan Humairah yang sudah begitu kotor.
Semua orang terdiam melihat kekhawatiran Shaka. Ada hubungan apa antara mereka hingga Shaka begitu terlihat khawatir?
"Mana Naya?" tanya Shaka.
"Udah pergi," jawab salah satu dari mereka.
"Arvi beliin seragam ganti buat Humairah," ucap Shaka kepada adiknya.
Tanpa aba-aba Arvi langsung mematuhi perintah Shaka.
"Saya enggak apa-apa."
Fifi dan Tiara membawa Humairah ke toilet untuk membersihkan sambil menunggu Arvi datang membawa seragam baru.
Sedangkan Shaka mencari keberadaan Naya, ia harus memberikan pelajaran kepada cewek itu.
"Di mana sih dia?" tanya Shaka kesal tak mengatahui kemana keberadaan Naya. "Sialan, dia pasti di ruang guru, cewek gila itu bakal playing victim ke guru-guru."
Shaka langsung menuju ruang guru, dia yakin Naya dan teman-temannya berada di sana.
Dan dugaan Shaka benar, saat sudah sampai di ruang guru. Naya di sana sudah nangis-nangis memperlihatkan dirinya yang seakan korban.
"Jangan terus membela tukang bullying di sekolah!" tegas Shaka membuat para guru menoleh.
"Saya tau dia anak murid pintar, tapi andai kalian tau bukan dia yang jadi korban, dia pelakunya sebenarnya. Dan lo enggak usah playing victim!" Shaka menunjuk dengan tatapan tajam kepada Naya.
Kepala sekolah berdiri dan menenangkan Shaka. Mereka di suruh duduk.
"Saya tidak bohong pak! Saya yang korban di sini. Lihat keadaanku sekarang!"
"Heh cewek gila, lo kek gini karena ulah lo sendiri."
"Tenang-tenang, Shaka jaga sikap kamu!" tegas pak kepala sekolah.
Shaka menghela napas panjang, dia sangat emosi, ini menyangkut dengan orang dia cintai.
"Lanjut Naya."
"Saya di bully pak sama anak kelas 11. Dia jambak rambut saya, terus lempari saya telur."
Shaka memejamkan matanya, ingin sekali dia merobek mulut Naya saat itu juga.
"Dia bohong pak, dia yang jelas-jelas melempari Humairah telur bersama dengan kawan-kawannya ini."
"Shaka kamu tidak ada di tempat kejadian, kenapa kamu membelanya, ha? Apakah kamu juga diperbudak dengannya? Sampai kamu membelanya begitu? Seharusnya kamu membelaku, saya korban di sini." Naya pura-pura sedih agar bapak kepala sekolah berkecil hati.
"Karena emang lo enggak pantas untuk dibela, ini semua ulah lo! Pak saya enggak mau tau, dia harus mendapatkan hukuman, sudah banyak korban!"
"Apa kalian ada bukti?" tanya Kepala sekolah.
Shaka berdiri, dia mengangguk. Kepala sekolah pun terdiam sesaat.
"Bawa kemari dan perlihatkan kepada bapak! Dan kamu juga Naya!"
Naya terdiam, di mana dia mendapatkan bukti? Apalagi dia menarik perhatian guru hanya dia buat-buat melukai diri sendiri.
Shaka menaroh ponselnya di meja, di depan kepala sekolah. Arvi mendapatkan video itu dari salah satu teman kelas Humairah yang merekamnya lalu mengirimnya kepada Shaka.
"Ta-pi di sana saya hanya bicara baik-baik pak!"
"Bicara baik lambehmu?" tanya Arvi yang datang sejak kapan. "Udah jelas-jelas lo yang mulai semuanya, lo mau nampar Humairah, teman-teman lo ngelempar telur ke Humairah."
Kepala sekolah menatap Naya lalu geleng-geleng kepala.
"Di sini kamu terlihat salah Naya. Kamu itu siswa pintar, kebanggaan sekolah, tapi kenapa kamu melakukan bullying kepada teman-temanmu?" tanya pak Tono. "Bapak kecewa, dengan berat bapak skorsi kamu selama seminggu. Dan kamu tidak bisa mengikuti ujian."
"Tapi, pak..."
"Bapak ada urusan." Pak Tono pergi dari ruangan.
Arvi tersenyum smirk.
"Siap-siap enggak lulus," bisik Arvi. "Lagian lo mainnya sama calon kakak ipar gue sih," batin Arvi.
Shaka dan Arvi keluar dari ruangan kepala sekolah. Shaka bernapas lega, Humairah tidak mendapatkan masalah.
Mereka berpapasan di koridor kelas dengan Humairah dan kedua temannya.
"Makasih," ucap Humairah.
Shaka menaikan alisnya satu, lalu tersenyum tipis nyaris tak terlihat. Dia hanya berdehem dan melanjutkan langkahnya.
"Cieee, nolongin calon istri."
Shaka mendengus kesal mendengar ledekan kembarannya itu.
"Diam atau gue..."
"Iya ampun galak banget dah." Arvi berlari meninggalkan Shaka di belakangnya.
Pulang sekolah. Shaka maupun Humairah terkejut melihat keadaan rumah.
"Apa-apaan ini?" tanya Shaka melihat rumah sudah di desain.
"Apa kenapa? Lusa kalian nikah!" ucap Arika.
"APA?" Shaka dan Humairah berucap bersamaan, mereka benar-benar kaget.
"Kenapa secepat itu?" tanya Humairah menatap umi dan ettanya.
"Lebih cepat lebih baik."
Humairah berlalu ke kamarnya. Dia benar-benar tak diberi pilihan apapun.
Halisa dan Abian menatap putri mereka, ada rasa bersalah, tapi ini jalan yang terbaik bagi anak gadis mereka.
"Maaf, saya nyusul Humairah dulu." Halisa menuju kamar putrinya.
Arika menatap punggung temannya. Apakah keputusannya ini salah?
"Kenapa mom?" tanya Arvi melihat mommynya diam.
"Tidak, Arvi. Sana kamu ganti pakaianmu."
Arvi menurut, pemuda itu ikut meninggalkan Arika yang sedang mendekor acara.
"Kenapa enggak malam ini aja nikahnya?"