Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Damian dan Wulan duduk di kursi sofa panjang terletak samping Yessi dan Bima.
Kedua paruh baya itu menatap lekat menuntut penjelasan pada dua remaja tersebut.
"Yessi ...." Wulan memulai pembicaraan karena Yessi hanya diam sambil menunduk dan memilin kedua tangannya di atas paha.
"Benar kalian berencana bertunangan?"
Yessi tersentak saat tangan besar Bima tiba-tiba menggenggam erat tangannya.
"Benar, tante," jawab Bima seraya tersenyum pada Wulan dan Damian yang kini serempak saling pandang.
"Memang sejak kapan kalian berpacaran?" interupsi Damian dengan wajah seriusnya.
Bukan apa-apa, setahu Damian, Yessi tidak berpacaran dengan Bima dan laki-laki manapun.
Sebab itu, kemarin Damian bermaksud menjodohkan Yessi dengan Regan.
Bima bukannya gugup di tanya seperti itu, malah senyumnya semakin mengembang lebar. Berbeda dengan Yessi yang seakan linglung.
Pikirannya lebih banyak tertuju pada Regan yang sekarang tengah tidur bersama Yeslin.
Yessi ragu, mereka hanya sekedar tidur saja. Mengingat sebelumnya, mereka memiliki hubungan dan keduanya sama-sama orang dewasa.
'Hampir saja, aku percaya omongan kosong mu tadi, mas. Ternyata benar kata Bima, kau hanya mempermainkan aku!' batin Yessi begitu perih nya hingga membuatnya ingin menangis lagi.
"Menurut saya, pria yang benar mencintai pasangannya itu mengikatnya dengan status serius, Om. Bukan menggantungnya bertahun-tahun dengan status yang tidak jelas."
Yessi mendongak mendengar perkataan dewasa dilontarkan Bima. Bima ternyata menatapnya juga dengan tatapan sangat lembut.
Bima hanyalah anak remaja, tapi caranya berpikir sepantaran orang dewasa.
Damian menghela napasnya dan itu, terdengar kasar di telinga Wulan yang seketika mengelus lengan kekar suaminya itu.
Wulan tahu, Damian pasti cukup kecewa. Karena pria paruh baya itu, inginnya Regan yang menjadi menantunya.
"Baiklah ... Bagaimana dengan kedua orang tuamu? Apa mereka setuju dengan keputusanmu yang terbilang terlalu mendadak ini?"
Bima mengangguk mantap. "Mereka setuju kok, Om."
Karena sore tadi, selepas mengantar Yessi masuk ke apartemennya. Bima yang selesai mandi langsung menghubungi mommy nya, beruntung daddy-nya juga berada disana. Veni bahkan bersedia mengatur pertunangan keduanya secepat mungkin.
Veni tidak yakin, Regan akan serius pada Yessi. Mengingat wanita dari masa lalu adiknya itu sudah kembali. Apalagi ada buah hati mengikat keduanya.
Damian mengangguk lalu menatap putri semata wayangnya itu.
"Yessi ... Bagaimana dengan jawabanmu?"
Tatapan Yessi terlihat kosong. Rasanya, ia ingin berlari masuk ke kamarnya saat ini juga lalu menyembunyikan tangisnya dalam selimut.
Mentari berkaca-kaca, ikut merasakan sakit dirasakan Yessi. Tapi Mentari sangat berharap, Yessi mau membina hubungan bersama Bima agar tidak selalu di bayang-bayangi oleh Regan.
Karena bersama Regan, meskipun Yessi mencintai pria itu akan sangat sulit untuk keduanya bersama.
Yessi melirik Mentari, sahabatnya itu mengangguk. Tanda mendukung Yessi bersama Bima. Sedangkan Arga memberikan senyum termanisnya.
"Terkadang ada saatnya kita memilih logika dari pada hati nurani, dek," ucap Arga dengan maksud terselubung dan langsung dipahami oleh Yessi.
"Ma?"
Wulan tersenyum teduh. "Mama mendukung apapun keputusanmu, sayang. Ingat, berkomitmen itu seumur hidup dan kau sendiri yang akan menjalaninya nanti, paham?"
"Iya, ma," sahut Yessi lirih.
Setelahnya, ruangan dingin itu hening. Mereka semua menunggu jawaban Yessi. Termasuk Bima yang jantungnya berdegup amat kencang.
Bahkan mata Bima tak lepas sekalipun menatap wajah Yessi di sampingnya.
"Aku mau bertunangan dengan Bima," ujar Yessi dengan satu tarikan napas.
Mungkin terdengar jahat, seolah Yessi memanfaatkan Bima. Tapi, mau bagaimana lagi, Yessi ingin melupakan Regan yang perlahan namanya mengisi ruang kosong di hati Yessi.
Yessi tidak ingin sakit terlalu jauh. Dirinya juga bukan gadis sempurna lagi.
Laki-laki mana yang mau menerima dirinya yang kotor ini dengan lapang dada?
Bima meremas lembut tangan mungil Yessi yang masih ia genggam.
"Terimakasih," ujar pemuda itu serak membuat Yessi tak kuasa ingin menangis.
"Ya sudah ... Karena Yessi juga sudah setuju. Kalian tentukan saja, kapan hari pertunangan itu akan di laksanakan."
"Baik, om." Bima mengangguk penuh hormat. "Akan saya rundingkan bersama dengan Yessi nanti."
Damian tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Ayo, Ma ... Kita pulang. Berikan itu pada Yessi," ujar pria paruhbaya tersebut terlihat enggan berlama-lama.
Wulan mengangguk lalu mendorong rantang di depannya ke hadapan Yessi. "Itu makanan kesukaanmu, sayang. Jangan lupa, dimakan ya ... Kami pulang dulu."
"Papa sama mama gak mau nginap?" tanya Yessi bingung karena biasanya Wulan dan Damian selalu menginap, jika mengunjunginya.
Damian melihat jam di pergelangannya menggeleng. "Ada pekerjaan harus papa selesaikan malam ini," ujarnya tanpa melihat Yessi lalu berjalan keluar meninggalkan Wulan yang berpamitan pada Mentari, Arga dan Bima.
"Iya, hati-hati di jalan, tante," ucap ketiganya serempak.
Wulan mendekati Yessi. Mencium kening putrinya itu.
"Jangan ambil hati sikap papamu. Mungkin dia sedang capek. Jadi perasaannya sedikit sensitif. Ya sudah, mama pergi dulu. Ingat jaga kesehatanmu apalagi kau baru saja sembuh dari sakit," bisik Wulan di dekat telinga Yessi.
"Iya, ma," sahut Yessi mengangguk lemah.
Keesokan paginya.
Yessi menatap datar pria memakai stelan jas kantor mewah dengan rambut klimis berdiri di depannya. Yessi kira Bima yang memencet bel apartemennya.
Tidak tahunya, Regan datang dengan mengandeng Renesme.
Yessi sudah lengkap dengan seragam sekolahnya memutuskan berjongkok untuk menyapa Renesme.
Yessi sungguh muak, apalagi wajah Regan tidak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun padanya.
Katanya mereka berpacaran? Meskipun Yessi menolak status itu.
"Selamat pagi, cantik. Ada apa pagi-pagi sudah berada di apartemen aunty?"
Renesme menyodorkan kartu kecil dalam genggamannya. "Esme ulang tahun malam nanti. Aunty datang ya!"
Bocah itu pagi-pagi sudah mengajak Regan untuk ke apartemen Yessi saat mereka tengah sarapan.
Regan cukup heran, padahal kemarin Renesme terlihat kentara sekali tidak menyukai Yessi.
Tahu-tahunya berubah dalam semalam.
Yessi ragu-ragu menerimanya namun suara bariton seseorang menyela dari arah samping.
"Terima, Yes. Kita datang sama-sama," ujar Bima memakai jaket kulit hitam. Dibelakangnya Bimo memandang Yessi cukup sinis.
Yessi mengangguk mengabaikan tatapan tidak suka Bimo, setelah menerima undangan tersebut. Yessi yang tersenyum tipis bermaksud mengusap ubun-ubun Renesme namun tangan besar seseorang menepis kasar tangannya.
"Bilang makasih aja. Gak perlu nyentuh ponakan gue!"
"Bimo!" bentak Regan dengan mata melotot.
Tidak menyangka, Bimo terang-terangan menunjukan sikap permusuhannya pada Yessi.
Menurut Bimo, hubungan mereka dengan omnya itu semakin renggang karena ulah Yessi.
"Bim, berhenti ke kanak-kanakan," tegur Bima namun Bimo seakan tuli.
Keduanya berdebat hebat semalam, semua bermula pengakuan Bima yang akan bertunangan dengan Yessi.
Bimo baru pulang bermain ke rumah temannya, tentu saja tidak setuju. Kakaknya itu akan bertunangan dengan wanita bekas om mereka sendiri.
"Renesme, ikut om yuk!" ujar Bimo karena Regan meng-kodenya lewat mata agar membawa Renesme pergi sebentar.
"Kemana om?" tanya gadis kecil berkuncir kuda tersebut dengan antusias.
"Beli ice cream ke supermarket."
"Mau, yeey ...."
Bimo lalu mengendong Renesme meninggalkan tiga manusia dengan pandangan kental permusuhan.
"Kau tidak perlu menjemput Yessi karena aku sendiri akan menjemputnya," ujar Regan memulai pembicaraan. "Karena aku adalah pacarnya."
Bima tiba-tiba meraih tangan Yessi. Sontak saja, Yessi berdiri tanpa jarak di samping Bima. Regan melihat itu, menaikan satu alisnya tajam dengan tangan mulai mengepal.
"Maaf, Om. Aku juga tidak mungkin mengijinkan calon tunanganku pergi dengan pria lain. Meskipun om adalah om ku sendiri."
"Apa maksud mu?! Kau tuli, hah?! dia pacarku!" urat di leher Regan mencuat tegang.
Tanda kemarahan pria itu akan mengambil alih tindakannya.
Yessi meremas tangan Bima cukup kuat. Aura menyeramkan di keluarkan Regan membuat Yessi takut sendiri. Apalagi Yessi pernah menyaksikan secara langsung keduanya baku hantam dan itu sangat mengerikan. sudut bibir Bima bahkan di tempel plester.
"Minggu depan kami akan bertunangan, om," kata Bima tanpa ragu.
Semalam setelah kepulangan kedua orang tua Yessi. Mentari dan Arga mengusulkan keduanya bertunangan minggu depan. Yessi hanya bisa pasrah, menuruti keputusan yang Bima ambil.
Regan menyeringai tiba-tiba.
'Begitu rupanya. Kau tidak jera-jera mengusik ku, keponakan kurang ajar! Lihat malam nanti, kegilaan apa yang akan aku lakukan,' pikir Regan dengan bermacam adegan mulai bergulir di otak licik nya.