Arina khumaira putri seorang ibu rumah tangga, dengan 3 orang anak yg masih kecil yang dipanggil Bunda, Anak pertama bernama Muhammad Gala Samudera berumur 8 thn dipanggil Gala, Anak kedua seorang perempuan bernama Arumi Chintya Ananda berumur 3 tahun dipanggil Rumi, Anak ketiga bernama Muhammad Raihan Al Gibran di panggil Al.
Aku harus meninggalkan rumah bersama ketiga buah hatiku dan kota tempat kami tinggal secara diam- diam tanpa sepengetahuan suamiku dengan bantuan sahabatku astrid, akibat kekerasan fisik yang aku dapatkan dari suamiku seminggu yang lalu membuat aku membulatkan tekad ku untuk pergi meninggalkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sha-Queena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Diamnya Arina
Setelah berbicara dengan papa, Arina mau pamit pulang karena hari sudah siang sekali, dan Arina mau membuat pesanan dari teman-teman Farid.
"Pa Arina mohon ijin pamit pulang karena aku mau buat pesanan teman-teman kak Farid" kata Arina kepada papa, dan minta tolong ke kak Farid untuk memanggil anak-anaknya.
Tak berapa lama anak-anak turun dari atas bersama mama dan kak Farid.
"Sudah mau pulang sekarang nak" tanya mama
"Iya ma karena aku mau buat pesanan puding teman-temaan kak Farid, karena kalo besok semua takutnya tidak bisa selesai, karena aku cuma punya 2 cetakan nya" jawab Arina.
"Sering-sering lah kesini nak, nanti kita berbagi resep masakan karena anak perempuan mama yang satunya ini malas kedapur" sahut mama lagi sambil memeluk bahu Astrid, sedangkan Astrid yang sedari tadi masih memikirkan bagaimana menghadapi Arina nanti, saat dia mengantarkan Arina pulang hanya senyum-senyum masam.
"Siap mama....kalo Arina masih dikota ini akan sering-sering kesini" jawab Arina dan tanpa sengaja dia keceplosan mengatakan kalo dia masih berada dikota ini, hal itu sontak membuat yang ada disitu kecuali Astrid dan anak-anak terkejut.
"memangnya kamu mau kemana dek?" tanya Farid karena dia merasa orang yang paling terkejut dengan perkataan Arina, "belum juga aku mengakui perasaan ini sudah mau pergi saja" monolog Farid dalam hatinya.
"Ehhh...ndak kemana mana kok kak, kan aku tadi bilang kalo masih dikota ini, siapa tau ayahnya anak-anak dipindahkan ke kota lain hehehe" ngeles Arina padahal Farid tau kalo dia hanya berusaha menyembunyikan hal kepergian itu.
"Papa dan mama ada disini nak jika kamu memang butuh bantuan ya, jangan sungkan sama kami"jawab papa dan di iyakan oleh mama dengan mengangguk kan kepalanya.
Arina akhirnya pamit pulang, karena takut akan semakin ditanya tentang dirinya, dia salim kepada papa dan mama dan tanpa disuruh anak-anaknya salim kepada papa,mama dan kak Farid karena astrid mengatakan kalo dia yang akan mengantarkan kami pulang.
Kami diantarkan sampai kedepan dimana mobil Astrid terparkir, kemudian Arina menaikkan anak-anak keatas mobil dan mendudukkan mereka dibangku belakang sedangkan Arina sendiri duduk didepan disamping Astrid yang akan menyetir.
Astrid mulai menjalankan mobilnya dan Arina bersama anak-anak melambaikan tangan ke papa,mama dan Farid dan mobil pun sudah keluar dari pekarangan rumah Astrid.
Papa, mama, dan Farid masuk kembali kedalam rumah setelah mobil yang dikendarai astrid telah keluar dari pekarangan,mereka bertiga duduk kembali diruang tamu.
"Nak kamu tau Arina itu mau kemana, kok dia tadi mengatakan kalau dia masih dikota ini?" tanya papa ke Farid, karena papa tahu pasti Farid sudah tahu dari Astrid.
"Tahu jelasnya kemana aku tak tahu pa, cuman Astrid bilang waktu itu, kalau Arina akan pergi meninggalkan kota ini membawa anak-anaknya pergi menjauh dari suaminya, dan setelah itu dia akan menggugat cerai, dia menunggu Gala untuk kenaikan kelas dulu biar gampang urus pindah sekolahnya."
"Serius nak begitu rencana Arina?kenapa harus meninggalkan kota ini, kalau memang mau gugat cerai, gugat saja kan Arina bisa pulang ke ibunya" tanya mama
"Farid juga tidak tau Ma, karena yang tau secara detail itu hanya Astrid tapi sepertinya astrid juga menutupinya pa.."
"Ma...ini saja aku pastikan Astrid didiamkan sama Arina sepanjang jalan, karena kalau Arina marah itu dia hanya diam saja"jelas Farid
"Kenapa Arina harus marah ke Astrid nak?" tanya papa kembali
"Ya karena tadi papa tanya ke Arina tentang pernikahan nya dan rumah tangganya, sedangkan yang tau masalahnya itu hanya Astrid seorang tidak ada yang lain, karena hanya Astrid yang dia percaya selama ini, Arina itu tidak mau diketahui masalah pribadinya pa, makanya tadi waktu papa tanya dia katakan baik-baik saja, dan setelah kejadian tadi papa tanya-tanya aku tak tahu apakah Arina masih mau berbicara kepada astrid" kembali Farid menjelaskan ke papanya.
"Waduh jadi papa salah nih tadi menanyakan itu ke Arina ya nak?"jawab papanya seolah papa menyesal sudah menanyakan masalah rumah tangga ke Arina tadi
"Salah sih tidak pa, karena baik Farid ataupun Arina tahu papa itu care sama anak-anaknya, walaupun Arina bukan anak kandung papa, tapi Arina itu sudah anggap papa orang tuanya dia, hanya memang Arina itu perempuan yang sangat kuat, karena dia bisa menyimpan kesedihan dan kesakitan dia didepan orang-orang" Farid berusaha meyakinkan papanya yang kelihatan menyesal.
"Trus bagaimana dengan adikmu nak, sedangkan papa tahu dia itu tidak bisa di diamkan sama Arina" tanya papanya kembali
"Papa tenang saja anak perempuan papa satu itu punya seribu cara menaklukkan hati Arina...hehehe" sahut Farid kembali sambil tertawa.
"Baiklah kalo begitu nak papa agak lega mendengarnya, tapi jika memang Arina masih marah sama astrid bilang ke papa ya nak"
"Siap Komandan" jawab farid sambil hormat
Akhirnya papa sama Mama masuk kedalam kamar untuk beristirahat sedangkan Farid masih duduk diruang tamu sambil bermain ponsel.
Dibelahan bumi yang lain dimana Astrid masih dijalan mengantarkan arina pulang kerumahnya, sepanjang jalan tidak ada pembicaraan antara keduanya, dan Astrid sadar kali ini Arina benar-benar marah kepadanya, karena kalo Arina dalam mode diam seperti itu, tandanya dia lagi marah dalam artian diamnya Arina adalah marahnya kepada orang tersebut.
"Rin kamu marah ya sama aku" Astrid mencoba membuka percakapan namun seperti yang Astrid duga, Arina hanya diam membisu sambil memandang keluar jendela mobil tidak tahu apa yang dilihat nya.
"Aku minta maaf Rin, bukan maksud aku ingin menceritakan masalah kamu ke papa, namun papa yang mendengarkan aku cerita ke kak Farid waktu itu, karena aku keceplosan bicara tentang visum kamu sehingga kak Farid mengejar aku untuk menceritakannya" Astrid akui semuanya ke Arina, tapi dengan suara agak dipelankan, agar anak-anak dibelakang tidak menyimak pembicaraan mereka, dan keliatan juga mereka sibuk dengan mainan baru mereka yang dibelikan oleh bundanya tadi.
Arina masih belum menanggapi apa yang Astrid bicarakan, dia masih menata hatinya yang terlanjur kecewa dengan sahabat rasa saudara nya itu karena tidak bisa menyimpan masalah rumah tangganya, sebenarnya Arina tidak marah, tapi Arina malu karena papa dan mama serta kak Farid sudah mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, dan Arina merasa tidak bisa menyimpan aib keluarganya.
Arina juga sadar diri, tidak bisa terlalu menyalahkan Astrid, karena awal mulanya dia yang menceritakan ke Astrid, seandainya dia menyimpannya sendiri mungkin tidak begini kejadiannya , tapi jika dia menyimpannya sendiri apakah Arina sanggup menghadapinya, sedangkan dengan dirinya sendiri Arina merasa sudah seperti orang yang kehilangan kewarasan, jika dia tidak memikirkan nasib anak-anaknya .
terutama suamimu biar tahu diri