Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Bolehkah Ibu Tinggal Bersamamu?
Beberapa hari berlalu, Cahya terlihat intens bertamu ke kediaman El dan Arneta. Melihat kehadiran Cahya di kediamannya hampir setiap hari, membuat Arneta merasa aneh juga. Kenapa Cahya terlalu sering berkunjung ke rumah pria yang sudah beristri? Apa dia tidak memiliki pekerjaan selain mengunjungi suami orang? Walau begitu banyak pertanyaan yang terbesit di benak Arneta, wanita itu memilih untuk tidak terlalu memperdulikannya.
Pukul tujuh malam hari itu, Cahya masih terlihat setia duduk di ruangan tamu rumah. Wanita itu terlihat begitu nyaman bercerita dengan El sampai tidak menyadari jika sudah hampir tiga jam dia berkunjung ke rumah orang.
Kruk
Di dalam kamarnya, Arneta mulai merasa kelaparan karena sejak siang sama sekali belum mengisi perutnya dengan makanan. Mengingat tidak adanya makanan yang bisa ia makan di rumah tersebut, Arneta memutuskan untuk memasak mie intstan yang kemarin sempat ia beli di minimarket dekat kantor sebelum pulang.
"Arneta." Cahya menyapa seraya menyematkan senyuman manis saat melihat Arneta baru saja turun dari lantai atas.
Arneta menatapnya dengan senyum tipis. Kemudian pandangannya beralih pada dua kotak makanan yang berada di atas meja.
"Apa kamu sudah makan, Neta? Kalau belum, ayo makan bareng sama kami." Ajak Cahya. Belum sempat Arneta menjawab ajakannya, El sudah lebih dulu bersuara.
"Untuk apa kamu menawarinya makan? Apa kamu tidak lihat kalau makanannya hanya ada dua. Untuk aku dan untuk kamu?" Tanya El. Pertanyaan pria itu tentu saja membuat relung hati Arneta terasa sedikit sakit. Bagaimana tidak, suaminya hanya mengingat makanan untuk wanita lain, sementara dirinya menahan lapar saat ini.
"Agh, ya. Maaf ya, Neta. El hanya pesan makanan untuk kami saja. Tadi aku pikir kamu udah makan makanya lupa minta El pesan buat kamu juga."
Arneta tersenyum tipis. Kali ini dia enggam menjawab perkataan Cahya yang terkesan begitu basa-basi. Dari pada menanggapi perkataan dua orang yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu itu, Arneta memilih untuk lekas ke dapur.
"El, aku jadi gak enak deh sama Arneta. Kamu juga kenapa gak pesanin makanan buat dia?" Wajah Cahya terlihat sangat sungkan. El pun menanggapinya dengan acuh.
"Dia bisa pesan sendiri kalau dia mau."
"Kamu ini, El. Gak boleh terlalu cuek begitu. Bagaimana pun juga, dia tetap istri kamu."
El memilih diam saja. Tidak ingin menanggapi perkataan Cahya jika masih membahas tentang Arneta.
Di dapur, Arneta lekas memasak air kemudian menuangkannya ke dalam mangkuk. Dia memilih memasak mie dengan cara yang lebih cepat agar bisa lekas pergi ke rumah sakit mengingat hari itu dia belum melihat keadaan ibunya di rumah sakit.
"Aku pergi ke rumah sakit dulu." Arneta berpamitan pada El yang baru saja selesai menikmati makan malam bersama dengan Cahya.
Perkataan Arneta tak lantas mendapatkan tanggapan dari El. Pria itu hanya menatap dingin wajah Arneta kemudian berlalu menuju dapur untuk mencuci tangannya yang nampak sedikit kotor terkena noda makanan.
Cahya menatap interaksi keduanya dengan tatapan prihatin. "Neta, kamu mau pergi lihat ibu kamu ke rumah sakit kan? Bagaimana kalau kamu bareng aja berangkatnya sama aku dan El. Kebetulan El juga mau anterin aku pulang ke rumah." Tawar Cahya.
Arneta tersenyum sinis dalam hati. Sungguh tidak tahu malu sekali pikirnya Cahya ini. Dengan entengnya mau diantarkan oleh pria yang sudah bersuami. Bahkan sikapnya saat ini seperti dirinya istri dari El, bukan Arneta.
"Gak perlu. Aku bisa pergi naik ojek motor saja!"
"Kenapa pakai ojek sih? Kan kamu bisa bareng sama kami. Gak enak juga loh dilihat orang kalau kamu perginya naik ojek, sementara ada suami kamu yang bisa anterin pergi."
Arneta malas sekali meladeni Cahya. Walau sikap wanita itu terlihat baik kepada dirinya, tak membuat Arneta mudah ditipu begitu saja. Arneta merasa jika Cahya tak sebaik sikap yang ia perlihatkan saat ini.
"Kalian pergi berdua saja. Aku buru-buru. Akan sangat lama jika El harus mengantarkan kamu dulu baru mengantarkan aku ke rumah sakit!"
"Tapi...." Cahya hendak kembali bersuara. Tapi, Arneta sudah mengangkat tangan di udara dan berlalu pergi dari hadapan Cahya. "Sungguh basa-basi sekali dia. Apa dia tidak tahu tawarannya itu sangat basi?" Arneta yang sejak kemarin lebih banyak diam dan bersabar pun akhirnya menggerutu juga. Bagaimana pun juga, Arneta bukanlah wanita yang cukup bodoh untuk dibodohi oleh Cahya.
Arneta tidak ingin moodnya menjadi buruk karena mengingat kejadian yang terjadi di rumahnya tadi. Dia berusaha untuk mengontrol diri agar bisa kembali tenang dan memperlihatkan senyuman sebaik mungkin pada Bu Maria nanti.
Setibanya di rumah sakit, Arneta mendapatkan informasi yang tak terduga dari dokter yang mengatakan jika ibunya sudah diperbolehkan untuk pulang.
"Neta, jadi kamu mau bawa Ibu kemana setelah keluar dari rumah sakit. Ke rumah suami kamu kan?" Tanya Bu Maria. Dia tidak memiliki tempat tinggal lagi. Makanya Bu Maria bertanya seperti itu. Dimana lagi dia tinggal jika tidak bersama Arneta.
Arneta bergeming. Dia sulit untuk menjawab pertanyaan ibunya. Sampai saat ini dia belum mempertanyakan kesediaan El untuk membawa ibunya tinggal bersama mereka.
"Kenapa kamu diam, Neta? Apa Ibu gak boleh tinggal sama kamu dan suami kamu?" Tanya Bu Maria kemudian.
Arneta menghela napas dalam. "Bukannya gak boleh, Bu. Cuma aku belum bahas masalah ini sama El. Aku harus bicarakan hal ini dulu sama dia." Balas Arneta. Bagaimana pun juga, ia tidak bisa memberikan harapan pada ibunya itu. Apa lagi sikap El selama mereka menikah kurang bersahabat kepada dirinya.
Bu Maria mulai merasa curiga dengan sikap Arneta. Dia merasa ada yang tidak beres dengan rumah tangga anaknya. "Neta, apa hubungan kamu dan suami kamu baik-baik saja?"
Arneta kembali sulit untuk menjawab. Apa dia harus kembali berbohong kepada ibunya untuk menutupi buruknya hubungan rumah tangga yang ia jalani selama ini?
"Ya sudah, kalau kamu gak bisa jawab gak masalah. Ibu bisa tinggal kembali di kontrakan saja setelah ini." Bu Maria sadar diri jika putrinya tidak bisa ia atur lagi seperti dulu. Apa lagi Arneta sudah berumah tangga. Bu Maria tidak ingin hubungan rumah tangga Arneta dan suaminya jadi rusak karena keberadaannya di sana.
"Jangan, Bu!" Arneta menyahut cepat. Dia tidak mungkin membiarkan ibunya tinggal di kontrakan. Sementara dirinya hidup di rumah yang besar. Lain dari pada itu, Arneta tidak akan tega membiarkan ibunya yang masih belum pulih sepenuhnya hidup seorang diri. "Aku akan bahas masalah ini secepatnya dengan El. Aku mohon Ibu bersabar menunggu ya." Pinta Arneta. Andai saja dia memiliki suami yang baik dan pengertian kepada dirinya, Arneta pasti tidak akan berpikir panjang untuk membawa ibunya tinggal bersama dengan dirinya.
***
Sebelum lanjut ke bab berikutnya, jangan lupa berikan rate bintang 5 ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️, like, komen dan giftnya dulu teman-teman🤗
Dan jangan lupa follow instagram @shy1210 untuk seputar info karya. Terima kasih kesayangan semua🤗🤗
bukannya ngasih semangat & nasehat yg baik buat anaknya malah masih aja ngasih racun...🤦🏻♀️🤦🏻♀️