Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Pangeran Riana menarik kursi Yuki dengan tegas, membuat Yuki terkejut hingga tersentak dan menabrak dadanya. Ia menatap Pangeran Riana dengan kebingungan, namun Pangeran Riana tidak peduli dengan reaksi orang-orang di sekeliling mereka. Semua fokusnya hanya pada Yuki—keinginan untuk tidak membiarkan perhatian Yuki teralihkan ke siapa pun, bahkan teman-temannya sendiri, semakin membara.
Pangeran Riana memegang bahu Yuki erat, suaranya rendah namun tegas, “Tetap di sisiku.” Tanpa memberikan kesempatan bagi Yuki untuk membantah, ia membawanya lebih dekat, memastikan bahwa gadis itu tahu hanya ada satu tempat untuknya—di sampingnya, di bawah perlindungannya, tanpa celah bagi siapa pun untuk mendekat.
Bahkan Pangeran Riana mengacuhkan keberadaan Putri Marsha dengan jelas. Seolah kehadirannya tidak pernah ada di antara Mereka.
Para pelayan membawakan sup udang. Yuki langsung memindahkannya ke dekat Bangsawan Voldermon dengan wajah tidak senang.
“Bukankah Kau menyukai sup udang Yuki” tanya Bangsawan Voldermon keheranan.
Yuki menggeleng dengan cepat, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyamannya. “Aku sudah tidak terlalu suka lagi,” jawabnya singkat, menghindari tatapan penuh perhatian dari Bangsawan Voldermon.
Pangeran Riana, yang duduk di sebelahnya, menatap Yuki tajam. Keanehan Yuki pagi ini tidak luput dari perhatiannya, namun dia memilih untuk tidak berkomentar saat itu. Marsha yang sebelumnya mencoba mendominasi suasana dengan kehadirannya, sekarang tampak terabaikan sepenuhnya. Pangeran Riana seolah menegaskan siapa yang sebenarnya penting baginya.
Yuki berusaha keras menjaga ketenangannya, tetapi gelisah di dalam. Setiap aroma kuat di sekitarnya membuat perutnya mual, dan dia berjuang untuk tetap tenang di hadapan Pangeran Riana, yang jelas mulai mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan olehnya.
Tapi Yuki tidak mampu menahan mualnya. Dia segera berdiri. Wajahnya pucat dengan keringat dingin di kening.
Tapi karena bergerak tiba-tiba, mata Yuki menjadi gelap sesaat. Dia terhuyung maju. Beruntung Bangsawan Voldermon segera menangkapnya sebelum Yuki jatuh.
“Yuki, Apa Kau baik-baik saja ?” Tanya Bangsawan Voldermon terkejut.
“Aku mau kembali ke kamar” pinta Yuki lirih.
Pangeran Riana langsung berdiri, wajahnya tegang melihat Yuki yang hampir pingsan di tangan Bangsawan Voldermon. Tanpa menunggu, dia melangkah cepat mendekat dan meraih Yuki dari Bangsawan Voldermon, dengan nada penuh kontrol, berkata, “Aku yang akan mengurusnya.”
Yuki merasa lemah, tetapi masih bisa merasakan lengan kuat Pangeran Riana membawanya pergi dari meja makan. Dia tidak dapat menahan mual yang makin parah, dan dalam pikirannya, Yuki tahu bahwa tidak lama lagi rahasianya tentang kehamilan akan terbongkar.
Pangeran Riana memandang wajah Yuki yang pucat, keningnya berkerut. Dia merasakan ada yang salah, lebih dari sekadar sakit biasa.
...****************...
Sesampai di kamar Yuki menarik Pangeran Riana. “Bolehkah Aku berbaring sebentar dipangkuanmu” tanya Yuki lirih.
Entah kenapa. Yuki merasa mualnya berkurang jika Dia mencium aroma Pangeran Riana. Yuki tidak berani meminum obat sembarangan karena khawatir akan mempengaruhi kehamilannya.
Pangeran Riana terkejut mendengar permintaan Yuki, tetapi dia tidak ragu untuk mengangguk. “Tentu saja,” jawabnya lembut, lalu membantu Yuki untuk berbaring di pangkuannya.
Yuki menutup matanya, merasakan ketenangan yang ditawarkan oleh kehadiran Pangeran Riana. Aroma tubuhnya yang familiar memberikan kenyamanan yang sangat dibutuhkan saat itu. Dalam keheningan, Yuki bisa mendengar detak jantung Pangeran Riana yang menenangkan, seolah mengalirkan energi ke dalam dirinya.
“Apakah kau masih merasa mual?” tanya Pangeran Riana, suaranya penuh kekhawatiran. Dia mengelus lembut rambut Yuki, berusaha menenangkan gadis itu. Yuki menggeleng pelan, walaupun dalam hatinya dia tahu bahwa mual itu mungkin akan datang lagi. Namun, saat ini, dia lebih memilih untuk menikmati momen berharga ini—membaringkan kepala di pangkuan Pangeran Riana.
Tarikan nafas Pangeran Riana terasa di wajah Yuki yang memeluk tubuh Pangeran Riana dengan erat.
Seperti lagu pengantar nina bobo. Yuki memejamkan mata dan terlelap dengan cepat.
Pangeran Riana tersenyum lembut saat melihat Yuki terlelap di pangkuannya. Dia merasakan betapa dalamnya rasa lelah dan ketidaknyamanan yang dialami Yuki. Dengan hati-hati, dia mengatur posisi Yuki agar lebih nyaman, memastikan tidak ada yang mengganggu tidurnya.
Dalam keheningan kamar, Pangeran Riana membiarkan dirinya terbenam dalam pikirannya. Dia mengenang semua yang terjadi antara mereka, segala kesalahpahaman dan ketidakpastian yang merenggangkan hubungan mereka. Kecemasan dan cinta menyatu di dalam hatinya, bertekad untuk melindungi Yuki dari segala bahaya dan ketidakpastian.
Sekilas, pandangannya teralihkan ke jendela, di mana salju perlahan-lahan turun, menciptakan lapisan putih yang indah di luar. Dalam ketenangan ini, Pangeran Riana berjanji untuk memperbaiki segala kesalahan dan menjelaskan perasaannya kepada Yuki—untuk menjelaskan bahwa hatinya hanya untuknya dan tidak ada yang lain.
Sambil menunggu Yuki terbangun, Pangeran Riana memutuskan untuk menikmati momen berharga ini, menyentuh lembut wajah Yuki yang damai. Dia berharap, ketika Yuki terbangun, semua masalah yang membebani mereka dapat diatasi dan hubungan mereka bisa kembali seperti semula, atau bahkan lebih baik lagi.
...****************...
Yuki dan Pangeran Riana berjalan menuju Mobil. Rencananya Mereka akan pergi ke istana Ibu Suri untuk menghadiri undangan makan malam disana.
Pangeran Riana memegang lembut pinggang Yuki dan membukakan Yuki pintu. Ketika Putri Marsha datang dan ingin ikut.
Pangeran Riana jelas menolak. Dan merasa kesal karena Putri Marsha tidak melihat posisinya.
Yuki merasakan ketegangan yang menggantung di udara saat Putri Marsha muncul. Meskipun Pangeran Riana berusaha tetap tenang, Yuki bisa melihat ekspresi kesal di wajahnya. Riana mengalihkan pandangannya ke Putri Marsha dengan nada yang tegas, “Ini bukan acara untukmu, Marsha. Kami memiliki urusan yang lebih penting.”
Putri Marsha terlihat terkejut, tetapi dia segera mencoba membela diri. “Aku hanya ingin bergabung. Ibu Suri pasti akan senang melihatku,” katanya dengan suara manja.
Yuki berdiri di samping Riana, merasakan betapa tegangnya situasi ini.
. “Kita harus pergi sekarang. Ibu Suri tidak suka menunggu,” kata Pangeran Riana pada Yuki, suaranya tidak memberi ruang untuk negosiasi lebih lanjut.
Putri Marsha terlihat tidak senang dan mencibir, tetapi akhirnya mundur dengan kecewa. “Baiklah, aku akan pergi. Tapi ingat, Riana, aku akan selalu ada di sisimu,” katanya sebelum berbalik dan meninggalkan mereka.
Yuki masuk ke dalam mobil disusul Pangeran Riana. Keduanya diam beberapa saat.
Yuki bertanya memecah keheningan diantara keduanya “apakah tidak apa apa bersikap seperti itu pada Putri Marsha ?.”
Pangeran Riana menjawab acuh “Tidak. Dia sendiri yang tidak tahu tempat”
“Itu menyakitkan. Dia adalah wanita yang Kau cintai”
Pangeran Riana menatap Yuki langsung. “Aku hanya menyentuh wanita yang kucintai Yuki. Bukan sembarang wanita seperti yang Kau tuduhkan. Jika Aku terlihat dekat dengan Putri Marsha bukan artinya Aku mencintainya. Ada banyak kepentingan yang harus menggunakannya”
Yuki terdiam sejenak, menatap wajah Pangeran Riana yang begitu tegas. Kata-katanya mengalun dengan dingin namun penuh makna, membuat Yuki merenung.
“Aku hanya menyentuh wanita yang kucintai, Yuki,” kalimat itu terus terngiang di telinganya. Yuki merasakan hatinya campur aduk. Dia tahu ada banyak hal yang belum ia pahami sepenuhnya mengenai Riana, tetapi mendengar kata-kata itu dari mulutnya langsung membuat Yuki merasa lebih bingung.
Pangeran Riana menghela napas panjang, matanya sedikit melembut saat memandang Yuki. “Kau tidak mengerti, Yuki. Dalam posisi ini, kadang kita harus menggunakan orang-orang di sekitar kita untuk mencapai tujuan. Putri Marsha hanyalah alat politik, dan kedekatan dengannya diperlukan agar musuh-musuh mengalihkan perhatian mereka. Tapi itu tidak pernah berarti aku memiliki perasaan padanya. Hanya kau, Yuki.”
Yuki merasakan sebersit kelegaan, tetapi bersamaan dengan itu, ada rasa bersalah yang muncul. “Tapi PutriMarsha, dia terlihat begitu peduli padamu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya mengetahui semua ini.”
Pangeran Riana memandang jauh ke depan, suaranya tetap tenang meski tegas. “Marsha sudah tahu posisinya sejak awal. Jika dia merasa sakit, itu pilihannya sendiri. Aku tidak pernah memberikan janji apa pun padanya. Jangan khawatirkan dia. Yang harus kau ketahui hanyalah bahwa aku mencintaimu.”
Mendengar pengakuan itu, Yuki hanya bisa terdiam.
...****************...
Malam itu, suasana di ruang makan terasa hening namun sarat akan formalitas. Mereka duduk mengelilingi meja panjang, di bawah gemerlap lampu kristal yang menghiasi langit-langit ruangan. Raja Bardhana duduk di ujung meja, pandangannya menyapu ruangan dengan tatapan bijak. Ibu Suri di sisi lainnya, mengenakan pakaian elegan dengan aura yang menunjukkan kekuatan di balik sosoknya yang anggun.
Pangeran Riana duduk di samping Yuki, sementara Bangsawan Voldermon duduk di seberang mereka, terlihat santai meski tetap menghormati suasana. Meskipun makanan belum disajikan, percakapan ringan mulai mengalir di antara mereka, mencoba mengisi kekosongan waktu.
“Aku mendengar perjalanan kalian ke sini tidak terlalu menyenangkan karena cuaca buruk,” kata Ibu Suri, membuka pembicaraan. Suaranya lembut, namun tegas.
“Cuaca memang kurang bersahabat,” jawab Pangeran Riana dengan singkat, sembari sesekali menatap Yuki di sampingnya.
Raja Bardhana yang duduk berseberangan, memandangi Yuki dengan sorot mata yang tak bisa ditebak. “Yuki, kau terlihat agak pucat. Apakah semuanya baik-baik saja?” tanyanya dengan nada yang penuh perhatian, meskipun terasa ada sedikit tekanan.
Yuki terkejut dengan perhatian mendadak itu. Dia berusaha tersenyum, meski merasa canggung di hadapan begitu banyak figur penting. “Aku baik-baik saja, Yang Mulia. Mungkin sedikit lelah.”
Bangsawan Voldermon, yang selama ini hanya mengamati percakapan, menambahkan, “Sepertinya kau butuh sedikit istirahat, Yuki. Perjalanan ke sini pasti melelahkan. Terutama dengan suhu yang dingin.”
Pangeran Riana meremas ringan tangan Yuki di bawah meja, sebagai isyarat agar ia tetap tenang. “Kami akan memastikan Yuki mendapatkan istirahat yang cukup setelah ini.”
Ibu Suri tersenyum kecil, tatapannya tertuju pada Yuki. “Yuki, kau akan terbiasa dengan segala tekanan di istana seiring berjalannya waktu. Ingatlah, kekuatan dan kesabaran adalah kunci.”
Suasana semakin terasa berat, meskipun obrolan mereka terdengar ringan. Yuki merasa tatapan beberapa orang di meja itu tertuju padanya, dan meskipun Pangeran Riana berusaha membuatnya nyaman, Yuki masih merasa ada sesuatu yang tak terucapkan.