MENCINTAI HUMAIRAH

MENCINTAI HUMAIRAH

Part 1

Suara ayam berkokok membuat suasana pagi hari di kampung begitu ramai.

"Aira sudahmi, nak."

Gadis cantik, bermata biru serta memiliki kulit putih, rambutnya yang terurai panjang menoleh.

"Ini ku kasih masuk dulu pakainku umi ke dalam tas."

"Umi tunggu pale di ruang tamu, nah."

"Iya, umi."

Humairah kembali membereskan pakaiannya ke dalam tas. Hari ini dia akan ke kota jakarta, melanjutkan pendidikannya di sana.

"Rasanya deg-degaan," ucap gadis itu.

Setelah semua pakainnya selesai, Humairah pun keluar dari kamarnya, berniat untuk makan bersama dengan keluar sebelum dirinya diantar ke bandara.

"Humairah, anaknya Etta. Kalau di kampungnya ki orang, jangki banyak tingkah nah. Ingat bukan kampung ta itu. Apalagi kita tinggal sama temannya umi. Bukan siapa-siapa ta itu, beliau cuma orang baik yang mau memberimu tumpangan. Jaga sikap ta."

Mereka berasal dari kampung jeneponto salah satu provinsi sulawesi selatan.

Humairah mengangguk, mendengarkan setiap ucapan dan nasehat ayahnya.

"Iyya Etta."

Setelah makan, mereka pun mulai bersiap untuk mengantar Humairah ke bandara.

...****************...

Humairah memeluk semua tante, om serta teman-temannya.

"Hati-hati ya, Aira."

Humairah mengangguk, menghapus air matanya yang membasahi pipinya di balik cadar.

Gadis itu masuk ke dalam mobil. Ayahnya pun mulai melajukan mobilnya.

Humairah menatap semua tempat yang mereka lewati. Tempat biasanya dia dan kawannya bermain.

Ayahnya dan sang ibu ikut merasa sedih harus melepaskan putri mereka jauh untuk meraih cita-citanya.

Tak terasa perjalanan mulai jauh, dan tepat selesai magrib mereka sampai di bandara.

"Anak gadisnya Etta, tidak boleh menangis." Ayahnya menghapus air matanya Humairah.

"Etta Aira enggak bisa, Aira tidak bisa pisah sama kalian."

Umanya mendekati putrinya. "Pergilah."

Humairah mengangguk. Ia melambaikan tangannya kepada orang tuanya.

Saat anak itu sudah hilang dari pandangan mereka. Kedua orang tua Humairah pun menumpahkan air matanya.

"Semoga bisa na jaga dirinya, ya Etta."

'"Bisa ji itu Humairah jaga dirina."

...----------------...

Seseorang menepuk bahu Humairah saat sudah turun dari pesawat dari beberapa menit lalu. Ia menempuh perjalanan satu jam.

"Humairah kan?"

Humairah mengangguk.

"Gue anaknya teman umi lo, Arika," ucap lelaki tampan itu.

"Benaran? Enggak bohong?" tanya Humairah memastikan.

"Enggak percaya banget." Lelaki itu memperlihatkan foto mommynya membuat Humairah pada akhirnya percaya.

Humairah pun masuk ke dalam mobil lelaki itu. Dia masuk dan duduk di belakang.

"Gue bukan supir lo, hey. Duduk depan."

"Enggak, mau di sini aja."

"Lo takut sama gue?"

Humairah menggeleng membuat lelaki itu bingung.

"Kita bukan muhrim, enggak boleh dekat-dekatan. Lagian enggak ada yang bakal tau kok."

"Yaudah deh."

Arvi pada akhirnya mengalah, ia mulai melanjutkan mobilnya, dari pada berdebat terus dengan gadis anak teman mommynya itu.

Singkat cerita, mereka pun sampai di rumah mewah. Humairah sampai menganga melihat rumah besar tersebut.

Padahal di kampung, rumah orang tuanya lah yang paling terlihat menonjol, tapi ini lebih mewah.

"Ayo keluar."

Humairah turun dari mobil. Sedangkan Arvi mengambil kopernya di bagasi.

"Ayo," ajak Arvi saat melihat gadis itu bengong di tempat.

Baru saja di teras, pintu rumah sudah terbuka memperlihatkan wanita paruh baya. Namun, wajahnya masih terlihat awet muda.

"Akhirnya kamu datang juga." Wanita itu mengajak Humairah masuk ke dalam rumah.

Sedangkan Humairah jadi merasa canggung. Ingin rasanya pulang ke sulawesi kembali.

"Arvi bawa barang-barang Humairah ke kamar."

"Iya paduka ratu." Arvi mendorong koper tersebut ke sebuah kamar.

Sedangkan Humairah di ajak ke ruang makan. Di ajak makan bersama dengan yang lain.

"Ayo ikut makan, kamu pasti laparkan, sayang."

Humairah dengan merasa canggung duduk diantara tiga orang yang sudah menikmati makan malam.

Lelaki paruh payah, yang merupakan kepala rumah tangga di sana tersenyum ke arahnya membuat Humairah membalasnya.

"Ayo makan, nak. Enggak usah malu-malu."

Humairah mengangguk, dia hanya mengambil nasi sesendok dan lauk.

"Kok cuma segitu?"

"Segini aja tante."

Arika duduk di samping gadis tersebut, tahu jika anak itu sedang malu dan canggung kepada mereka.

"Shaka sudah kenyang."

"Makanannya belum habis, Shaka."

"Shaka udah kenyang, mommy." Anak itu beranjak pergi dari sana.

Arika dan sang suami geleng-geleng kepala melihat putra sulung mereka.

"Anak tante yang satu itu memang begitu, maklumi ya."

Humairah mengangguk. Dia berpikir anak teman uminya hanya seorang perempuan, ternyata mempunyai dua anak bujang juga. Kalau begini, dia memilih ngekos aja.

"Halo kakak cantik," sapa gadis kecil yang menyapa Humairah.

Humairah tersenyum di balik cadarnya, dan membalas sapaan gadis kecil itu.

"Mommy nama kakak cantik ini siapa."

"Namanya kakan Humairah."

Ainun beroh saja. Dia berpindah tempat duduk ke samping Humairah.

"Kak Humairah, kakak enggak usah malu ya. Ada Ainun kok di sini, kakak enggak usah peduliin aa Shaka sama aa Arvi."

Humairah mengangguk. Ada rasa lega saat mendengar ucapan Ainun.

Arika dan Raiden tersenyum melihatnya. Mereka pun melanjutkan makan malam dengan tenang.

Usai percakapan di meja makan, Ainun mengantar Humairah ke kamar yang akan Humairah tempati.

Humairah merasa takjub dengan isi kamar tersebut, ia kira akan diberikan kamar sederhana saja. Ternyata kamarnya begitu mewah.

"Kakak kenapa? Kok diam? Ayo masuk."

"Ainun, ini benaran aku tidur di sini?"

"Iya kak, kenapa sih?"

"Enggak kok." Humairah melangkah masuk, ia duduk di kasur empuk, sangat empuk beda dengan kasurnya yang kawatnya mulai bermunculan di balik kasur.

"Ainun, ayo ke kamar kamu. Biarin kakak Humairah istirahat, kamu besok sekolah. Jadi harus bangun pagi."

Ainun mengerucut bibirnya. Namun, perlahan tersenyum ke arah Humairah.

"Kakak, Ainun ke kamar dulu ya. Besok kita main."

"Ok Ainun." Humairah menaikan jempolnya, anak kecil itu pun keluar dari kamarnya.

"Istirahat, ya. Seragam sekolah kamu besok udah tante siapin di dalam lemari. Kamu tinggal pake besok."

"Repot-repot banget tante, Humairah jadi enggak enak hati."

Arika tersenyum dan mengusap kepala gadis tersebut.

"Enggak masalah, sayang. Selama kamu di sini, kamu adalah tanggung jawab tante, enggak usah sungkan ya."

Humairah mengangguk. Arika pun keluar dari kamar tersebut, Humairah pun menutup pintu kamar.

"MasyaAllah, kamarnya benar-benar impian aku banget."

Humairah melepaskan hijab dan cadarnya. Setelah itu berjalan ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri lalu menunaikan sholat isya setelah itu baru beristirahat.

"Besok hari pertama aku sekolah di sini, ya Allah lancarkan semuanya. Semoga aku bisa menjaga sifat yang kampungan aku ini." Humairah berdoa dalam hatinya.

"Semoga aku bisa menyelesaikan pendidikan ku di sini dan pulang ke kampung. Beri nama baik buat Etta dam umi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!