Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyebelin
...|Support aku yaa, biar aku tambah semangat|...
...|Happy Reading|...
...••★••...
Pada malam harinya Vika mengerjakan tugas di teras, ia lupa bahwa masih memiliki PR yang belum selesai. Di sini tidak terlalu sepi beda lagi ceritanya saat masih di rumah kakeknya, sepi padahal baru maghrib. Ditemani dengan secangkir teh hangat dan kukis dia sudah anteng-anteng saja bahkan nyamuk yang tak seberapa besarnya itu sama sekali tak mengganggunya. Dia sudah berusaha memecahkan soal-soal Fisika itu, tapi baru setengahnya yang sudah Vika selesaikan. Dia bukan siswa yang pintar ia akui itu.
Untuk mengistirahatkan otaknya dia menengadah sebentar menatap langit malam yang sepi hanya ada rembulan di sana. Jika sudah begini dia jadi merindukan keluarganya Kakek, Ayah, Ibu, Arya. Kapan mereka akan pulang dan memaafkan kesalahannya di masa lalu?
Lamunan Vika buyar seketika ketika melihat seseorang sedang membuka gerbang rumahnya. Penerangan di halaman depan cukup membuat Vika bisa melihat siapa orang itu. Malas berurusan dengannya Vika lebih memilih untuk mengerjakan soal-soal yang belum ia selesaikan. Tapi belum juga dia mengetahui rumus yang perlu digunakan, orang itu sudah dihadapannya.
"Dari Ibu!"
Ternyata berusaha tidak penasaran sangatlah susah, akhirnya Vika mendongak ke arah Faiq dengan sekotak kue moci dengan berbagai macam warna yang tampak begitu menggiurkan. Tangannya terulur untuk mengambil kotak makanan itu.
"Untuk saya?"
"Bukan, buat Bang Alam!" ketus Faiq,"ya buat lo lah, orang gue ngasihnya aja ke lo!" ujar Faiq sambil berjalan menuju kursi sebelah meja. "Oo, makasih Kak, sampaikan terimakasih saya ke Tante Sekar juga."
"Iya, gue denger Bang Alam udah pulang, dimana sekarang?" Faiq yang sebelumnya menatap bunga-bunga di halaman Eyang Sinta, kini sudah memperhatikan Vika yang sibuk memakan moci buatan Ibunya. Lahap sekali, memang enak bahkan sangat enak bagi Faiq, dia saja baru selesai makan tadi.
"Ada di kamarnya, Kak! Uhuk uhuk." Langsung saja Faiq menyodorkan teh milik Vika saat ia tersedak. "Nih minum, makanya kalau lagi makan tuh jangan ngomong!" Vika langsung saja menerima teh yang sudah hangat itu, lalu meminumnya perlahan. "Makasih Kak, tadi saya bicara karena Kakak bertanya."
"Sorry, cara bicara lo baku kayak guru Bahasa indonesia aja." Setelah meminum tehnya hingga habis Vika kembali berucap. "Enggak kok, saya bicara baku cuma buat kesopanan aja. Kak Faiq kan kakak kelas saya."
"Tapi ini bukan di sekolah, santai aja." Kemudian mata pria itu melirik ke buku-buku yang tengah berserakan di meja. Keningnya berkerut ketika melihat jawaban di buku itu. "Lo bego beneran ternyata." Vika yang akan memasukan moci ketiganya ke dalam mulut langsung menaruh moci itu di tempatnya. "Atas dasar apa Kakak bilang saya bego?"
"Jawaban lo salah semua." Ujar Faiq yang sedang mengangkat buku tugas Vika. "Tahu dari mana jawaban saya salah semua?"
"Gue udah pernah belajar materi itu, makanya gue tahu jawaban lo salah semua." Sudah setahun berlalu, tapi Faiq masih mengingat materi kelas 10. Ingat perkataan Eyang Sinta yang berkata bahwa Faiq selalu juara umum? Itu bukanlah bualan semata, semua orang pasti tahu baik dari siswa di SMA Nusa Bakti hingga orang tua murid.
Faiq mengibaskan buku milik Vika tepat di hadapan empunya. Wanita itu berkedip setelah sekian detik terpaku dengan kalimat jawaban lo salah semua. "Ngelamun mulu, pantes bego."
Tanpa permisi Faiq langsung mengambil pulpen milik Vika yang sempat Faiq pinjam tadi dan mengerjakan tiap soal yang salah di selembar kertas yang ia ambil dari buku Vika. Diam-diam Vika memperhatikan apa yang Faiq tulis. Sesekali dia tampak bingung dengan rumus yang digunakan pria itu, padahal baru tadi materi itu disampaikan oleh gurunya. Faiq asyik mengerjakan, dia tahu rumus yang tepat untuk soal itu. Tak jarang ia bergumam sendiri seperti menerawang apa yang akan terjadi, Faiq juga sedikit menjelaskan kepada Vika tentang pemecahan masalah fisika itu.
"Paham?" tanya Faiq setelah menyelesaikan semua soal dalam kurun waktu yang singkat. Dia berdecih ketika Vika menggelengkan kepalanya. "Bagian mana yang nggak paham? Biar gue jelasin lagi."
Baru saja Vika hendak menunjuk salah satu soal yang kurang ia pahami, suara deheman Alam mengalihkan perhatian keduanya. Faiq ikut berdehem keras, dia sedikit salah tingkah seperti orang yang baru ketahuan mencuri mangga. Berulang kali dia memandang Alam dan Vika secara bergantian. "Lo pelototin aja tuh soal. Nanti juga ngerti, kalau nggak ngerti juga emang dasar lo bego beneran."
"Saya tahu saya memang bodoh. Tapi setidaknya attitude saya lebih baik daripada Kakak!"
"Gue juga orang baik. Tapi gue males aja buat ngeliatin sisi baik gue ke lo." Sebelum Vika kembali menjawab perkataannya, Faiq sudah diseret oleh Alam. "Berisik lo berdua berdebat mulu, mending lo main PS aja sama gue, Iq!" ujar Alam, dia merangkul Faiq kedalam rumah. Sedangkan Vika yang tak bisa membalas perkataan Faiq kepadanya lebih memilih memakan mocinya kembali.
***
Perhatian semua orang tertuju pada titik yang sama, dimana menjadi pusat terjadinya keributan di kantin. Ada yang tertawa, bersikap acuh, bahkan ada yang kebingungan hingga bertanya kesana-kemari.
"Perasaan baru tadi pagi mereka ribut lagi gara-gara sabuk tengkorak punya kak Zaki, sekarang nambah masalah lagi gara-gara stangan lehernya enggak dipake." Ujar Lita dengan di susul kekehan dari Dita. Melihat perseteruan dua orang terkenal itu seperti mimum es teh di saat teriknya matahari. Salah satunya most wanted di sekolah,satunya lagi wakil ketua OSIS yang sangat disegani oleh semua siswa melebihi rasa segan mereka terhadap ketua OSIS. Mereka seperti Tom and Jerry, pasti tiap bertemu akan terjadi keributan.
"Gue tadi abis sholat, stangan leher gue jatuh di tempat wudu. Makanya enggak gue pake. Ngerti nggak sih lo?" suara Zaki menggema hingga seluruh penjuru kantin. Berbanding terbalik dengan Zaki yang emosinya meledak-ledak, wakil ketua OSIS yang bernama Zoya justru terlihat begitu tenang. "Gue kan Cuma bilang pake stangan leher lo!" ujar Zoya sambil menunjuk-nunjuk Zaki, "Gue nggak mau tau, mau itu basah, bau, sampe kecebur got sekalipun pokoknya harus lo pake!" lanjutnya.
"Lo mau gue masuk angin gara-gara stangan leher basah? Okay fine gue turutin mau lo!" setelah. Mengatakan itu, Zaki pergi begitu saja dari kantin. Membuat Zoya kembali melanjutkan makannya dengan tenang.
Bukanya membantu Faiq dan Aries malah cekikikan di meja yang biasa mereka tempati. Berbeda dengan Aries yang kurang setia kawan, Faiq lebih memilih mengikuti Zaki walau ujung-ujungnya akan menertawakaan sepuasnya, selagi ada kesempatan langka mengapa harus dilewatkan?
Sedangkan Vika menonton dengan wajah datar andalannya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, sejak awal dia ke kantin karena diseret Lita untuk menonton pertengkaran akbar Zaki dengan Zoya. "Eh, liat tuh Vik, Kak Faiq liatin lo terus deh." Ujar Lita.
Sontak saja Vika langsung melihat ke arah pandang Lita yang tak lain adalah tempat dimana Faiq berjalan sekarang. "Bukan, mungkin liatin yang lain."
"Kemarin kalian pulang bareng ya, Vik?" tanya Dita, dia ingat betul saat dirinya selesai dengan latihan bandnya, ia melihat Vika masuk kedalam mobil Faiq.
Ingatan Vika kembali berputar ke kejadian kemarin. Emosinya tersulut ketika mengingat Faiq yang sangat menyebalkan seharian itu, dimulai saat ekskul hingga sampai disaat dia mengatainya bodoh.
"Kebetulan kita tetanggaan, jadi Kak Faiq nawarin diri buat pulang bareng, itu aja nggak ada alasan lainnya."
"Bukannya gue mau nakut-nakutin atau apa, gue cuma khawatir aja sama lo. Kalau bisa jangan pulang bareng Kak Faiq lagi, fansnya Kak Faiq itu banyak banget, mereka pasti mikirnya lo lagi berusaha jadiin diri lo satu-satunya buat Kak Faiq." Vika mengangguk untuk merespon perkataan Dita.
Vika paham betul maksud Dita hanya tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Vika. Karena sama dengan sekolah lamanya, most wanted guy hanya boleh dijadikan milik bersama, tidak boleh dimiliki satu orang saja, lagi pula Vika tidak tertarik dengan Faiq, Vika sangat percaya diri bahwa sampai kapanpun hubungannya dengan Faiq akan tetap sama, hanya sebagai kakak dan adik kelas juga sebagai tetangga satu kompleks.
•••
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^Kepik Senja 🐞^^^