Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Keputusan Akhir
Waktu terus berjalan, dan hari-hari yang penuh dengan kebingungan dan pertarungan batin bagi Anna semakin terasa melelahkan. Meskipun dirinya telah mencoba untuk bangkit, ada kalanya ia merasa terperangkap dalam pusaran perasaan yang tak kunjung berhenti. Kehidupan baru yang ia coba bangun di apartemennya sendiri kadang terasa seperti sebuah kebohongan besar, karena hatinya yang terpecah antara keinginan untuk melanjutkan hidup dan bayang-bayang masa lalunya yang terus menghantui.
Namun, meskipun demikian, Anna tidak bisa terus berlarut-larut dalam ketidakpastian. Ada satu hal yang selalu mengganggu pikirannya: apakah ia benar-benar membuat keputusan yang tepat dengan meninggalkan Alan? Setiap kali ia melihat cermin, ia bisa melihat dirinya yang rapuh, terluka, namun tetap berusaha untuk berdiri. Ia tahu, keputusannya untuk pergi adalah langkah yang penting, tetapi kadang, rasa takut akan masa depan yang tidak pasti membuatnya ragu.
Suatu malam, setelah seharian bekerja keras di kantor, Anna kembali ke apartemennya dengan langkah lesu. Tubuhnya lelah, pikirannya kacau. Ia mengunci pintu, membiarkan suasana sunyi di apartemen kecil itu mengelilinginya. Hanya ada suara deru angin yang masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Anna duduk di tepi tempat tidurnya, menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya.
Tiba-tiba, ada suara ketukan di pintu. Suara itu membuat Anna terlonjak, jantungnya berdegup kencang. Siapa yang datang? Semua orang yang ia kenal tahu bahwa ia ingin menyendiri. Dengan rasa penasaran yang menggerogoti dirinya, Anna membuka pintu pelan-pelan. Di luar sana, berdiri Alan, dengan penampilan yang tampak lebih kusut daripada sebelumnya.
“Alan...” suara Anna hampir tak terdengar, ia tidak tahu harus berkata apa. Hatinya berdebar kencang.
Alan menatapnya dengan tatapan penuh penyesalan. Wajahnya nampak lelah dan matanya seperti menyiratkan keputusasaan yang mendalam. "Anna, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu," katanya dengan suara serak. "Aku tahu aku sudah menyakiti kamu, tapi aku tidak bisa hidup tanpamu."
Anna menarik napas panjang, matanya berusaha menghindari tatapan Alan. Ada perasaan yang campur aduk dalam dirinya—marah, kecewa, dan bahkan sedikit rasa rindu yang ia coba sembunyikan. Namun, ia tahu, ia sudah terlalu banyak terluka untuk bisa kembali seperti dulu.
“Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, Alan,” jawabnya dengan suara yang tersekat. “Aku sudah memutuskan untuk pergi, untuk menyelamatkan diriku sendiri. Aku tidak bisa terus berada dalam hubungan yang seperti ini.”
“Tapi aku berubah, Anna,” Alan bersikeras. “Aku sudah sadar. Aku tidak bisa mengulang kesalahan yang sama lagi. Aku ingin memperbaiki semuanya, kalau kau memberiku kesempatan.”
Anna menatap Alan dengan mata yang berkaca-kaca. Setiap kata yang keluar dari mulut Alan menggoreskan luka yang lebih dalam. Ia ingin percaya, ingin berharap bahwa Alan memang bisa berubah, tetapi setiap perasaan itu dibalut dengan rasa takut dan keraguan yang tak bisa ia pungkiri. “Kau bilang itu dulu, Alan,” jawabnya pelan. “Setiap kali kita berbicara tentang perbaikan, itu selalu hanya kata-kata kosong. Aku sudah terlalu lelah mendengarnya.”
“Tapi aku benar-benar berubah kali ini, Anna,” ujar Alan dengan penuh harapan. “Aku akan melakukan apa saja untukmu, untuk kita. Aku hanya butuh satu kesempatan lagi.”
Anna menutup matanya, berusaha menahan tangis. Setiap kata Alan terasa seperti sebuah pukulan yang datang bertubi-tubi. Ia ingin melepaskan semua perasaan ini, tetapi hatinya terus bertanya-tanya: Apakah ia bisa memaafkan Alan? Apakah ia bisa kembali seperti dulu? Apakah ia siap untuk membuka hatinya lagi setelah semua yang terjadi?
Namun, di dalam dirinya, ada suara kecil yang berkata bahwa ia harus melanjutkan hidupnya, bahwa ia harus melepaskan Alan dan semua kenangan pahit yang tersisa. Ia mengerti bahwa meskipun cinta itu ada, ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Dan batas itu telah dilanggar oleh Alan berkali-kali.
“Alan, aku tidak bisa lagi,” suara Anna begitu lembut, hampir seperti bisikan. “Aku sudah memberi banyak kesempatan, dan setiap kali itu hanya berakhir dengan rasa sakit. Aku tidak bisa terus hidup dengan harapan yang tidak pasti.”
Alan terdiam. Ada kesedihan yang mendalam di matanya, dan ia bisa merasakan keputusasaannya yang semakin mendalam. “Jadi, ini benar-benar akhir, Anna?” tanyanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Anna mengangguk, meskipun hatinya terasa terbelah. “Aku ingin melanjutkan hidupku, Alan. Aku ingin menemukan diriku lagi, tanpa bayang-bayangmu. Aku ingin menjadi diriku sendiri, tanpa ada rasa takut dan cemas.”
Alan menunduk, menahan emosinya yang hampir meledak. “Aku... aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Anna,” katanya dengan suara yang patah. “Aku mencintaimu, dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa kamu.”
Dengan hati yang berat, Anna berkata, “Aku juga mencintaimu, Alan. Tapi aku sudah tidak bisa terus bersama seseorang yang membuatku meragukan diriku sendiri.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Alan berbalik dan pergi. Anna menatapnya pergi dengan hati yang penuh dengan penyesalan, tetapi juga dengan rasa lega yang perlahan-lahan muncul. Meskipun ia merasa hancur, ia tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang benar untuk dirinya sendiri.
---
Menghadapi Masa Depan
Beberapa hari setelah pertemuan dengan Alan, Anna merasa ada beban yang sedikit terangkat dari pundaknya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia tahu bahwa jalan yang ia pilih adalah yang terbaik. Namun, perasaan kosong masih menggelayuti dirinya, dan kesepian kadang datang di tengah malam, ketika dia terjaga dan berpikir tentang apa yang telah terjadi.
Ia mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan dan mencoba untuk menikmati kebebasan yang ia miliki sekarang. Ia bertemu dengan teman-temannya lebih sering, mencoba untuk kembali ke dunia sosial yang sempat ia tinggalkan karena hubungan dengan Alan. Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, tetapi ia tahu bahwa ia harus terus berjalan. Tidak ada yang akan membantunya selain dirinya sendiri.
Di dalam hatinya, Anna mulai belajar untuk melepaskan. Meskipun luka lama masih terasa, ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Ia harus lebih kuat dari sebelumnya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Anna merasa ada harapan baru yang mulai tumbuh di dalam dirinya.
Bagaimanapun, Anna tahu satu hal dengan pasti: ia telah memilih untuk hidup, dan itu adalah keputusan yang harus ia perjuangkan sampai akhir.