Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 11
"Enak sekali ya makan siang sambil mesra-mesraan? Boleh ikut gabung tidak?"
Ailen membeku di tempat. Bahkan suasana di kantin berubah menjadi sangat sunyi saat suara dingin tersebut terdengar. Masih dengan mulut penuh makanan, dia memberanikan diri untuk menoleh. Dalam hati Ailen berdoa semoga pemilik suara itu bukan seseorang yang sedang dia pikirkan.
(Dia lagi?)
"Hai .... "
" .... "
"Kaget atau terpana melihat ketampananku?"
Julian menoleh ke arah lain. Tak menyangka kalau bosnya akan mengeluarkan kalimat narsis. Sangat diluar dugaan.
"Tuan Derren." Fredy segera membungkuk memberi hormat pada laki-laki yang adalah pemilik rumah sakit. Jujur, dia kaget sekali saat pria ini muncul dan langsung menggeser posisi duduknya dari samping Ailen.
Tak menghiraukan sapaan pria yang dia anggap sebagai bedebah busuk, Derren fokus berbalas pandang dengan Ailen. Entah ke mana perginya semua kekesalan yang tadi membakar jiwa. Mendadak musnah begitu dia melihat bibir merona kesukaannya.
"Untuk apa kau kemari?" tanya Ailen setelah tersadar dari keterkejutan.
"Tentu saja untuk menangkap basah dirimu yang sedang berselingkuh," jawab Derren gamblang.
"A-apa kau bilang? Selingkuh?"
"Ya. Dan bedebah ini adalah orangnya."
Semua mata langsung tertuju pada Fredy saat telunjuk Derren terarah padanya. Sungguh, dia melakukan itu tanpa menatap orangnya langsung.
"Tuan Derren," Ailen bicara dengan nada setenang mungkin. "Kita tidak terikat hubungan yang pantas untuk disebut pasangan. Dan juga antara aku dengan dokter Fredy tidak seperti yang kau tuduhkan barusan. Beliau baru saja kembali dari luar negeri dan kami sedang bernostalgia. Mohon koreksi ucapanmu agar tidak menimbulkan fitnah."
"Fitnah ya?"
Satu seringai tipis di bibir Derren membuat tengkuk Ailen meremang. Apalagi sekarang? Jangan bilang Derren akan kembali menyerangnya seperti yang terjadi saat di dalam lift tempo hari. Membayangkan hal cabul tersebut membuat Ailen menelan ludah. Ada dokter Fredy di sana. Pasti akan sangat memalukan jika sampai melihat perbuatan gila seorang Derren.
"Tersipu malu saat dia menyentuh puncak kepalamu. Itu apa namanya kalau bukan berselingkuh?" bisik Derren sembari memainkan rambut Ailen yang tergerai di bahu. Wangi.
(Gila. Aku benar-benar akan gila sekarang)
"Kita bicara di tempat lain."
Mata semua orang langsung melihat ke bawah saat Derren menebar tatapan dingin pada mereka. Julian yang tahu arti tatapan tersebut, segera memberi peringatan agar tidak ada yang membocorkan kejadian ini pada media. Setelah itu dia mendekati pria yang disinyalir sebagai selingkuhan Nona Ailen.
"Wajahmu tidak asing. Apa kau bagian dari rumah sakit ini?" tanya Julian.
"Benar, Tuan. Saya Fredy, dokter yang beberapa tahun lalu mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri," jawab Fredy dengan sopan. Pria di hadapannya bukan orang sembarangan, jadi dia harus menjaga sikap. "Kalau boleh tahu ada hubungan apa ya antara dokter Ailen dengan Tuan Derren? Sepertinya beliau salah memahami kebersamaan kami tadi. Maaf jika pertanyaan saya lancang."
"Mereka berada dalam hubungan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Jelasnya, akan semakin baik kalau kau tak mencari masalah."
"Mereka ... pacaran?"
Tak ada jawaban. Fredy tersenyum canggung. Mungkinkah dia terlambat? Sayang sekali. Lawannya adalah orang berkuasa. Dokter bedah sepertinya mana sanggup bersaing.
"Dokter Fredy, apapun niat yang ada di hatimu, aku sarankan sebaiknya kau jangan melewati batasan. Berhubunganlah selayaknya teman dengan Nona Ailen. Jika lebih dari itu, bisa saja karirmu yang menjadi taruhan," ucap Julian santai memberi peringatan sebelum pergi.
Sepeninggal Julian, orang-orang sibuk berbisik-bisik. Diantaranya ada Juria. Sempat dilanda dilema akan memihak pada dokter atau konglomerat, kini dia terlihat kurang suka dengan tindakan si pemilik rumah sakit.
"Tuan Derren memang idaman wanita sejuta umat, tapi kalau sikapnya begitu arogan, siapa yang mau?" ujar Juria.
"Aku mau kok."
"Itu karena otakmu konslet. Makanya kau mau. Huh."
"Lho, kita berpikir realistis saja, Juria. Siapa sih yang tidak mau punya kekasih spek dewa seperti Tuan Derren? Bahkan menjadi yang nomor dua pun aku tak keberatan. Sungguh."
Disaat Juria sibuk meributkan sikap pemilik rumah sakit yang arogan, di tempat lain ada Ailen yang sedang kelabakan menghadapi Derren. Tubuh rampingnya dihimpit ke dinding dengan kedua tangan ditahan di atas kepala.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Derren? Tolong jangan perlakukan aku seperti ini!" kesal Ailen mencoba menyadarkan Derren supaya berhenti bersikap semena-mena padanya.
"Yang ku inginkan?" Derren mendekatkan wajah ke depan bibir Ailen. "Kau. Aku menginginkanmu. Jelas?"
"Kau gila!"
"Ya. Aku memang gila. Sebab itulah jangan bermain-main dengan perasaan orang gila"
"Apa maksudmu?"
"Bedebah itu ... kau menikmatinya bukan saat dia menyentuhmu di sana sini? Aku melihat semua itu, Ailen. Aku melihatnya."
Deg
Derren melihatnya? Kok bisa? Ailen terdiam bingung. Apa mungkin pria gila ini menempatkan mata-mata di rumah sakit untuk mengawasinya?
"Kau milikku, sayang. Sejak kau merenggut keperjakaanku, sejak saat itu semua yang ada di tubuhmu menjadi hakku. Jadi jangan pernah sekali-kali kau membiarkan pria lain menyentuhmu. Oh tidak, bahkan berada dalam jarak satu meter saja denganmu, aku akan menganggapnya sebagai satu pengkhianatan. Paham?" ucap Derren tanpa tahu malu mengklaim Ailen menjadi miliknya secara sepihak.
"Kau sakit, Derren. Oke, aku terima tuduhan telah merenggut keperjakaanmu. Tapi ... eh tunggu dulu, keperjakaanmu?" Ailen membeo heran. Sedetik setelah itu dia tersenyum miring. "Aaa, jadi aku adalah orang pertama yang merasakan juniormu ya?"
"Menurutmu?"
"Dan sekarang kau bermaksud meminta pertanggungjawaban dengan cara menguasai hidupku?"
Derren tanpa ragu mengangguk.
"Mimpi! Kau kira aku wanita apa hah! Jelas-jelas malam itu kita berdua terpengaruh oleh alkohol. Dan satu lagi. Bukan hanya kau saja yang kehilangan keperjakaan, tapi aku juga kehilangan kegadisanku. Lupa ya?"
"Terpengaruh atau tidak, aku tetap merasa dirugikan. Jadi kita akan sama-sama bertanggung jawab supaya adil. Oke?"
Ailen kehabisan kata-kata untuk menyadarkan Derren. Tak mau membuat dokter Fredy khawatir dan curiga, dia dengan sengaja menendang selangk*ngan Derren kemudian mendorongnya ke belakang.
"Ck, untung saja juniorku pandai mengelak. Bisa hancur masa depan kita kalau dia sampai bengkok dan bengkak," ucap Derren frontal. Dia bicara sambil menatap bagian bawahnya yang mengacung tegak. Padahal baru mendapat kekerasan, tapi sempat-sempatnya benda ini bangun. Haihhh.
Blusshh
Wajah Ailen merona. Dia membuang muka enggan menatap pria cabul di hadapannya. Terlalu memalukan.
"Kau harus bertanggung jawab, sayang. Lihat, anak buahku merajuk," rengek Derren seperti anak kecil.
"Dasar gila. Kau bujuk sendiri saja sana," sahut Ailen dengan perasaan yang campur aduk. Ya malu, ya penasaran, ya ... pokoknya nano nanolah.
"Mana bisa sendiri. Em bagaimana kalau kita bujuk berdua saja? Kebetulan di sana ada kamar mandi. Mau coba?"
Julian menggaruk pinggiran kepala saat mendengar suara teriakan Nona Ailen dari dalam ruangan. Dia berani jamin bosnya pasti mengatakan sesuatu yang nyeleneh. Cinta memang aneh. Mampu mengubah sifat seseorang hanya dalam waktu singkat.
***