Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu emak
Setelah memikirkan dan akhirnya memutuskan untuk mendatangi sahabatnya, Marina mengantongi terasi udang itu agar tidak terlihat oleh Atun atu siapapun. Meskipun ia tahu ibunya pasti sedang menunggu kepulangannya untuk melanjutkan sambal ekstra pedas khas Jawa tengah itu. Namun apalah daya, rasa penasaran dan ketertarikannya akan kehidupan baru bestynya tersebut lebih mendominasi pemikiran Marina saat ini.
Ia berjalan, santai dan berjinjit ria menuju rumah Abdul. Marina tidak perduli setiap orang yang berpapasan dengan dirinya tersenyum bahkan tertawa melihat tingkahnya. Sepertinya efek bahagia dalam diri Marina sedang menyebar, ia sungguh senang akan bertemu dan dapat berdekatan lagi dengan sahabat sejatinya itu.
"Assalamualaikum." ucapnya berdiri diambang pintu rumah sangat sederhana milik Abdul itu. Dia mengadu jari jemarinya, tak sabar.
"Wa'alaikum salam." suara sahutan terdengar dari dalam, tapi bukanlah suara Atun.
Marina tersenyum ragu ketika pintu itu terbuka, nampak pria berkulit hitam manis dengan postur tinggi itu berdiri.
"Eh, Mar." Sapa Abdul, ia tersenyum menyambut baik sahabat istrinya itu. "Masuk Mar, Atunnya ada kok. Lagi masak."
"Makasih Mas." Marina segera berlalu menuju dapur sesuai arahan Abdul.
Gadis itu berjalan cepat, tak sabar melihat kondisi Atun. Sambil berteriak memanggil namanya.
"Tun, Atuuunn....!" panggilnya.
"Ya Allah... Marina?" Atun segera meletakkan mangkuk berisi sayur bayem tersebut diatas meja kayu, ia mengelap tangannya lalu menghambur memeluk Marina.
"Aku kangen rek!" Marina memeluk erat Atun sambil sedikit mewek, hingga jatuh sebutir air mata rindunya.
"Aku juga rek. Kangen banget malah." jawab Atun juga hampir menangis.
Hingga beberapa detik kemudian, kedua sahabat itu melonggarkan pelukan mereka, Atun tersenyum senang. Sedangkan Marina langsung menilik sahabatnya itu lebih detail, dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Kok kamu ayu rek?" ucap Marina begitu saja.
"Halah, bukannya aku memang ayu sejak lahir?" Atun mencebik.
"Iya, tapi ayu mu selama ini ketutup sama keadaan." jawab Marina.
"Keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak menguntungkan." timpal Atun sambil terkekeh.
"Lha iya! Macam berlian yang lagi ngumpet dalam kumpulan batu kali." Marina menertawai Atun.
"Apakah aku sudah terlihat seperti berlian yang bercahaya rek?" tanya Atun lebih mencondongkan tubuhnya ke arah Marina.
"Belum Rek, soalnya kelamaan berendem di kali. Banyak lumutnya." sahut Marina tertawa kali ini.
"Asem..." umpat Atun, yang kemudian menarik kursi kayu untuk mereka duduk dan bisa mengobrol lebih lama tentunya.
"Tun, apakah kamu sudah menikah?" tanya Marina memelankan suaranya, sedikit melihat ke arah ruang tamu.
"Sudah Mar, aku sudah menikah di hari kedua kami pergi. Kami menikah di rumah ibu mertuaku." jelas Atun, tangannya sedang meraih gelas dan menuang air putih untuk sahabatnya.
"Oh. Syukurlah." jawab Marina bernafas lega. Namun sejenak keduanya terdiam, larut dalam pemikiran mereka masing-masing.
"Tun." panggil Marina lagi.
"Hem." jawab Atun, masih tampak menikmati lamunan.
"Kamu bahagia apa enggak?" tanya Marina lagi, niat hatinya ingin mengatakan tentang Abdul yang mendapat uang dari judi online tersebut. Namun tak enak hati.
"Bahagia lah Mar. Alhamdulillah Mas Abdul enggak menyebalkan seperti waktu sering menggodaku. Malah sangat dewasa dan baik sekali sama aku." jawab Atun.
Marina mengangguk. Rasanya tak mungkin jika mengacaukan kebahagiaan Atun yang baru sebentar ini. Rasanya, seumur hidup Atun tak pernah bahagia, setiap hari hanyalah beban dan ketakutan yang di bawanya. Tapi sekarang wajahnya lebih seger dan enteng. Marina tersenyum kemudian.
"Syukurlah." gumamnya dalam hati.
"Tapi aku juga sedih Mar." sambung Atun, membuat Marina menatapnya.
"Sedih gimana rek?" tanya Marina kembali ke mode serius.
"Aku kepikiran emak Mar. Gimana keadaan emak ku sekarang ya?" ucap Atun dengan wajah sedih.
"Aku tidak tahu Tun, hari itu aku pernah mau datang ke rumahmu. Tapi ketemu Mbak Rara dan Mbak Ajeng di pertigaan, jadinya aku cuma nongkrong aja di depan warung Mak Ijah, pingin tahu mereka bicara apa aja." jelas Marina.
"Mbak Ajeng pulang?" tanya Atun.
"He'em." Marina mengangguk.
"Apa emak sakit ya Mar?" Atun menatap sahabatnya itu dengan wajah cemas.
"Ndak tahu juga Tun. Aku tidak pernah ketemu emak." jawab Marina, ia berpikir sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya. "Tapi di hari kamu kabur itu Emak sempat datang ke rumahku. Emak nanyain kamu tapi ya memang aku enggak tahu kamu ada dimana. Akhirnya emak marah dan ibu juga marah. Emak ku sama emakmu berantem Tun!"
"Hah! Emak, sama Ibumu berantem Mar? Serius?" tanya Atun tak percaya.
"He'em. Jambak-jambakan." jelas Marina lagi.
"Duh, piye Yo Mar? Apa aku datang ke rumah emak aja ya?" Atun tampak bingung.
"Nanti sore saja lah Tun. Ajak suamimu." ucap Marina menyarankan.
Atun mengangguk setuju, ia sedikit gelisah memikirkan emaknya yang gemar menyiksa itu. Ya, walaupun demikian Atun tetap menyayanginya. Wanita yang sudah bersusah payah membesarkan dia. Begitulah pemikiran Atun.
"Tun, aku pulang dulu ya. Soalnya tadi Ibu minta tolong sama aku buat beli terasi." Marina terkekeh geli, sudah pasti ibunya itu sedang menunggunya di depan pintu sambil mengomel.
"Iya lah Mar. Makasih banyak kamu sudah mampir hanya untuk menjenguk aku. Walaupun nanti bakal dimarahin ibumu." Atun ikut terkekeh geli.
"Dah lah, itu sudah biasa rek!" jawab Marina. "Aku pulang dulu ya, besok-besok aku kesini lagi." Marina berpamitan, ia keluar dan berjalan terburu-buru.
Sedangkan Atun dan Abdul kembali menyiapkan segala sesuatu di rumah itu agar lebih nyaman.
Hingga menjelang sore, kedua pengantin baru itu bersiap untuk pergi ke rumah Mak Rodiah. Atun sudah mempersiapkan mental dan perasaannya untuk menghadapi Mak Rodiah, apapun nanti yang akan terjadi. Ya, berbeda dengan Abdul yang sejak awal siap-siap saja berhadapan dengan ibu mertuanya yang galak tersebut.
Hingga beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai karena memang jaraknya tidak terlalu jauh.
"Assalamualaikum Mak." ucap Atun ketika mereka sudah berada di depan rumah mak Rodiah. Atun mengucap salam dengan suara bergetar, hatinya berkecamuk bercampur aduk.
Terdengar pintu dibuka dari dalam, hingga sesaat kemudian tampaklah wajah Rara berdiri menatap Atun dan juga Abdul.
"Emak mana Mbak?" Atun langsung menanyakan emaknya.
"Ada." sahut Rara datar, ia tak suka dengan kedatangan adiknya tersebut. Sesekali ia menatap Abdul yang berdiri tegap di samping Atun dengan pakaian baru membuat pria itu terlihat ganteng.
"Kami datang untuk menemui emak." ucap Abdul terlihat tenang, tentu saja sikap Abdul membuat Rara mendesah berat.
Atun mengajak Abdul masuk melewati Rara, ia langsung menuju kamar emaknya.
"Mak." panggil Atun pelan, ia membuka pintu kamar emaknya dengan tak sabar. Pikirannya bermacam-macam penuh kekhawatiran.
Namun kekhawatirannya itu hilang ketika suara langkah kaki dari dapur membuatnya urung masuk kedalam kamar tersebut.
"Atun?" Mak Rodiah tampak terkejut dengan kedatangan anak bungsunya itu, terlebih lagi dengan penampilan yang sangat baik. Baju baru dan juga rambut yang rapi. Perempuan paruh baya itu ingat betul bagaimana rambut Atun ketika masih menjadi anak gadisnya. Kucel kemerah-merahan, tidak pernah memakai shampo. Adanya hanya sabun mandi murahan, bahkan sabun cuci sering di gunakan Atun untuk menggosok badan.
"Mak." ucap Atun.
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )