NovelToon NovelToon
Don'T Take My Baby

Don'T Take My Baby

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / CEO / Lari Saat Hamil / Anak Genius / Anak Kembar
Popularitas:14.9M
Nilai: 4.8
Nama Author: kenz....567

Yara Vianca tak sengaja mendapati buku nikah suaminya dengan wanita lain. Tentunya, dia merasa di khianati. Hatinya terlampau sakit dan perih, saat tahu jika ada wanita lain yang menjadi madunya. Namun, penjelasan sang suami membuat Yara tambah di buat terkejut.

"Benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.

Setelah Yara bertemu dengan istri pertama suaminya, di sanalah Yara tahu tentang fakta yang sebenarnya. Tujuan Alva Elgard menikah dengan Yara agar dia mendapat kan anak. Sebab, Dayana tak dapat hamil karena ia tak memiliki rahim. Tuntutan keluarga, membuat Dayana meminta suaminya untuk menikah lagi.

Alva tidak mengetahui jika saat itu ternyata Yara sudah mengandung. Karena takut bayinya di ambil oleh suami dan madunya setelah dirinya di ceraikan, ia memilih untuk pergi dan melepaskan suaminya.

5 tahun kemudian.

"Om Alpa, ada indomaletna nda?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan Yara

Sejak itu, Yara memilih mengurung dirinya di kamar. Dia tak ingin bertemu dengan suaminya, bahkan untuk makan pun Yara sulit. Di kamar, Yara hanya bisa menangis. Dia seakan lupa tentang kondisi calon bayinya yang masih terlalu muda. Wanita itu menatap ke arah testpack yang tidak jadi dia perlihatkan pada suaminya.

Tok!

Tok!

Tok!

"Yara! Mau sampai kapan kamu mengurung diri di kamar?! Keluarlah dan makan, kau bisa kehabisan tenaga kalau terus seperti ini!" Seru Alva dari balik pintu.

Yara menaruh testpack miliknya di laci nakas, lalu dia menutupnya kembali sebelum berjalan ke arah pintu.

Cklek!

Alva terkejut dengan keadaan Yara saat ini, wajah istrinya itu terlihat sangat pucat. Bahkan, kantung mata hitam tercetak jelas di bawah mata wanita itu.

"Kenapa wajahmu pucat sekali, apa ...,"

Plak!

Yara menepis tangan Alva yang akan menyentuh pipinya, wanita itu menatap tajam ke arah suaminya yang memandang dingin ke arahnya. "Lebih baik kamu pergi dari rumah ini, dan kembali pada istri pertamamu! AKu tidak mau di cap sebagai perusak rumah tangga orang! Cukup lepaskan aku sekarang juga!" Sentak Yara dengan tatapan tajam.

Alva tersenyum, tetapi senyumannya terlihat menyeramkan bagi Yara. Pria itu melangkah maju, yang mana membuat Yara terpaksa memundurkan langkahnya. "Aku memang jarang pulang untuk menemui mu, tapi ... bukankah kita masih berhubungan tiga minggu yang lalu? Siapa tahu, saat ini Kamu sedang hamil. Sebelum bercerai, aku harus pastikan jika tak ada benihku yang kamu bawa." Ujar Alva. Reflek, Yara memegang perutnya.

Pria itu berbalik, "Aku harus kembali ke Jakarta, jangan lupa jaga kesehatan. Mungkin, aku akan kembali di pekan ini dan membawamu ke dokter kandungan." Ujar Alva dan meninggalkan Yara yang menatapnya dengan sorot mata penuh kebencian.

Yara benci di bohongi, Yara benci di khianati. Namun, saat ini dia tak bisa mengambil keputusan. Dia harus berpikir matang-matang, tentang keputusan yang akan dia ambil. Dirinya tak ingin di cap sebagai pelakor, tetapi bagaimana dengan anak yang ia kandung?

Sejenak, Yara tak mau memikirkan hal itu Dia ingin mandi agar tampilannya lebih fresh. Setelah itu, Yara berniat untuk sarapan yang sudah di beli oleh Alva. Sekecewa apapun, Yara harus memikirkan kesehatan calon bayinya. Namun, saat dia akan masuk ke ruang makan. Tiba-tiba saja bell rumahnya berbunyi, tak adanya pembantu membuat Yara harus membuka pintu itu sendiri.

Ckelk!

Yara pikir, suaminya kembali. Namun, ternyata dugaannya salah. Seorang wanita dengan fashion mewahnya tengah berdiri di hadapannya. Wanita itu membuka kaca mata hitamnya, membuat Yara seketika membulatkan matanya. Dia hafal dengan wajah wanita di hadapannya saat ini persis seperti yang ada di buku nikah milik suaminya.

"Yara, boleh aku masuk?" Tanya wanita itu dengan sopan dan lembut.

"Mbak tahu namaku?" Heran Yara.

Wanita itu tersenyum, "Tentu, aku tahu semua tentangmu. Boleh kita mengobrol sebentar di dalam?" Tanya kembali wanita itu.

"Bo-boleh Mba, silahkan." Dengan perasaan gugup, Yara mempersilahkan wanita itu masuk.

Keduanya kini duduk berhadapan di ruang tamu, Yara menyajikan segelas air putih dan memberikannya untuk wanita di hadapannya itu.

"Pasti kamu sudah tahu siapa aku, Mas Alva sudah cerita kalau kamu sudah mengetahui hubungan kami." ujar wanita bernama Dayana itu, istri pertama Alva yang baru saja Yara ketahui.

Yara menunduk, dia bingung harus mengatakan apa. Rasanya, dia sangat malu berhadapan langsung dengan istri pertama suaminya. Dirinya bukan pelakor, tetapi posisinya menggambarkan seperti itu.

"Mas Alva itu ... bukan pria biasa. Dia merupakan CEO sekaligus penerus keluarga Elgard." Celetuk Dayana yang mana membuat Yara terkejut.

"Mba, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas Alva sudah menikah. Kalau aku tahu sejak awal, aku tidak ...."

"Menikah dengannya? Itulah mengapa Mas Alva menyembunyikan pernikahan kami darimu." Perkataan Dayana membuat Yara merasa heran.

"Maksudnya apa yah Mba?" Bingung Yara.

Dayana tersenyum, dia meraih segelas air putih yang Yara sajikan dan meminumnya beberapa teguk. Lalu, dia kembali fokus menatap wanita yang usianya lebih muda darinya.

"Yara, sebelumnya maaf jika Mas Alva memalsukan statusnya ketika menikahi mu. Itulah kenapa, kamu tidak mendapatkan surat nikah resmi. Semuanya sudah Mas Alva susun dengan baik, agar kamu tidak mengetahuinya." ujar Dayana dengan tenang.

"Mba, aku semakin bingung. Jadi pernikahanku dan Mas Alva tidak sah secara negara?" Bingung Yara.

Dayana mengangguk, "Bukan tidak, tapi belum. Setelah kamu melahirkan, mungkin saja Mas Alva berubah pikiran dan menikahimu secara sah negara. Tapi untuk saat ini, seperti nya tidak." Terang Dayana yang mana membuat Yara membulatkan matanya.

Brak!

Yara memukul meja dengan kuat, emosinya menggebu-gebu. Wanita yang sedang hamil itu menatap tajam ke arah Dayana yang memandangnya dengan santai. Entah apa yang ada di pikirannya, Yara tak tahu apa yang wanita itu rencanakan.

"Mba! Mba jangan egois! Disini aku adalah korban! Aku juga tidak mau seperti ini! Kalau sejak awal kalian jujur, aku tidak mau menjadi yang kedua! Siapa yang mau menjadi istri tak di anggap Mba?! Kita sesama wanita, kenapa Mba tega menipuku seperti ini?! Kalian berdua benar-benar jahat! Lebih baik Mba minta Mas Alva untuk menceraikanku!" Sentak Yara dengan suara bergetar.

Dayana berdiri, dia memutari meja untuk mendekat ke arah Yara. Perlahan, Dayana meraih tangan Yara dan mengenggamnya dengan lembut. Kedua wanita itu saling menatap dengan tatapan berkaca-kaca. Yara heran, mengapa sorot mata Dayana menunjukkan rasa putus asa? Apa mungkin, dirinya salah melihat?

"Yara, aku minta tolong padamu. Aku mohon, jangan cerai dari Mas Alva. Berikan dia keturunan, karena aku tidak bisa memberikannya. Aku ... aku wanita yang tidak memiliki rahim." Ujar Dayana yang aman membuat Yara syok bukan main.

"Hanya kamu harapan satu-satunya agar aku bisa bertahan. Keluarga Mas Alva tidak ada yang tahu tentang kekuranganku. Mereka terus menuntut agar aku segera hamil. Usia pernikahan kami yang sudah berjalan lima tahun membuat tanda tanya bagi mereka. Mana mungkin aku bisa hamil jika tidak memiliki rahim?" Pinta Dayana.

Yara menggelengkan kepalanya, "Jika mas Alva memiliki anak denganku, itu adalah anakku dan Mas Alva. Sama saja, Mba tetap akan di tuntut oleh mereka." lirih Yara.

Dayana menggeleng, dia melepaskan genggamannya pada tangan Yara dan memegang kedua bahu wanita di hadapannya itu. Mata Dayana menatap Yara dengan tatapan lekat.

"Setelah anak kamu lahir, nantinya anak itu akan aku rawat bersama Mas Alva. Setelah itu, kamu bisa bebas dan melanjutkan kehidupan yang kamu mau." Penjelasan Dayana, membuat emosi Yara meningkat.

"KALIAN GILA?! APA BUAT KALIAN AKU INI MESIN PENCETAK ANAK?!" Bentak Yara seraya mendorong kuat tubuh Dayana.

Dayana berlutut, dia menangkupkan tangannya di hadapan Yara yang mana membuat wanita itu terkejut bukan main. Dia segera meminta Dayana berdiri, karena bagaimana pun juga berlutut di hadapannya itu adalah hal yang salah.

"Yara, aku mohon. Kamu masih bisa memiliki banyak anak nantinya. Tapi, aku tidak. Kita sesama perempuan, kamu pasti mengerti bagaimana posisi ku. Aku sangat mencintai Mas Alva hiks ... aku tidak ingin di pisah kan dengannya hiks ... kalau keluarga Mas Alva tahu aku tak bisa memberikan Mas Alva keturunan, mereka pasti akan meminta Mas Alva menceraikanku. Karena keluarga Elgard, tidak mengizinkan seorang pewaris memiliki lebih dari satu istri. Aku mohon Yara, bantu aku." Ujar Dayana yang tetap pada posisinya.

Yara menggeleng, dia menjauh dan menghapus air matanya dengan kasar. "Sebaiknya Mba pergi dari rumahku sekarang juga!" Titah Yara dengan tatapan tajam.

Dayana berdiri, pandangannya yang tadi lembut berubah datar. "Kamu tidak akan pernah tahu rasanya menjadi aku Yara. Hanya Mas Alva satu-satunya pria yang mau menerima wanita penuh kekurangan ini. Apa kamu tidak memiliki hati?"

"YANG TIDAK MEMILIKI HATI ITU KAMU DAN MAS ALVA!" Teriak Yara dengan histeris.

"Dimana hati nuranimu memisahkan ibu dari anak kandungnya?! Lebih baik Mba adopsi anak dan berbohonglah seperti kalian berbohong padaku. Kalian handal dalam berbohong kan? Maka, lakukanlah. tapi jangan ambil bayiku!" Ujar Yara dan memutuskan untuk beranjak pergi dari sana. Meninggalkan Dayana yang memandangnya dengan tatapan sendu.

.

.

.

.

Malam hari, Yara memikirkan tentang perkataan Dayana. Jujur saja, Yara dilema. Di satu sisi, dia sangat mencintai Alva. Namun, disisi lain Yara tidak ingin anaknya di ambil begitu saja. dia bisa saja memiliki anak lagi, tetapi jelas saja dia tidak mau di pisah kan oleh buah hatinya. Apalagi, dia begitu kaget saat mengetahui jika ternyata Alva adalah penerus keluarga Elgard.

"Aku mencintaimu Mas, tapi, aku tidak mau di pisah kan dari anak kita. Aku tidak mau hiks ... jika kalian mengambilnya, besar nanti dia akan membenciku dan menganggapku membuangnya. Aku tidak mau hiks ...."

Yara mengelus perutnya yang datar, dia seakan tengah merasakan kehadiran calon bayinya lewat sentuhan tangannya. "Bunda memilihmu sayang." Lirih Yara.

Lalu, Yara menghapus cepat air matanya. dia beranjak berdiri dan berjalan menuju lemari. Wanita itu dengan cepat mengambil koper miliknya yang ada di sana dan memasukkan semua baju-bajunya. Yara memutuskan, untuk melepas suaminya dari pada memberikan anaknya. Yara tidak ingin, suaminya dan madunya mengambil anak yang di kandungnya. Yara tidak akan pernah membiarkan mereka mengambil anaknya.

"Aku sudah putus kan Mas, aku akan melepasmu demi bayiku. Aku rela kehilangan mu di bandingkan harus kehilangan bayiku. Kamu bukan hanya milikku saja, tapi milik Mba Dayana juga. Sedangkan bayiku, dia milikku sepenuhnya. Kalian, tidak berhak mengambilnya dariku." Lirih Yara seraya menatap tajam cincin nikah miliknya yang ada di genggamannya.

"Aku melepasmu Mas." Ujar kembali Yara dan menaruh cincin miliknya di atas nakas tepat di atas cincin milik Alva yang sempat dia temukan. Lalu, dia meninggalkan rumah yang Alva beli atas namanya.

.

.

.

Alva buru-buru kembali ke rumahnya dan Yara setelah tahu jika Dayana datang menemui Yara. Hati Alva tak menentu, dia merasa sedikit khawatir dengan Yara. Apalagi, Dayana berkata jika dia membocorkan tujuan Alva menikah dengan Yara.

Cklek!

"Yara?!" Alva tak menemui Yara di kamar mereka, pria itu dengan panik berjalan menuju lemari pakaian dan membukanya dengan kasar. Naas, pakaian milik istrinya sama sekali tak ada yang tertinggal. Di lemari itu hanya tertinggal pakaian kerja miliknya yang memang beberapa tersimpan di sana.

"Yara." Gumam Alva dengan tatapan lemah. Pria itu jatuh terduduk di kasur, matanya menatap ke arah cincin pernikahannya yang Yara taruh di sana. Perlahan, dia mengambil cincin itu dan menatapnya dengan helaan nafas berat.

"Astaga, dia benar-benar pergi." Lirih Alva.

Derrtt!

Ponsel Alva berdering, bergegas ia melihat siapa yang menelponnya. Nama Dayana dengan emot love membuat Alva berdecak kesal. Dia lalu, mengangkatnya dengan cepat.

"Sudah Mas bilang, jangan temui dia! Lihat sekarang! Dia pergi dari rumah! Mas belum memastikan dia hamil atau tidak! Bagaimana jika dia sedang hamil?! Hanya sedikit lagi apa yang kamu impikan berhasil, kenapa kamu begitu gegabah!" Bentak Alva dengan emosinya yang tersulut.

Brak!

Alva melempar ponselnya ke lantai, pria itu menyisir kasar rambutnya dan memegangi kepalanya yang terasa pening. Bayangan Yara yang selalu menyambutnya dengan senyuman hangat mengganggu pikirannya saat ini.

"Dia pasti di rumah ibu." Gumam Alva dengan tatapan penuh harap. Pria itu lalu menyambar kunci mobilnya dan bergegas menemui rumah ibu mertuanya.

Alva melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia tak peduli kan pengendara lain yang mungkin akan celaka akibat ulahnya. Tak lama, mobil Alva terhenti di sebuah rumah sederhana yang terlihat sangat asri. Tanpa berlama-lama, Alva segera turun dari mobilnya dan bergegas mengetuk pintu rumah itu

Tok!

Tok!

Cklek!

Pintu terbuka, terlihat seorang remaja laki-laki berusia tujuh belas tahun keluar dari balik pintu. Keningnya mengerut dalam saat melihat Alva datang menemuinya.

"Bang Alva?!" Kaget pemuda itu.

"Azka, apa kakakmu di dalam? Minta dia keluar, Abang mau bicara padanya!" Titah Alva yang mana membuat adik dari Yara itu terlihat bingung.

"Kak Yara bukannya di rumah Abang? Kenapa ...,"

"Eh, Alva. Kamu kesini nak? Mana Yara?" Tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang dan memutus obrolan mereka.

"Apa Yara tidak disini? Aku pikir dia disini." Ujar Alva dengan tatapan terkejut.

Wanita paruh baya itu terlihat sangat syok, dia menatap Alva seraya menggelengkan kepalanya. "Tidak Alva, Yara tidak mungkin kembali tanpa izin darimu. Anak ibu begitu patuh, dia tidak mungkin pergi tanpa bilang dulu padamu. Apa kalian sedang ada masalah? Apa yang telah kamu lakukan pada putri ibu." Ujar wanita paruh baya itu dengan suara bergetar.

Setelah suaminya meninggal, Salma yang membesarkan kedua anaknya seorang diri. Wanita paruh baya itu bahkan sangat menyayangi Yara melebihi putranya. Dia begitu mendidik putrinya menjadi seorang wanita yang baik. Dia tahu persis bagaimana putrinya itu. Tak mungkin Yara pergi begitu saja jika tidak ada masalah yang besar.

"Bu maaf, aku memiliki istri selain Yara." Ujar Alva dengan menundukkan kepalanya.

"Apa?!"

1
Lisa Icha
🤣🤣🤣🤣🤣ya ampun Vara
LuckyOne
kenapa aku lebih setuju malven sama sofia yah..
Muji Erawati
Luar biasa
Fitrianinaim_queen03
mataku bengkak karna nangis terus 😭😭😭😭😭😭
Tuti Tyastuti
alva langsung bangun🤣🤣🤣🤣🤣
Tuti Tyastuti
altis na tentlum🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Tuti Tyastuti
nah loh yara
Fitrianinaim_queen03
sini bang Alva aku cebokin 🤣🤣🤣🤣🤣
Fitrianinaim_queen03
bawahlah kinderjoy pak Alva 🤣🤣🤣
Lisa Icha
nah Si Vara copyan omanya banget nih pantang nampak Yang ganteng😍😍😍😍
Lisa Icha
🤣🤣🤣🤣🤣🤣anakmu mas Alva
Lisa Icha
ni dua curut kalau ketemu berantem mulu kalau berjauhan saling merindu dasar cadel
Tuti Tyastuti
ahh kalian cama"cebelas dua belas🤣🤣🤣
Lisa Icha
hahaha jatuh martabat Gaya Altis mu Bara.Altis kok cengeng
Tuti Tyastuti
lanjut
LuckyOne
memang boleh yah sepupu dekat nikah? bukannya masih ada satu darah.. lagipula sampai besar cium peluk sepupunya oala..
Sonya Bererenwarin
😭😭😭
by shyfa
sangat menarik setelah 5 tahun berpisah
by shyfa
sungguh menarik
teruslah berkarya
by shyfa
menarik namun agak alay
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!