Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEADAAN YANG HARUS DITERIMA
🍃🍃🍃🍃
Di desa, Susan yang baru pulang dari rumah kerabatnya merasa syok mendengar kabar pernikahan Elizah dengan Natta. Andai dia ada, mungkin sedikitnya dia bisa membela sahabatnya itu. Elizah bahkan menonaktifkan akun media sosialnya. Nomornya juga sulit dihubungi, Susan sangat ingin tahu bagaimana keadaan Elizah sekarang.
“Kenapa bisa ustadz Mirza menikahkan Elizah dengan pria sembarangan? Sekarang, kita nggak tahu kemana pria itu membawa Elizah.” Suaranya berat, sangat cemas.
Ia datang langsung ke rumahnya Elizah dan sekarang dia sedang berbicara dengan Anita. Anita hanya bisa menangis menceritakan semuanya..
“Aku tahu betul, Elizah bukan perempuan seperti itu. Ini pasti salah paham,” kata Susan dan Anita menyeka air matanya.
“Ayahnya Elizah itu bersifat keras. Keputusannya tidak mungkin bisa diubah apalagi dibantah, Ibu hanya bisa mendoakan semoga Elizah baik-baik saja. Ibu percaya kalau pemuda itu akan menjaga Elizah,” tutur Anita dengan serak. Tetap saja Susan mengkhawatirkan keadaan Elizah.
Anita yang terus menangis membuat Susan tak tega, lekas dia dekati kemudian memeluknya. Anita menumpahkan semua yang dia tahan selama ini dalam pelukan Susan. Anita juga berharap Natta segera memberikan kabar padanya.
Di tempat lain, Husna termenung dan dihantui rasa bersalah. Karena kecerobohannya mempercayai Faruq, dia membuat Elizah menikah dengan Natta. Dipikir-pikir ulang, benar apa yang dikatakan ibunya bahwa Natta hanya seorang pendatang. Asal usulnya kita tidak tahu, dan Husna tidak bisa membayangkan jika kehidupan Elizah seumur hidup dengan Natta tersiksa adalah kesalahannya.
“Beg@ banget sih!” Husna memaki dirinya sendiri.
Husna bahkan selalu takut untuk keluar rumah karena Faruq masih berkeliaran dan bisa saja Faruq mengganggunya.
“Husna!” seru ibunya memanggil, Husna pun menyahutinya dan mendekat.
🍃🍃🍃🍃🍃
Elizah diam-diam memperhatikan Natta yang sedang sarapan dan akan berangkat bekerja. Elizah sebenarnya ingin meminta sesuatu tapi sungkan. Sudah seminggu Natta bekerja di sebuah bengkel, hanya itu yang Elizah tahu. Natta pergi pukul 7 dan akan pulang pukul lima sore.
“Kamu butuh sesuatu, Elizah?” Sadar bahwa Elizah terus mengamati, Natta pun bersuara.
Elizah kemudian memberanikan diri mendekat.
“Aku mau main ke tempatnya Suri,” katanya dan Natta menoleh. “Aku bosan diam di rumah terus.”
Natta merasa Elizah mulai mau membuka diri dan menerima keadaan.
“Iya, silakan.”
Elizah mengusap hidungnya, “sebenarnya aku juga butuh uang.”
Elizah melihat Natta yang langsung mengeluarkan dompet. Kemudian memberikan lembaran uang berwarna merah, Elizah menerimanya perlahan.
“Terima kasih,” lirih Elizah kemudian dia pergi ke kamar.
Natta menyelesaikan sarapan lalu dia pergi. Setelah menyadari pria itu sudah tidak ada, Elizah keluar dan dia melihat dompet Natta tertinggal di atas meja. Elizah merasa Natta sangat memerlukannya karena akan pergi bekerja. Elizah pun menyusul, menuruni tangga dengan terburu-buru. Natta yang masih di parkiran terdiam melihat Elizah melangkah cepat dan menatap padanya.
Elizah mengangkat dompetnya tinggi-tinggi.
Setelah Elizah sampai di depan Natta, dia memberikannya.
“Aku lupa,” kata Natta dan Elizah mundur menjauh. Kebetulan, Suri mendekat untuk menyapa keduanya.
“Mas Natta mau kerja ya?” seperti biasa dia cengar-cengir.
Natta hanya mengangguk.
Elizah dan Suri sama-sama melihat kepergian Natta.
“Kakakmu itu ganteng banget, Zah,” kata Suri dan Elizah menoleh. Menyadari kalau Suri menyukai Natta.
“Kamu menyukainya?” kata Elizah, “kenapa bisa?”
Suri terbahak mendengarnya.
“Kenapa kamu bertanya begitu, Zah? Apa kamu nggak sadar Masmu itu ganteng, pendiam tapi bukan culun, benar-benar karismatik.” Suri tak segan-segan mengemukakan pujiannya.
Elizah mengernyit heran.
“Dia itu seram tahu,” kata Elizah dan Suri membantah dengan gelengan kepala.
“Wajar kalau kamu nggak bisa melihat apa yang aku lihat. Kamu kan adiknya,” kata Suri kemudian merangkul bahu Elizah, “ayo main ke rumahku. Orang tuaku juga ingin melihat bagaimana adiknya mas Natta ini.”
Elizah hendak menolak tapi Suri terus mengoceh memuji Natta dan membawanya.
Sesampainya di rumah Suri, Elizah disambut baik. Suri bahkan meletakkan camilan dan minuman di atas meja tanpa ragu. Keramahan Suri diturunkan dari ibunya yang juga banyak bicara dan sangat ramah. Elizah senang bisa mengenal mereka.
“Cantik sekali adiknya mas Natta ini,” puji ibu Suri, Hani. Elizah tersenyum kaku. “Kenapa baru sekarang ikut sama kakak kamu? Kamu mau cari kerja atau bagaimana?”
Elizah mematung sejenak, bingung memberikan jawaban.
“Ehmm, iya, saya mau cari pekerjaan.”
Suri yang duduk di sebelahnya menyenggolnya.
“Zah, aku juga lagi cari kerja.” Suri bersemangat dan tersenyum.
“Kalian beda berapa tahun? Ibu nggak nyangka Natta punya adik, soalnya selama ini dia cuman sendirian.” Hani membuat Elizah menjadi kikuk.
“Dia usia berapa sih? Nama lengkapnya saja aku nggak tahu,” gumam Elizah dalam hati.
“Kamu usia berapa, Zah?” Kata Suri.
“Tahun ini 22,” balas Elizah.
“Oh berarti beda 7 tahun ya sama mas Natta.” Suri membuat Elizah tersentak, Suri sangat mengetahui hal detail tentang Natta.
Hani senyum-senyum dan mempersilakan Elizah menikmati jamuan yang disediakan. Elizah hanya minum, ia masih kenyang.
🍃🍃🍃🍃
Malam hari, Elizah seperti biasa berdiam diri di kamarnya. Natta yang merasa bosan ingin keluar tapi dia tidak mau sendirian.
Natta kemudian mendekati kamar Elizah, ia mengetuk pintu dan membuat Elizah terperanjat. Untuk apa Natta mengetuk pintu kamarnya malam-malam begini? Elizah gemetar ketakutan.
“Elizah,” panggil pria itu.
Tak ada balasan. Natta mengetuk pintu lagi.
“Elizah, aku tahu kamu belum tidur. Keluar sebentar,” serunya dan Elizah hanya bisa menelan saliva, ia pandangi pintu itu.
“Kenapa? Ada apa?” Sahut Elizah, kepanikan dalam intonasi suaranya disadari oleh Natta.
Natta terkekeh.
“Keluar dulu,” pintanya lalu menunggu.
Elizah akhirnya keluar, memegangi pintu kamar, siap siaga jiga tiba-tiba Natta akan melakukan hal gila padanya.
“Ayo bersiap, aku mau keluar.”
“Ya sudah sana,” ketus Elizah.
“Aku mau kamu ikut,” tegas Natta.
“Aku nggak mau. Ngapain?” Elizah melotot, panik.
Natta mengerjapkan mata.
“Sampai kapan kamu mau mengurung diri?”
Elizah berubah sedih.
“Aku mau kamu ikut. Nanti, beli apa pun yang kamu mau. Sekarang bersiap, aku tunggu di luar.”
Elizah hendak menolak lagi tapi Natta berlalu sambil menyambar jaket kulit dan kunci motornya. Elizah sebenarnya malas tapi Natta tidak akan semudah itu mengiyakannya kali ini.
🍃🍃🍃🍃
Natta mendengus kesal karena sudah dua puluh menit gadis itu tak kunjung turun. Sorot matanya berubah tajam kemudian dia berniat menyusul Elizah. Tapi, baru beberapa langkah akhirnya yang ditunggu pun kelihatan. Elizah tampil rapi dengan tunik berwarna biru, terlihat sangat segar dengan riasan tipis. Natta terpaku, betapa menggemaskan sekali istrinya itu.
Kini, Elizah sudah sampai di hadapannya.
“Kita mau kemana?” pertanyaan Elizah membuyarkan lamunannya.
“Eeuuuu---- kemana saja, mencari udara segar.” Natta naik ke atas motornya dan Elizah terlihat ragu.
“Elizah!!!!! Mau kemana?” teriak Suri dari lantai dua rumahnya. Mereka menoleh bersamaan.
Elizah melambaikan tangan dan tersenyum.
“Aku mau pergi sebentar,” kata Elizah dan Natta mengamati wajah lembut yang tak pernah dia dapatkan dari Elizah selama ini. Elizah selalu ketus dan berbicara dengan nada menjengkelkan.
“Oke!” Suri membalas dan Elizah naik dengan hati-hati.
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya