Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Hari begitu cepat berlalu, hari ini adalah hari dimana Adinda dan kawan kawan untuk berangkat ke jakarta.
"Nak Dinda, sebelumnya, ibu sama bapak ngucapin banyak banyak teremakasih, berkat nak Adinda Rini bisa kuliah di Universitas yang di inginkan, dan sebelumnya, tanpa bantuan ayahnya nak Adinda, belum tentu Rini bisa lulus sekolah, karena keterbatasan kami, namun berkat uluran tangan nak Adinda dan almarhum, Rini bisa lulus dengan nilai yang baik, sekarang Rini pun bisa kuliah, kami tidak bisa membalas kebaikan nak Adinda, namun bapak sama ibu hanya bisa mendo'akan nak Adinda selalu di lindungi oleh Allah, di berinkesehatan, di berkahi harta melimpah, hanya do'a yang bisa kami berikan, nak.!" ujar Bapak sahabat baiknya itu.
"Aamiin... Makasih atas do'anya pak, Bapak ngak usah ngomong kaya gitu pak, kebetulan Adinda ada uang lebih, dan Adinda juga ngak ingin pisah sama teman teman Adinda pak, hanya mereka yang Adinda punya." ujar Adinda berkaca kaca.
"ARMAN...! SI ALAN KAMU YA, BISA BISANYA KAMU KULUAHIN ANAK KAMU, SEMENTARA HUTANG KAMU TIDAK KAMU BAYAR SAMA SAYA, DARI PADA BUANG BUANG YANG UNTUK KULIAHIN ANAK KAMU YANG NGAK GUNA ITU, MENDING UANGNYA KASIH KE SAYA, ATAU NGAK KELUAR DARI RUMAH YANG KAMU HUNI ITU!" teriak ibu ibu, membuat onar di rumah Adinda.
"Mbak, aku ngak punya utang sama mbak, kenapa mbak selalu minta uang sama aku, utang aku sudah lama lunas, tapi kenapa mbak selalu menagih hutang terus menerus sama saya, dan lagian apa hak mbak menyuruh saya keluar dari rumah saya, itu bagian saya satu satunya yang tersisa semua sudah mbak rampas, kenapa mbk ngak ada puas puasnya merampas milik saya, tolong mbak, jangan ambil rumah itu, hanya itu harta kami yang tersisa, tempat kami berteduh dari hujan dan panas, kenapa mbak masih tega merampasnya!" ujar bapak Rini menahan kesal ulah kakak tirinya, yang berteriak teriak itu adalah kakak tiri pak Arman, yang selalu merampas hak pak Arman.
"Enak saja kamu bilang hak kamu, kamu itu ngak ada hak atas harta ayah saya, ingat kamu itu cuma anak tiri di keluarga ku, jadi kamu ngak berhak atas warisan ayah, klau kamu ngak mau bayar tiap bulan, keluar saja kamu dari rumah itu, rumahnya mau saya sewakan, saya kasih waktu dua hari, klau ngak juga kamu keluar dari rumah itu, jangan salahkan saya membuang semua sampah yang ada di rumah itu!" marah kakak tiri pak Arman.
"Ya Allah bi, bibi tega banget sih sama bapak, padahal apa apa bapak yang selalu menolong bibi, tapi bibi kok kejam banget sama bapak." ujar Rini berkaca kaca, dia jadi dilema meninggalkan orang tua dan adik adiknya, dia tidak ingin terjadi apa apa kepada keluarganya.
"KAMU JUGA! SOK SOKAN MAU KULIAH, NGAK BAKAL JADI APA APA KAMU ITU, MISKIN YA MISKIN AJA, NGAK USAH BANYAK GAYA!" maki sang bibi.
Mendengar ucapan sang bibi, membuat Adinda meradang kesal, tidak terima dia klau orang orang yang dia sayang di hina orang.
"STOP YA BI! JANAGAN BIKIN RIBUT DI RUMAH SAYA!" marah Adinda.
"Cihhh... Anak kecil saja belagu, ngak tau sopan santun kamu itu!" cibir si bibi.
"Bibi yang ngak punya sopan santun, datang kerumah orang teriak teriak, dan malah merampas harta orang, serakah amat sih hidup bibi, apa bibi ngam takut kena azab menzolimi saudara sendiri." ujar Adinda.
"Tutup mulut kamu bocah, jangan sok jadi pahlawan kamu itu, hak orang apa yang saya rampas, itu harta orang tua saya, dan sudah pasti milik saya, azab azab! ngak ada azab yang nempel sama saya, saya yang benar di sini." pekik si bibi.
"Sudahlah bi, pergi sana! sebelum saya lapor pak rt." usir Adinda.
Mendengar dia mau di lapor ke pak Rt membuat nyali si bibi ciut, namun dia menatap tajam ke arah pak Arman.
"Kamu! buruan keluar dari rumah itu, sebelum saya usir!" tunjuk si bibi ke arah pak Arman, sebelum pergi dari rumah Adinda, wanita tua itu tidak pernah main main dengan ancamannya, harta pak Arman saja habis di ambil oleh wanita tua itu.
Pak Arman hanya bisa menghela nafas stres, mau pindah kemana dia, mana ngak punya uang untuk mengontrak rumah, jangankan untuk mengontrak, untuk makan nanti saja dia masih bingung.
"Pak Rini ngak jadi kuliah aja ya, Rini bantuin bapak cari uang aja." sendu Rini.
Ibu Rini hanya bisa menangis terisak, dia tidak tau mau melukukan apa saat ini, semua orang di kampungnya di hasut oleh kakak iparnya itu, jadi mereka mencari nafkah pun susah karena selalu di recoki wanita tua itu.
Teman teman Rini pun menatap sedih kepada Rini, tidak menyangka bibi Rini sekejam itu.
"Kamu jangan berhenti kuliah Rin, kamu harus tunjukin sama bibi kamu itu, klau kamu bisa walau pun miskin, bungkam mulutnya dengan keberhasilan kamu nantinya." ujar Adinda yang tidak ingin sahabatnya itu berhenti kuliah.
"Tapi, bagaimana keluarga ku Din, bapak dan ibu pasti tidak punya uang untuk mencari rumah kontrakan, mereka mau tinggal dimana?" tanya Rini terisak.
"Keluarga kamu bisa tinggal di pavilium belakang, ibu bisa bantu bersih bersih rumah aku di sini, jadi rumah ku tidak akan kosong, dan bapak bisa kerja di warung Om Andi, nanti biar aku minta tolong sama Om Andi, jadi kamu ngak usah risau." ujar Adinda.
"Benaran Din, orang tua dan adik adikku boleh tinggal di sini, bapak sama ibu bisa kerja Din?." tanya Rini tak percaya.
"Emang kapan aku berbohong!" sahut Adinda.
"Huaaa..... Makasih banyak Din, makasih banyak, aku ngak tau mesti ngomong apa lagi sama kamu Din, aku benar benar banyak hutang budi sama kamu Din, dengan apa aku akan membayarnya hiks... hiks...." pecah sudah tangis Rini memeluk sahabat baiknya itu.
"Ya Allah nak, bapak ibu benar benar berterimakasih sama kamu nak, bapak ngak tau lagi mau ngomong apa sama kamu nak." ujar pak Arman terisak, tidak menyangka anak seumuran anaknya itu sangat berhati mulia dan berjiwa sosial tinggi.
Dia sangat bersyukur anaknya bertemu orang baik seperti Adinda, selama ini orang orang hanya menghina mereka, pak Anton pun berjanji akan membalas budi Adinda itu, malaikat tak bersayap menolongnya saat benar benar tidak ada satu orang pun yang mau membantu mereka.
"Terimakasih kak, aku pasti akan balas budi sama kakak, terimakasih telah menolong kami." isak Roni adik Rini remaja tanggung yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama itu.
"Nanti klau aku banyak uang kaya kak Adinda, aku juga akan membantu orang yang membutuhkan, karena aku pernah sangat sangat susah, tapi tidak ada yang menolong, hanya kak Adinda yang mau menolong kami, jadi aku ingin seperti kak Adinda." ujar Rina adik bungsu rini yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu.
"Aamiin.... Makanya belajar yang rajin, dan rajin sholat, minta berdo'a sama Allah, agar hajat adek di kabulkan." ujar Adinda membelai rambut Rina.
"Dan kalian berdua mau balas budi kan?" tanya Adinda menunjuk Rini dan Roni. Tentu saja adik beradik itu mengangguk kuat.
"Aku hanya ingin kalian belajar yang fokus, tanpa memikirkan apa pun, raih cita cita kalian dan banggakan orang tua kalian, aku hanya minta kalian balas budi dengan itu." ujar Adinda.
"Din... Kak..." pekik Rini dan Roni, mereka tidak bisa berkata kata lagi mendengar ucapan Adinda itu.
"Nak." ujar pak Arman.
"Stop! aku ngak mau dengar ucapan terimakasih lagi, bapak sama ibu ambil saja barang barang yang sekiranya penting dan tinggal lah di rumah belakang, jangan sungkan." ujar Adinda, pak Anton dan istri hanya mengangguk patuh.
"Kita berangkatnya pending sampai besok, kita urus dulu yang di sini." ujar Adinda.
Yang lain hanya mengangguk patuh.
Bersambung....