— END 30 BAB —
Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.
Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.
Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11: Kejatuhan Nereval
.......
.......
.......
...——————————...
Tenda pertemuan dipenuhi oleh cahaya lilin yang menerangi wajah-wajah yang dipenuhi dengan keseriusan. Di tengah ruangan, sebuah meja dikelilingi oleh tokoh-tokoh penting yang bersiap membahas strategi serangan besar-besaran dalam waktu satu bulan.
Sir Alven, Sir Cedric, Arlon, Eron, Sir Galen, Lady Selene, Raja Reon, dan Jenderal Aric duduk mengelilingi meja, memandang Endalast yang membuka pertemuan.
Endalast menghela napas dalam sebelum memulai, "Terima kasih telah datang dan bersedia bekerja sama. Kita menghadapi musuh yang kuat, namun dengan persatuan dan strategi yang matang, kita bisa mengalahkan Nereval."
Jenderal Aric dari Veltoria mengangguk, "Pasukan kami siap membantu. Kami membawa pasukan elit yang terlatih dalam berbagai taktik pertempuran. Namun, kita butuh rencana yang kuat dan persiapan yang matang."
Sir Galen dari Ethoria menambahkan, "Kami harus mengidentifikasi kelemahan Nereval dan memanfaatkannya. Informasi dari Eron, sebagai mantan prajurit Nereval, bisa sangat berguna."
Eron mengangguk setuju, "Nereval sangat kuat dalam serangan frontal, tapi mereka rentan terhadap serangan dari berbagai arah. Jika kita bisa memecah kekuatan mereka dan menyerang dari beberapa titik, kita memiliki peluang lebih besar untuk menang."
Arlon, tabib dan teman lama Raja Thaloria, berbicara dengan suara tenang, "Selain strategi militer, kita harus memastikan pasukan kita dalam kondisi terbaik. Persiapan medis sangat penting. Aku akan memastikan kita memiliki pasokan obat dan peralatan medis yang cukup."
Raja Reon dari Thaloria, seorang pria tua dengan wajah penuh kebijaksanaan, menyela, "Kita harus memanfaatkan waktu satu bulan ini untuk melatih pasukan kita dengan intensif. Setiap prajurit harus siap menghadapi kondisi pertempuran yang paling buruk."
Lady Selene dari Rirval, seorang wanita yang tampak anggun namun tegas, menambahkan, "Selain pelatihan fisik, kita juga harus memperkuat mental mereka. Semangat juang sangat penting. Kita harus memastikan setiap prajurit memahami apa yang kita perjuangkan."
Sir Cedric, yang duduk di sebelah Endalast, mengusulkan, "Kita bisa mulai dengan pelatihan gabungan besok pagi. Pasukan dari Veltoria bisa membantu melatih teknik pertempuran khusus yang belum dikuasai pasukan kita."
Endalast mengangguk, "Setuju. Kita juga harus mulai menyusun taktik pertempuran. Setiap ide dan masukan sangat berharga. Jenderal Aric, mungkin Anda bisa berbagi beberapa strategi yang telah terbukti efektif dalam pertempuran sebelumnya?"
Jenderal Aric berdiri dan membuka sebuah peta besar di atas meja, menunjuk beberapa titik penting, "Kami pernah menghadapi situasi serupa sebelumnya."
"Salah satu strategi yang berhasil adalah memecah pasukan menjadi beberapa kelompok kecil yang menyerang secara simultan dari berbagai arah. Hal ini membingungkan musuh dan memecah konsentrasi mereka."
Sir Galen menambahkan, "Kita juga bisa memanfaatkan alam sekitar. Membuat jebakan dan menggunakan medan untuk keuntungan kita bisa sangat efektif."
Lady Selene menambahkan, "Penting juga untuk memanfaatkan intelijen. Kita harus mengetahui setiap gerakan musuh dan selalu satu langkah di depan mereka."
Raja Reon, yang mendengarkan dengan seksama, mengangguk setuju, "Kita harus berkoordinasi dengan baik. Setiap langkah harus direncanakan dengan matang dan disesuaikan dengan situasi di lapangan."
Sir Alven mengusulkan, "Bagaimana jika kita membentuk tim khusus yang bertugas mengumpulkan informasi dan melacak gerakan musuh? Tim ini bisa terdiri dari prajurit-prajurit terbaik yang memiliki keahlian dalam pengintaian dan penyamaran."
Eron menyetujui, "Ide yang bagus. Kita butuh tim yang bisa bergerak cepat dan diam-diam. Mereka bisa memberikan informasi yang sangat berharga untuk menentukan langkah selanjutnya."
Endalast, yang mendengarkan dengan seksama, merasa harapan mulai bangkit kembali. "Kita harus mulai pelatihan besok pagi. Setiap pasukan harus dilatih dengan teknik dan strategi yang telah kita diskusikan. Dalam waktu satu bulan, kita harus siap untuk melancarkan serangan besar-besaran."
Sir Cedric menambahkan, "Kita juga harus memastikan bahwa setiap pasukan memahami peran mereka dalam pertempuran. Koordinasi yang baik adalah kunci untuk keberhasilan."
Arlon, dengan wajah yang serius, berkata, "Selain itu, kita harus mempersiapkan segala kebutuhan logistik. Makanan, senjata, obat-obatan, semuanya harus dipastikan dalam kondisi yang baik dan cukup."
Lady Selene menambahkan, "Kita harus memiliki rencana cadangan untuk setiap kemungkinan. Jika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, kita harus siap beradaptasi dengan cepat."
Raja Reon mengakhiri pertemuan dengan nada tegas, "Kita berjuang bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk masa depan kerajaan kita. Kita tidak boleh gagal."
Setelah pertemuan selesai, semua perwakilan kembali ke tenda masing-masing untuk mempersiapkan pelatihan besok. Endalast duduk di tenda peristirahatannya, merenung tentang semua yang telah dibahas.
Dia tahu bahwa tanggung jawab besar ada di pundaknya, tetapi dia merasa lebih siap dengan dukungan dari sekutu-sekutunya.
Keesokan paginya, suara terompet perang membangunkan seluruh pasukan. Lapangan latihan dipenuhi oleh prajurit dari berbagai kerajaan yang siap menerima pelatihan intensif. Jenderal Aric dan pasukan elitnya memimpin latihan, menunjukkan teknik pertempuran yang rumit dan efektif.
Sir Alven dan Sir Cedric memimpin pasukan Thaloria, mengajarkan strategi bertahan dan menyerang. Lady Selene dan Sir Galen bekerja sama dengan pasukan mereka, memastikan setiap prajurit memahami peran mereka dalam pertempuran.
Arlon dan tim medisnya sibuk memeriksa setiap prajurit, memastikan mereka dalam kondisi kesehatan yang optimal. Eron memimpin tim pengintai, mengajarkan teknik penyamaran dan pengumpulan informasi.
Endalast, meskipun masih merasakan duka, ikut berlatih bersama pasukannya. Dia tahu bahwa sebagai pemimpin, dia harus menjadi contoh. Setiap hari, dia berlatih keras, mempelajari teknik baru, dan mengasah keterampilannya.
Suatu hari, saat latihan berlangsung, Endalast mendekati Jenderal Aric. "Jenderal, aku ingin tahu lebih banyak tentang strategi yang Anda sebutkan kemarin. Bagaimana cara terbaik untuk memecah pasukan musuh?"
Jenderal Aric tersenyum, "Kuncinya adalah koordinasi dan kecepatan. Kita harus bisa bergerak cepat dan tepat. Serangan dari berbagai arah harus dilakukan secara simultan, sehingga musuh tidak punya waktu untuk bereaksi."
Endalast mengangguk, "Aku mengerti. Kita harus memastikan setiap pasukan memahami peran mereka dan bergerak sesuai rencana."
Jenderal Aric menambahkan, "Benar. Dan kita harus selalu siap untuk beradaptasi. Kondisi di lapangan bisa berubah dengan cepat. Fleksibilitas adalah kunci."
Selama pelatihan, Sir Galen menunjukkan teknik bertahan yang efektif, menggunakan perisai besar untuk membentuk barisan pertahanan yang kuat. "Pertahanan yang solid adalah fondasi dari setiap pertempuran. Kita harus bisa menahan serangan musuh dan kemudian melakukan serangan balik yang cepat dan tepat."
Lady Selene mengajarkan teknik perang gerilya, menggunakan taktik hit-and-run untuk melemahkan musuh. "Serangan cepat dan kemudian menghilang sebelum musuh bisa bereaksi. Ini bisa sangat efektif untuk mengganggu dan melemahkan kekuatan musuh."
Raja Reon, meskipun usianya sudah lanjut, turut serta dalam pelatihan. Dia memberikan semangat dan motivasi kepada para prajurit. "Ingatlah, kita berjuang bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk masa depan kerajaan kita. Kalian adalah harapan kami."
Selama satu bulan penuh, pelatihan berlangsung intensif. Setiap hari diisi dengan latihan fisik yang keras, latihan strategi, dan sesi motivasi.
Pasukan mulai terbiasa dan menguasai berbagai teknik yang telah diajarkan, hampir 80% pasukan gabungan ini sudah mahir dalam penggunaan jarum beracun, mereka juga memodifikasi alat tempurnya seperti pedang dan panah menggunakan racun supaya memangkas nyawa musuh dengan lebih cepat.
Suasana malam hari di tenda pertemuan masih terasa hangat meski cahaya lilin mulai meredup. Endalast memandang pasukan yang kini tampak lebih siap dan bersatu.
Dia tahu tantangan besar menanti mereka, tetapi semangat dan persiapan yang matang memberi harapan besar. Selama satu bulan penuh, berbagai strategi dan teknik telah dipelajari dan dikuasai.
Pasukan telah berlatih dengan keras, tidak hanya dalam pertempuran fisik, tetapi juga dalam penggunaan intelijen dan taktik gerilya. Dengan setiap hari yang berlalu, koordinasi antar pasukan semakin solid, dan persiapan logistik semakin sempurna.
Menjelang akhir bulan, sebuah rapat terakhir diadakan untuk mematangkan rencana serangan. Endalast memulai pertemuan, "Saudara-saudaraku, kita telah berlatih dan mempersiapkan diri dengan baik. Waktu untuk melancarkan serangan telah tiba."
Jenderal Aric, dengan penuh keyakinan, menambahkan, "Kita akan memulai serangan dari tiga arah utama, memanfaatkan kelemahan Nereval dalam menghadapi serangan multi-arah.
Pasukan elite kami akan memimpin serangan frontal, sementara pasukan lainnya akan menyerang dari sisi kiri dan kanan."
Sir Galen menambahkan, "Jangan lupakan jebakan yang telah kita persiapkan di sepanjang rute musuh. Ini akan membantu memecah konsentrasi mereka."
Lady Selene mengingatkan, "Kita harus tetap waspada dan siap beradaptasi. Jika ada perubahan situasi, kita harus cepat menyesuaikan taktik."
Raja Reon, dengan nada tegas, mengakhiri pertemuan, "Ingatlah tujuan kita. Kita berjuang untuk masa depan kerajaan kita. Semangat dan keberanian kalian adalah kunci keberhasilan kita."
Dengan semangat yang membara, pasukan gabungan dari Thaloria, Veltoria, Ethoria, dan Rirval bersiap melancarkan serangan besar-besaran. Masing-masing prajurit menyadari peran dan tanggung jawab mereka.
Di bawah langit malam yang penuh bintang, mereka bersiap untuk menghadapi pertempuran yang akan menentukan nasib kerajaan mereka.
Hari serangan akhirnya tiba. Di bawah komando yang terkoordinasi dengan baik, pasukan gabungan melancarkan serangan simultan dari berbagai arah. Serangan tersebut mengejutkan pasukan Nereval, memaksa mereka untuk bertahan dalam kekacauan.
Endalast, bersama dengan Jenderal Aric, memimpin serangan frontal, menerobos pertahanan musuh dengan kekuatan penuh. Sementara itu, Sir Galen dan Lady Selene memimpin serangan dari sisi kiri dan kanan, menggunakan taktik gerilya untuk mengganggu dan melemahkan musuh.
Eron dan tim pengintai berperan penting dalam memberikan informasi terbaru tentang pergerakan musuh, memastikan pasukan gabungan selalu selangkah di depan.
Arlon dan tim medisnya bekerja tanpa henti, memberikan perawatan cepat kepada prajurit yang terluka dan memastikan pasokan obat-obatan selalu tersedia.
Pertempuran semakin intensif ketika pasukan gabungan mulai menggunakan senjata jarum beracun yang telah mereka latih selama sebulan terakhir.
Teknik ini memungkinkan mereka untuk menumbangkan musuh dengan cepat dan efisien, menghemat tenaga dan meminimalkan korban di pihak mereka.
Jarum-jarum beracun ditembakkan dengan presisi, menjatuhkan prajurit musuh satu demi satu dalam sekejap. Pihak Nereval mulai kebingungan dan panik. Mereka tidak pernah menghadapi taktik seperti ini sebelumnya, dan komando mereka mulai goyah.
Endalast memimpin serangan dengan penuh semangat dan strategi yang terorganisir, memastikan setiap langkah pasukannya berjalan sesuai rencana. Serangan yang cepat dan terkoordinasi membuat pasukan Nereval tidak punya waktu untuk bereaksi.
Paman Endalast, yang memahami situasi semakin buruk, memutuskan untuk meninggalkan medan perang dan kabur sendiri, mengabaikan tanggung jawabnya.
Raja Nereval, yang kini harus memimpin pasukan sendirian, terpaksa menghadapi tekanan luar biasa tanpa dukungan yang memadai.
Dengan pasukan yang semakin terdesak, Raja Nereval mencoba untuk mempertahankan posisinya, namun dia tidak bisa mengimbangi serangan cepat dan taktik cerdik dari pasukan Endalast.
Endalast, dengan pasukan elitnya, berhasil menembus pertahanan terakhir Nereval dan mencapai raja yang tersudut.
Endalast menatap Raja Nereval dengan mata penuh determinasi. "Ini adalah akhir dari tirani dan ketidakadilanmu," kata Endalast dengan tegas.
Raja Nereval, meskipun tahu bahwa akhir telah dekat, tetap mencoba untuk melawan. Namun, dalam duel singkat dan brutal, Endalast berhasil mengalahkan Raja Nereval dengan satu tebasan yang tepat.
Dengan kematian Raja Nereval, pasukan musuh kehilangan semangat dan arah. Mereka mulai menyerah satu per satu, menyadari bahwa perjuangan mereka tidak lagi memiliki tujuan.
Prajurit bawahan Raja Nereval segera tunduk dan menyerah kepada pasukan Endalast, mengakui kekalahan mereka. Dengan kemenangan ini, Endalast dan sekutu-sekutunya berhasil membebaskan kerajaan mereka dari ancaman Nereval.
Kemenangan ini tidak hanya membawa kedamaian, tetapi juga membuktikan bahwa persatuan dan strategi yang cermat bisa mengalahkan kekuatan yang tampak tak terkalahkan.
Di bawah kepemimpinan Endalast, kerajaan-kerajaan yang bersatu ini kini dapat memulai era baru yang penuh dengan harapan dan kebebasan. Endalast berdiri di hadapan pasukannya, merasa bangga atas apa yang telah mereka capai bersama.
Mereka telah membuktikan bahwa keberanian dan kerja sama dapat mengatasi segala rintangan, membawa kemenangan yang gemilang bagi mereka semua.
...——————————...
Aula tengah kerajaan dipenuhi oleh cahaya obor yang menerangi wajah-wajah prajurit yang berjaga. Di tengah aula, Endalast duduk di atas kursi raja dengan sikap penuh wibawa.
Setelah mengalahkan Raja Nereval dan memulihkan kedamaian di kerajaannya, ada satu urusan pribadi yang masih harus diselesaikan: pembalasan atas kematian keluarganya. Paman Endalast, Lurian, adalah dalang dari semua penderitaan yang menimpanya, dan Endalast tidak akan membiarkannya lolos.
Selama berminggu-minggu, pasukan Endalast mencari jejak Lurian yang kabur. Endalast tahu bahwa bau busuk dari pengkhianatan pamannya akan selalu tercium, tak peduli sejauh apa dia bersembunyi.
Pengejaran tanpa henti akhirnya membuahkan hasil. Lurian tertangkap di sebuah desa terpencil, dan kini dia dibawa ke hadapan Endalast.
Lurian, dengan tubuh lelah dan wajah penuh ketakutan, diseret ke aula dan dilempar ke lantai di depan tahta. Dia mencoba mengangkat kepalanya, tetapi pandangan tajam Endalast membuatnya gemetar.
"Endalast, anak saudaraku, dengarlah aku..." Lurian memulai dengan suara yang gemetar.
Endalast mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Lurian diam. "Paman Lurian, semua kata-katamu tidak akan bisa menghapus apa yang telah kau lakukan. Kau telah menghancurkan keluarga kita, menyebabkan kematian mereka, dan membawa penderitaan kepada rakyatku. Apa lagi yang ingin kau katakan untuk membela dirimu?"
Lurian berusaha keras untuk mencari kata-kata yang bisa menyelamatkan nyawanya. "Aku hanya mengikuti perintah, aku dipaksa, aku tidak punya pilihan," katanya dengan suara memelas.
Endalast berdiri dari kursi raja, berjalan perlahan menuju pamannya yang masih berlutut di lantai. "Kau tidak punya pilihan? Tidak, Paman, kau selalu punya pilihan. Dan pilihanmu adalah pengkhianatan dan kematian bagi keluargamu sendiri."
Lurian mencoba untuk merangkak mendekati Endalast, memohon belas kasihan. "Maafkan aku, Endalast. Aku menyesal. Aku akan menebus dosaku, berikan aku kesempatan."
Endalast menatap pamannya dengan dingin. "Penebusan? Tidak ada penebusan untuk pengkhianatan seperti ini. Kau akan mendapatkan apa yang pantas kau terima."
Endalast mengisyaratkan kepada dua prajurit yang berdiri di dekatnya. Mereka mengangkat Lurian yang gemetar ketakutan. Endalast mengeluarkan pedang dari sarungnya, pedang yang telah menjadi saksi dari banyak pertempuran dan kini akan menjadi alat pembalasan yang terakhir.
"Ini untuk ayahku, ibuku, dan semua orang yang telah menderita karena pengkhianatanmu," kata Endalast sebelum mengayunkan pedangnya. Dalam satu gerakan cepat, pedang itu menebas leher Lurian, mengakhiri hidupnya.
Keheningan menyelimuti aula saat tubuh Lurian jatuh ke tanah. Endalast menatap tubuh tak bernyawa pamannya dengan campuran emosi—kemarahan, kesedihan, dan kelegaan. Beban dendam yang selama ini menghantui dirinya kini telah terangkat. Akhirnya takhta Ganfera bisa kembali ke tangannya.
Endalast menghela napas panjang, menyarungkan kembali pedangnya. "Pengkhianatan telah dibalas, dan kedamaian telah dipulihkan," katanya dengan suara tegas. Dia menatap prajurit-prajuritnya yang setia.
"Mari kita lanjutkan membangun masa depan yang lebih baik untuk kerajaan ini, tanpa bayang-bayang masa lalu yang kelam."
Dengan itu, Endalast meninggalkan aula, siap untuk memimpin kerajaannya ke era baru yang penuh harapan dan kebebasan.
Keputusan dan tindakannya hari ini memastikan bahwa keadilan telah ditegakkan, dan masa depan yang lebih cerah kini terbentang di depan mereka.