Kisah Cinta Devanno dan Paula tidak berjalan mulus. Sang mama tidak setuju Devanno menikahi Paula yang bekerja sebagai waiters di sebuah diskotik. Sang mama berusaha memisahkan Devanno dan Paula. Ia mengirim Devanno ke luar negri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara julyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab: 11
Devano mengambil kunci mobilnya, kemudian dengan cepat ia pun melajukan mobilnya menuju kantor nya.
Devano telah tiba di kantornya. Lalu dengan cepat ia segera menyelesaikan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda.
Setelah itu Devano mengambil ponselnya dan menghubungi Paula. Sejak peristiwa yang terjadi dua minggu yang lalu, perasaannya pada gadis itu semakin dalam. Ada sebuah ikatan batin antara dirinya dan Paula.
Bahkan Devano telah berniat untuk tidak memperdulikan apapun yang di ucapkan sang mama tentang Paula.
Devano sangat mencintai Paula dan ingi menjadikan Paula sebagai istri. Lebih cepat niat nya itu di lakukan maka akan lebih baik.
Yang menerima telepon Devano bukan Paula, melainkan Vania adiknya.
"Halo mas, ini aku Vania, kak Paula nggak ada," kata gadis remaja itu begitu mengetahui kekasih kakaknya menelepon.
"Di mana Paula? Kenapa ponselnya sama kamu? mas ingin bicara dengannya," tanya Devano yang merasa heran sebab bukan Paula yang menerima teleponnya.
"Kak Paula pergi ke Surabaya dengan ibu mas, nenek kami sakit keras dan ibu harus segera kesana bersama kak Paula."
"Lalu kenapa Paula nggak bawa hp nya?"
"Hp nya ketinggalan mas, karena mereka buru-buru tadi perginya."
"Vania, kenapa Paula nggak ngabarin aku kalau dia mau pergi?"
"Kan udah Vania bilang tadi, kak Paula nggak punya banyak waktu buat ngabari mas Vano, ibu udah ingin cepat-cepat berangkat tadi."
"Ohhhh," hanya itu yang keluar dari bibir Devano.
"Ya udah ya mas, doakan saja ibu dan kak Paula selamat di jalan dan nenek kami cepat sembuh."
"Tanpa kamu minta pun, mas akan selalu berdoa buat kalian, Vania!" Devano menjawab dengan sabar.
"Ya udah ya mas," ucap Vania lagi, gadis itu sepertinya ingin cepat-cepat mengakhiri panggilan Devano.
"Tunggu dulu Vania, mas mau bertanya, sampai kapan kakakmu berada di Surabaya?"
"Itulah yang aku nggak tahu mas, tadi saja kak Paula menitipkan surat untuk bosnya. Kalau seandainya dia terpaksa harus libur beberapa hari."
Devano benar-benar bingung harus apa, sementara dia tahu kalau tante Mirna, ibu nya Paula itu tidak mempunyai ponsel.
"Vania, apakah di rumah nenekmu ada nomor ponsel atau telepon rumah yang bisa di hubungi?" tanya Devano kemudian dengan sungguh-sungguh.
"Ada mas, nomor sepupuku."
"Baiklah, berikan aku nomornya."
"Oke, tunggu ya mas," Vania lalu menyebutkan nomor ponsel sepupunya.
Panggilan berakhir.
Devano menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia benar-benar khawatir, takut tidak bisa bertemu Paula dulu sebelum berangkat ke Amerika.
Sementara dalam waktu satu minggu dia sudah harus berangkat. Dan dia juga tidak tahu sampai kapan Paula berada di Surabaya.
Padahal dia begitu sibuk saat ini. Dia harus mengurus surat-surat penting yang harus di selesaikan secepatnya.
Kelihatannya nasib buruk memang sedak berpihak pada Devano. Nomor telepon sepupu Paula yang di berikan oleh Vania tidak bisa di hubungi. Sepertinya nomor itu sudah tidak aktif lagi.
Sementara Paula dan ibunya yang berada di Surabaya, mereka fokus pada kesehatan sang nenek. Karena keadaan neneknya Paula sudah kritis. Sementara Vania, dia tidak bisa datang karena sedang menghadapi ujian sekolah.
Sekarang jalan satu-satunya bagi Devano adalah menemui Vania dan menceritakan semuanya pada gadis itu. Agar gadis itu memberitahukan pada kakaknya.
Sore itu Devano pergi ke rumah Paula, namun sayang semua sia-sia. Devano tidak menemukan Vania di rumah itu.
Itu terjadi karena akhir pekan ini Vania sudah selesai ujian dan akhirnya ia pun menyusul kakak dan ibunya ke Surabaya.
Devano berharap kalau Vania menyusul kakak dan ibunya, Vania akan menceritakan kalau dia mencari Paula. Dan Devano berharap gadis itu menghubunginya.
Namun sayangnya, harapan Devano hanyalah tinggal harapan belaka. Sampai menjelang ke berangkatannya ke Amerika, Paula belum juga menghubunginya.
Tentu saja Paula tidak meneleponnya, Karena Vania tidak mengatakan apapun padanya. Bahkan keadaan mereka sedang berduka karena sang nenek yang telah meninggal dunia.
Devano merasa menyesal sekali, kenapa waktu dia menelepon Vania dia tidak menceritakan tentang dia yang harus berangkat ke Amerika dalam waktu dekat.
Kalau saja waktu itu dia mengatakannya pada Vania, pastilah Paula akan mengetahuinya juga dan pasti akan segera menghubunginya.
Atau paling tidak waktu itu dia bertanya dimana alamat nenek mereka di Surabaya, jadi kalau masih ada waktu yang tersisa dia bisa melacak langsung Paula ke Surabaya tanpa peduli apapun.
Tapi sayangnya penyesalan itu tinggalah penyesalan belaka. Dan Devano hanya bisa berandai-andai saja.
Dan sekarang ini Devano benar-benar telah kehabisan waktu untuk mempersiapkan kepergiannya.
Devano terlihat mondar-mandir di kamarnya. Dengan sangat gelisah ia masih berharap Paula akan meneleponnya.
Dan sudah beberapa kali pula dia menghubungi nomor gadis itu dan juga adiknya namun nomer telepon mereka tidak aktif.
Dan akhirnya inilah yang terjadi. Pagi itu Devano terpaksa harus berangkat ke Amerika dengan perasaan gundah dan gelisah.
Dan ketika Paula beserta ibu dan adiknya baru saja kembali ke Jakarta dan menginjakkan kakinya di rumah kontrakan mereka, begitu Pula Devano yang baru saja tiba di Amerika.
Dan sialnya saat Vania menyusul Paula dan ibunya ke surabaya ia mengalami pencopetan di kereta. Tas tangan kecil miliknya telah di curi orang. Dan di dalam tas itu berisi ponsel miliknya dan juga milik kakaknya.
Bahkan Vania baru menyadarinya ketika dia turun dari kereta. Karena saat itu pikirannya sedang kalut karena mendapat kabar sang nenek yang meninggal.
Vania sangat merasa bersalah pada kakaknya. Dia tahu betul perjuangan Paula untuk membelikannya ponsel itu. Kini dia malah menghilangkannya dan yang paling parah, ponsel kakaknya pun ikut hilang.
"Kak, maafkan aku ya..., gara-gara aku ponsel kakak juga hilang," lirih Vania.
"Udah lah, nggak apa-apa nanti kalau ada rejeki kakak beli lagi dan beli ponsel untukmu," jawab Paula dengan sabar.
"Kak, sebaiknya kaka segera menemui kak Vano dan menceritakan semua yang terjadi di Surabaya, sebab hari tu waktu kakak baru saja berangkat dia ada menelepon ke ponsel kakak. Dan aku angkat, dia bilang mau ngomong sama kakak," terang Vania.
"Ya udah, nanti juga di kerjaan ketemu, udah sana kamu istirahat dulu," Paula mengacak rambut adiknya dengan penuh rasa sayang.
Vania mengangguk. Sekilas ia melihat kegelisahan di wajah sang kakak. Vania menyadari pasti ada sesuatu yang sedang di pikirkan oleh kakaknya. Vania lalu mengangkat kedua bahunya dan berjalan menuju kamar tidur.
Pikir Vania, kalau dia tetap mengajak kakaknya bicara hanya akan merusak suasana saja. Karena dirinya sendiri juga sedang letih dan juga sedang berpikir hasil akhir ujian semester yang kemarin di ikutinya.
"Biarkan sajalah kak Paula dengan kegundahannya dan aku dengan urusanku sendiri," batin Vania yang memutuskan tidak mau mengganggu sang kakak lagi.
To be continued....
❣️❣️❣️
Silahkan tinggalkan jejak kalian ya...
Like dan komennya author tunggu.
Terimakasih🙏🙏🙏
❤❤❤
Semoga Paula bisa melewati masalah ini. Hrus bgt di support keluarga sih....
tidak semua waitress club malam itu berstatus wanita gampangan....keren....
Poor girl. Semoga Paula ttap bisa mmpertahankan bayinya. Tapi aku takut ngebayangin gimana reaksi ibunya Paula...
Ingat ya kamu habis ngapain sama Paula !! Jgn habis manis, sepah dibuang 😤😤