Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Mobil mewah yang di tumpangi Jihan memasuki kawasan perumahan elit. Shaka membelokkan mobilnya ke arah rumah besar yang memiliki halaman luas dengan tembok keliling yang tidak terlalu tinggi. Jihan bisa melihatnya dari dalam mobil.
Pagar di buka dari dalam oleh penjaga rumah. Dua orang berseragam satpam membungkuk hormat ke arah Shaka yang kaca jendelanya di turunkan setengah. Shaka membalas dengan anggukan kecil sembari memasuki halaman rumahnya. Jihan tidak begitu kaget saat melihat rumah besar nan mewah di hadapannya. Sebab pemilik rumah merupakan pengusaha kaya raya di Negaranya. Jadi wajar saja kalau rumah mereka bak istana.
"Nanti saya harus bicara apa Pak.?" Tanya Jihan begitu mobil berhenti. Shaka menoleh seraya melepaskan seatbelt.
"Cukup menyapa saja, selebihnya biar aku yang jawab kalau mereka menanyakan sesuatu." Kata Shaka.
Jihan mengangguk paham. Dia lantas mengikuti Shaka yang sudah turun lebih dulu dari mobilnya.
Jantung Jihan bergemuruh, dia tidak pernah sandiwara sebelumnya, bagaimana kalau nanti kelihatan bohongnya. Jihan jadi ketar-ketir sendiri, berbeda sekali dengan Shaka yang cuek dan tenang.
Shaka menoleh kebelakang karna Jihan belum menyusulnya, rupanya wanita itu berjalan pelan di belakangnya, membuat jarak cukup jauh dan hal itu membuat Shaka berdecak kesal.
"Mana ada pasangan jalannya berjauhan." Gerutu Shaka.
"Tapi kita kan bukan pasangan Pak." Jawab Jihan reflek. Shaka melotot tajam, khawatir nanti ada orang rumah yang mendengar ucapan Jihan. Bisa-bisa rencananya gagal.
Jihan sontak menutup mulutnya dengan kedua tangan setelah menyadari kesalahannya. Itu hanya jawaban reflek karna Jihan merasa bukan pasangan Shaka. Jangankan pasangan, berinteraksi sedekat ini juga baru tadi siang.
"Mulut kamu bahaya Jihan, sebaiknya nanti jangan banyak bicara.!" Peringat Shaka penuh kekhawatiran. Kalau Jihan sampai bocor soal kerjasama mereka, bisa-bisa Shaka mendapat masalah yang lebih besar lagi.
"Maaf Pak, saya janji akan lebih hati-hati." Hujan menunduk dan mengikuti langkah Shaka dengan jalan beriringan.
"Nanti jangan panggil Pak, panggil Mas atau nama saja." Kata Shaka seraya membuka pintu utama yang menjulang tinggi. Mungkin tinggi pintunya sekitar 3 meteran. Maklum, namanya juga rumah sultan.
"Baik Pa,, eh Mas,," Ucap Jihan gugup.
Mau panggil nama saja rasanya tidak sopan, mengingat Shaka adalah bosnya dan usianya juga lebih muda dari Shaka. Alhasil memanggil Mas walaupun canggung.
"Mas Shaka udah dateng, ini calonnya.?" Tanya wanita paruh baya yang tampak santai dengan baju dasternya. Dia adalah asisten rumah tangga yang sudah puluhan tahun bekerja dengan keluarga Shaka sejak pria itu masih balita.
Jihan tersenyum ramah pada sosok wanita paruh baya itu tanpa mengatakan apapun.
"Hemm." Shaka menjawab singkat dengan deheman. Dia memang irit bicara pada siapapun.
"Mama sama Papa dimana.?" Tanyanya karena seluruh sudut ruangan terlihat sepi.
"Sudah di belakang, menunggu di ruang makan." Jawabnya.
Shaka mengangguk kecil, dia menggandeng tangan Jihan dan membawanya menyusuri rumah besar itu untuk menemui orang tuanya di ruang makan.
Jantung Jihan bergemuruh menatap tangan di genggam oleh Shaka. Seumur-umur, baru kali ini ada Sultan yang mau menggandeng tangannya.
Kalau bukan karna tujuan tertentu, hal besar seperti ini pasti tidak akan pernah terjadi dalam kehidupan Jihan.
Shaka menghentikan langkah di sebuah ruang makan dengan nuansa klasik modern di dominasi warna putih dan furniture mahal.
Tatapan mata Jihan tertuju pada sepasang suami-istri yang sudah duduk di depan meja makan. Tatapan mereka bertemu, Jihan menunduk sopan seraya tersenyum tipis.
Walaupun terlihat tenang, sebenarnya pikiran Jihan berkecambuk, entah seperti apa respon kedua orang tua Shaka. Jihan takut mereka tidak bisa menerimanya dengan baik jika tau status mereka berbeda.
"Malam Mah, Pah." Sapa Shaka.
Wajahnya tampak datar-datar saja, dia menarik tangan Jihan mendekati meja makan.
Sonia lantas berdiri dari duduknya, ada binar bahagia ketika melihat putranya menggandeng mesra tangan seorang gadis cantik yang kelihatan pendiam dan baik. Sonia tau putranya normal, dia bukan kaum penyuka sesama je nis.
Kebahagiaan seorang Ibu tidak bisa di tutupi, senyum Sonia merekah diwajahnya yang awet muda.
"Katanya nggak punya pacar, lalu siapa wanita cantik ini.?" Sonia menatap teduh pada Jihan.
"Saya Jihan tante." Jihan mengulurkan tangan lalu mengecup sopan punggung tangan Sonia.
"Kalian pacaran.? Atau nggak punya hubungan sama sekali.?" Cecar Sonia menatap selidik.
Sejak kemarin putranya ngotot, katanya tidak punya pacar ataupun teman dekat. Tapi giliran di desak untuk di jodohkan, tiba-tiba bilang akan mengenalkan seseorang padanya.
"Sebaiknya sambil duduk." Kata Mahesa, Papa Shaka.
Mereka bertiga lalu bergabung di meja makan, Jihan sebelumnya sudah menjabat tangan paruh baya itu sebelum ikut duduk.
"Jihan staff di perusahaan kita, kami sebenarnya sudah lama dekat." Tutur Shaka sambil melirik Jihan yang kelihatan gugup.
Jihan hanya senyum-senyum saja, tidak berani bersuara karna takut salah bicara.
"Dia selalu menolak setiap kali di ajak ke rumah, katanya takut sama Mama dan Papa." Kata Shaka dengan wajah jahil.
Jihan langsung melotot tidak terima, mana ada dia bilang seperti itu.
"Tidak Tante, saya tidak pernah bicara begitu." Jihan gugup setengah mati sambil menggeleng keras. Shaka benar-benar iseng, membuat Jihan gelagapan di depan kedua orang tuanya.
Shaka terkekeh geli melihat wajah pucat Jihan.
Sonia lantas menepak tangan putranya di atas meja karna menjahili Jihan sampai gadis itu ketakutan.
"Jangan mengarang cerita.! Kamu saja yang nggak niat kenalin Jihan sama Mama." Omel Sonia pada putranya.
"Giliran sudah di paksa menikah, baru mengajaknya ke rumah."
Sonia terus menyerocos mengomeli dan menasehati putranya. Wajah Shaka sampai masam di buatnya, pria itu menahan malu di depan Jihan karna tidak bisa berkutik saat di omeli Mamanya. Shaka seolah kehilangan harga dirinya di depan staffnya sendiri. Tapi kalau menjawab ucapan Mamanya, urusannya pasti semakin melebar kemana-mana, jadi Shaka diam saja.
Setelah melewati proses pengenalan singkat dan menceritakan kondisi orang tua Jihan, mereka berempat kemudian makan malam dalam keadaan hening. Tidak ada yang bersuara ketika mulut mereka fokus mengunyah.
Dalam keluarga Shaka memang pantang bicara selama makan, kecuali dalam keadaan mendesak.
Jihan menyantap makanannya dengan pikiran yang menerawang jauh. Dia tidak menutupi identitas dan kondisi keluarganya di depan orang tua Shaka, tapi Sonia dan Mahesa masih bersikap ramah seperti di awal walaupun tau kalau calon menantu mereka dari keluarga menengah kebawah.
Tidak ada hinaan, tidak ada penolakan ataupun perlakuan buruk seperti yang sering Jihan lihat di sinetron-sinteron ataupun di dalam novel.
Biasanya pihak orang tua laki-laki akan menentang keras jika calon istri anak mereka tidak sesuai kriteria.
Jihan bisa merasakan kalau kedua orang tua Shaka tidak menilai seseorang dari kekayaannya ataupun status sosialnya.
Benar-benar calon mertua idaman, sayang sekali pernikahannya dengan Shaka hanya sementara.