Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayang-Bayang Ancaman
Luna memandangi layar ponselnya dengan tatapan kosong. Pesan dari Karina yang diterimanya pagi itu terus berputar di pikirannya:
“Luna, hati-hati. Aku mendengar salah satu dari mereka tahu tentang kamu dan Kaid. Mereka mungkin akan mencoba sesuatu untuk mengintimidasi kalian.”
Hati Luna berdegup lebih kencang. Ia tidak tahu siapa yang dimaksud Karina, tapi ancaman ini tidak bisa dianggap remeh. Ia harus memberitahu Kaid.
Kaid baru saja selesai dengan panggilan bisnis ketika Luna masuk ke ruang kerjanya. Wajah istrinya menunjukkan rasa gelisah yang tidak bisa disembunyikan.
“Ada apa?” tanya Kaid, suaranya penuh perhatian.
Luna menyerahkan ponselnya kepada Kaid, menunjukkan pesan dari Karina.
Kaid membaca pesan itu dengan rahang mengeras. “Mereka mulai menyasar kita sekarang,” gumamnya.
“Apa yang harus kita lakukan?” Luna bertanya dengan nada panik.
Kaid menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. “Aku akan menghubungi beberapa orang yang bisa membantu. Kita perlu tahu siapa mereka dan sejauh mana ancaman ini bisa berkembang.”
“Dan kalau mereka benar-benar mencoba menyerang kita?” Luna menatap Kaid dengan mata penuh kekhawatiran.
Kaid menggenggam tangan Luna dengan lembut. “Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu, Luna. Aku janji.”
Sore itu, Kaid mengatur pertemuan dengan salah satu pengacaranya, Daniel, seorang pria paruh baya yang sudah bekerja untuk keluarganya selama bertahun-tahun.
“Masalah ini tidak bisa dianggap enteng,” kata Daniel setelah mendengar penjelasan Kaid. “Jika ada pihak yang mencoba mengancam kalian, kita perlu bukti konkret untuk melibatkan hukum.”
“Lalu apa langkah pertama yang harus kami ambil?” tanya Kaid.
“Awasi gerak-gerik mereka,” jawab Daniel. “Tapi jangan bertindak gegabah. Kita tidak tahu siapa yang ada di balik ini, dan jika kita salah langkah, mereka bisa semakin berani.”
Luna mendengarkan pembicaraan itu dengan cemas. Ia merasa seolah-olah berada di tengah pusaran masalah yang semakin rumit, dan ia tidak tahu bagaimana cara keluar darinya.
Malam harinya, Luna terbangun dari tidurnya karena suara ponselnya yang berdering. Ia melihat nomor tak dikenal di layar. Rasa takut mulai merayap di hatinya, tapi ia tetap mengangkat panggilan itu.
“Halo?” suaranya bergetar.
“Luna, ya?” Suara di ujung telepon terdengar rendah dan dingin.
“Siapa ini?” tanya Luna, mencoba terdengar tegas meskipun jantungnya berdegup kencang.
“Jangan terlalu percaya pada Karina. Dia tidak sebersih yang kamu kira.”
Sebelum Luna sempat membalas, panggilan itu terputus.
Luna duduk di tempat tidur, memegangi ponsel dengan tangan gemetar. Siapa pun yang meneleponnya, mereka tahu lebih banyak dari yang seharusnya.
Kaid yang mendengar suara ponsel ikut terbangun. “Apa yang terjadi?” tanyanya sambil menyalakan lampu.
Luna menceritakan apa yang baru saja terjadi. Wajah Kaid mengeras. “Ini sudah kelewatan. Kita harus mencari tahu siapa mereka.”
Keesokan harinya, Luna dan Kaid memutuskan untuk menemui Ria. Sebagai sahabat Luna yang sering terlibat dalam menyelidiki masalah Karina, Ria mungkin memiliki petunjuk yang bisa membantu.
“Aku tahu ini akan menjadi semakin rumit,” kata Ria setelah mendengar cerita mereka. “Orang-orang yang mencoba menyeret Karina ini adalah pihak yang berbahaya. Mereka punya jaringan luas, dan mereka tidak segan-segan menggunakan cara apa pun untuk menekan target mereka.”
“Lalu apa yang harus kami lakukan sekarang?” tanya Luna.
Ria berpikir sejenak sebelum menjawab. “Kalian harus membangun perlindungan. Cari tahu siapa mereka, tapi jangan terlalu mencolok. Dan pastikan Karina benar-benar berada di pihak kalian.”
“Kamu meragukan Karina?” Kaid bertanya dengan nada curiga.
“Aku tidak meragukan sepenuhnya,” jawab Ria. “Tapi dalam situasi seperti ini, siapa pun bisa saja menjadi ancaman, bahkan seseorang yang terlihat seperti sekutu.”
Luna merasa ada benarnya dalam kata-kata Ria. Meski Karina tampaknya tulus, ia tahu bahwa dirinya tidak bisa sepenuhnya mengabaikan kemungkinan buruk.
Beberapa hari kemudian, ancaman itu semakin nyata. Sebuah paket tanpa nama dikirim ke rumah mereka. Isinya adalah selembar foto Kaid dan Luna yang diambil dari kejauhan, disertai catatan singkat: “Hati-hati. Kami memperhatikan.”
Melihat itu, Luna merasa tubuhnya gemetar. Ia menunjukkan paket itu kepada Kaid, yang langsung menghubungi Daniel.
“Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” kata Kaid dengan nada tegas. “Ini sudah menjadi ancaman langsung.”
Daniel setuju. “Aku akan menghubungi pihak berwenang. Tapi kalian juga harus memperkuat keamanan di rumah. Jangan keluar tanpa pengawalan.”
Meski merasa takut, Luna mencoba untuk tetap tenang. Ia tidak ingin rasa takut menguasai hidupnya. Namun, di tengah tekanan ini, ia merasa semakin sulit untuk menemukan momen damai dengan Kaid.
Malam itu, Luna duduk di balkon sambil menatap langit. Ia teringat momen-momen awal pernikahannya dengan Kaid, ketika segalanya terasa seperti permainan. Namun, sekarang, semuanya menjadi begitu nyata dan penuh tantangan.
Kaid mendekatinya, membawa dua cangkir teh hangat. Ia duduk di sebelah Luna tanpa berkata apa-apa, hanya menatap istrinya dengan lembut.
“Kaid,” Luna akhirnya membuka suara, “menurutmu, apa yang akan terjadi pada kita?”
Kaid meraih tangan Luna dan menggenggamnya erat. “Aku tidak tahu, Luna. Tapi aku tahu satu hal: aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti kita.”
Luna tersenyum tipis. “Aku percaya padamu, Kaid. Tapi aku juga takut.”
“Wajar untuk takut,” jawab Kaid. “Tapi kita akan melewati ini bersama. Apa pun yang terjadi, aku di sini untukmu.”
Mendengar itu, Luna merasa sedikit lebih tenang.