NovelToon NovelToon
Alea Si Gadis Tersisihkan

Alea Si Gadis Tersisihkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Pengantin Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Kaya Raya / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: Favreaa

"Kamu harus menikah dengan Seno!"

Alea tetap diam dengan wajah datarnya, ia tidak merespon ucapan pria paruh baya di depannya.

"Kenapa kamu hanya diam Alea Adeeva?"

hardiknya keras.

Alea mendongak. "Lalu aku harus apa selain diam, apa aku punya hak untuk menolak?"

***

Terlahir akibat kesalahan, membuat Alea Adeeva tersisihkan di tengah-tengah keluarga ayah kandungnya, keberadaannya seperti makhluk tak kasat mata dan hanya tampak ketika ia dibutuhkan!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2

21 Tahun kemudian.

"Maaa!" Seorang gadis berlari menaiki tangga dengan air mata bercucuran.

Brak!

Raya yang berada di dalam kamar terlonjak karena mendengar bantingan pintu yang sangat keras. "Bianca! ... Kamu bikin kaget mama, ada apa?" hardiknya kesal.

Gadis yang ia panggil Bianca tak menjawab pertanyaannya, tapi ia malah berlari dan menubrukkan tubuhnya kepelukan Raya. Isak tangis sesenggukan terdengar dari bibir Bianca yang masih terbalut lipstik.

"Bianca! ... Ada apa, Nak?" tanya Raya sekali lagi karena khawatir.

"Ze- ze- zein mu- mutusin aku, Ma!" adunya gagap dilanjutkan tangisnya yang semakin keras.

"Mutusin kamu?"

Bianca mengangguk sembari menyeka air matanya.

"Tenangkan diri kamu dulu!" Raya memeluk Bianca kembali dan menepuk-nepuk punggungnya agar putrinya itu bisa sedikit lebih tenang.

"Sekarang cerita sama mama, kenapa Zein tiba-tiba mutusin kamu?" ujar Raya saat tangis Bianca sudah mulai reda.

"Ini semua gara-gara anak haram itu, Ma!" ujar Bianca geram.

Tangan Raya terkepal erat menahan marah, tidak perlu dijelaskan ia sudah tahu apa yang terjadi, kejadian seperti ini sudah berulang kali Bianca terima. Setiap Bianca memiliki kekasih, para pria itu selalu memutuskan hubungannya dengan Bianca ketika melihat Alea.

"Kamu tunggu di sini. Biar mama beri pelajaran anak itu!" titah Raya yang dijawab anggukan oleh Bianca.

Raya beranjak dari ranjang dan pergi keluar dari kamarnya menuju ke belakang, mencari keberadaan Alea.

"Alea!" teriak Raya dengan wajah merah padam.

Alea yang baru saja selesai membuang sampah, mendongak menatap Raya dengan dahi berkerut. "Apalagi kali ini?" batin Alea lelah.

"Dasar anak tidak tahu diri, kamu sama pelacurnya seperti ibumu!" Pekikan berisi makian lalu disusul tamparan yang sangat keras, mendarat mulus di pipi Alea yang putih bersih.

Lagi-lagi semua Alea terima tanpa tahu dimana letak kesalahannya.

"Aku sudah berbaik hati merawatmu dan membiarkanmu hidup, aku sudah memperingatkanmu berulang kali jangan sekali-kali kamu berani mengusik milik putriku!" lanjutnya dengan sorot mata berapi-api. Jari telunjuknya mengacung tepat di depan wajah Alea yang tampak memar kemerahan.

Alea hanya diam dengan wajah datarnya, ia tidak menjawab atau memberikan reaksi apapun. Hal seperti ini sudah cukup sering ia alami sejak kecil, menerima kemarahan yang tak ia tahu apa penyebabnya.

"Ada apa ini, Raya?" tanyanya sembari memandang Raya dan Alea bergantian.

Arka yang baru pulang dari kantor, melipir ke dapur saat mendengar teriak kemarahan Raya. Di sana ia melihat istri dan anaknya sedang bersitegang yang kini entah apalagi penyebabnya.

"Anak harammu itu sudah mulai mengikuti jejak ibunya yang seorang wanita penggoda!"

Arka menghela napas. "Apa lagi yang kamu lakukan kali ini, Alea?" tanyanya dengan raut wajah frustasi.

"Kalau aku mengatakan tidak melakukan apapun, apa Anda akan percaya?" tanya Alea dengan sorot mata menantang ke arah Arka.

Arka bergeming, perasannya sedikit terluka melihat sorot mata Alea yang memancarkan kebencian.

"Ma! Pa! ... Bianca mohon, jangan terus memojokkan Alea!" ucap Bianca dengan wajah menyedihkan, membuatnya tampak seperti malaikat berhati mulia.

Arka tersenyum haru. Ia berjalan menghampiri Bianca yang entah sejak kapan berada di sana.

"Kamu memang Putri papa yang baik. Tapi, apa ini?" Arka meraba jejak-jejak air mata yang masih basah di pipi Bianca.

"Kamu menangis?" sentak Arka dengan mata terbelalak karena terkejut bercampur cemas.

Raya menghela nafas kasar. "Itulah yang membuat aku marah, Mas!"

Arka menoleh menatap Raya dengan raut wajah bingung.

"Zein memutuskan hubungannya dengan Bianca secara tiba-tiba, padahal mereka tidak mempunyai masalah apapun. Alea mendesak dan akhirnya Zein mengaku karena ia jatuh cinta pada Alea!" terang Raya geram.

Arka kembali berbalik dan menatap Bianca. "Benar begitu, Bianca?"

"Iya. Tapi, tidak apa-apa, Pa. Jangan memarahi Alea, mungkin Alea memang menyukai Zein sehingga ia menggodanya. Aku bersyukur dengan begitu aku jadi tahu bahwa Zein bukanlah pria yang setia," ujar Bianca lembut dengan senyum di bibirnya.

Arka menatap Bianca penuh rasa bangga, ia lalu berbalik dan kembali melihat ke arah Alea dengan tatapan kecewa. "Lihat! ... Kakakmu begitu baik dan selalu memaafkan setiap kali kamu merebut kekasihnya. Ia selalu menanggapinya dengan positif. Papa minta tolong, Alea. Berhentilah membuat kekacauan agar rumah kita damai!"

Raya mendengus. "Kamu pikir dia akan mendengarkan kamu, Mas?"

Arka menghela nafas berat. "Alea, Papa mohon!" pintanya dengan wajah sendu.

"Sudahlah, Ka. Istirahatlah, kamu pasti lelah setelah seharian mengurus perusahaan. Biar ibu dan istrimu yang mengurus gadis tak tahu diri ini!"

"Ma!" panggil Arka melihat kedatangan ibunya dari arah belakang.

Nyonya Camelia berjalan anggun mendekati kerumunan.

"Pergilah ke kamar dan bersihkan dirimu!" titah Nyonya Camelia tegas tidak ingin dibantah.

"Raya! ... Ajak suamimu!" titahnya yang mendapat anggukan kepala dari Raya.

"Ayo, Mas!" Raya menggamit lengan Arka lalu keduanya berjalan bersama menuju kamar.

Kini tersisa mereka bertiga di dapur.

Nyonya Camelia, Bianca dan Alea yang masih tetap bergeming di tempatnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, meski sejak tadi semua orang menghakimi atas kesalahan yang tidak pernah dibuatnya ia tetap diam.

"Keluarga ini sudah mendidikmu dengan keras agar tidak menjadi wanita penggoda, tapi sepertinya usaha keluarga ini sia-sia. Ternyata darah ibumu yang seorang wanita penggoda mengalir deras dalam tubuhmu," ujar Nyonya Camelia penuh penghinaan.

Jika hinaan bisa dijadikan uang, Alea pasti sudah kayak raya sekarang. Hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-harinya sejak dulu.

"Aku tidak pernah menggoda siapapun!" jawab Alea.

"Bohong, Nek. Buktinya setiap aku membawa kekasihku ke rumah, Alea selalu beralasan agar bisa menampakkan diri di depan kekasihku lalu menonjolkan kecantikannya!" sela Bianca.

"Kekasih, heh?" sela Alea sembari menyeringai sinis. "Kamu seperti wanita murahan, yang pergi dengan lelaki berbeda setiap hari. Saat mereka meninggalkanmu, kamu membuat drama dan menjadikanku sebagai alasan, menjijikkan!"

Plak!

Nafas Nyonya Camelia naik turun dan tersengal karena marah. Tangannya terasa kebas akibat kencangnya tamparan yang ia layangkan ke pipi Alea.

Matanya menatap nyalang dengan sorot mata berapi-api."Berani sekali kamu menghina cucuku, hah?!" bentaknya nyaring.

Bianca mematung karena tercengang.

Hinaan yang Alea lontarkan sungguh mengejutkan untuknya. Hingga suara tamparan yang disusul bentakan Nyonya Camelia menyadarkan dirinya dari keterpakuan.

Nyonya Camelia mengacungkan jari telunjuknya. "Suamiku sudah mati, jangan harap ada lagi seseorang yang akan membela dan melindungimu. Selama kamu masih tinggal di sini, ikuti aturanku!"

Alea bergeming, ia diam tak mengeluarkan suara lagi. Pipinya terasa nyeri dan kepalanya juga menjadi pening.

"Bi! ... Bi Ningsih!" teriak Nyonya Camelia memanggil asisten rumah tangganya.

Bi Ningsih keluar dari tempat persembunyiannya dan berlari tergopoh-gopoh menghampiri Nyonya Camelia.

"Iya, Nyonya!" Bi Ningsih melirik, mencuri pandang ke arah Alea.

"Jangan beri dia makan malam! ... Jika sampai Bi Ningsih melanggar perintahku, bersiap ku pecat tanpa pesangon!" ancamnya.

"Ba- baik, Nyonya!" jawab Bi Ningsih sedikit gagap.

Sekali lagi Nyonya Camelia menoleh ke arah Alea dan mendengus kesal. Ia lalu mengajak Bianca pergi dari sana.

"Non," sapa Bi Ningsih yang mendekatinya dengan raut wajah iba.

"Nggak apa-apa, Bi. Alea baik-baik saja," jawabnya dengan senyum teduh yang menenangkan.

Bi Ningsih lalu memeluk Alea dengan sayang, selama 20 tahun usia Alea sekarang, selain mendiang Tuan Fatan hanya Bi Ningsih lah yang berperan penting dalam pertumbuhannya, untuk itu Alea juga sangat menyayangi Bi Ningsih.

"Sakit?" tanya Bi Ningsih sembari meraba pipi kiri dan kanan Alea yang memar.

Bahkan sudut bibirnya mengeluarkan darah akibat kencangnya tamparan Nyonya Camelia terakhir kali. " Nyonya Camelia sungguh keterlaluan, Non. Beliau selalu menganiaya Non Alea, semenjak Tuan Fatan meninggal 10 tahun lalu Nyonya Camelia dan Nyonya Raya semakin semena-mena!" ujar Bi Ningsih sedih.

Alea hanya tersenyum, hatinya sudah mati terhadap keluarga dari ayahnya selain Kakek Fatan. Ia tak lagi iri dengan kasih sayang yang ayahnya curahkan untuk Bianca, karena ia sadar ia hanyalah anak yang terlahir dari sebuah kesalahan dan kehadirannya sama sekali tak diharapkan.

Menjelang malam Bi Ningsih menghampiri Alea yang tengah mencuci buah-buahan.

"Non istirahat saja, biar bibi dan Sella yang mengerjakan. Bibi tahu Non lelah karena kegiatan kampus setengah hari ini," ujar Bi Ningsih pelan.

Alea tersenyum dan mengangguk.

Sejujurnya ia benar-benar lelah. Banyak tugas kampus yang belum ia selesaikan karena harus membagi waktu dengan pekerjaan rumah.

Sella seorang janda muda, salah satu asisten rumah tangga di kediaman Wicaksana mendengus sebal.

"Sudah, nggak usah hiraukan Sella!" Bi Ningsih mendorong Alea menjauh dan mengibaskan tangannya agar Alea lekas pergi.

"Bi Ningsih, seharusnya kita itu menjilat pada yang benar-benar memiliki kuasa. Bibi menjilat Alea si anak haram nggak akan dapat imbalan apa-apa, malah dapat marah dari Nyonya!" cerocos Sella seakan menggurui Bi Ningsih.

Bi Ningsih menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala. "Ini bukan tentang imbalan, Sel. Semua tentang rasa kemanusiaan!"

"Halah!" ujar Sella sewot.

Bi Ningsih hanya mengelus dadanya dan kembali melanjutkan kegiatan memasaknya. Namun, tak lama kemudian teriakan Nyonya Camelia yang melengking mengejutkannya begitu juga dengan Sella.

"Bi!"

Bi Ningsih berjengit. "Eh, iya Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Mana anak haram itu?" tanya Nyonya Ningsih. Wajahnya tak pernah menunjukkan keramahan jika membicarakan Alea.

"Non Alea di kamarnya, Nyonya!" jawab Bi Ningsih dengan raut pucat.

Nyonya Camelia mendengus, ia berjalan cepat menuju ke arah belakang dimana kamar Alea berada dengan wajah bersungut-sungut. Sepeninggalan Kakek Fatan 10 tahun lalu, Nyonya Camia memindahkan kamar Alea ke area belakang, berdampingan dengan kamar para pembantu yang menginap di kediaman Wicaksana.

"Tuh 'kan, Bi?" Sella terkekeh mengejek karena ucapannya yang menjadi kenyataan.

Bi Ningsih hanya bisa meremat tangannya dan berdoa dalam hati semoga Alea tidak lagi mendapat kekerasan dari Nyonya Camelia.

Brak! Brak! Brak!

Suara pintu yang digedor begitu keras, mengejutkan Alea yang tengah bergelut dengan laptopnya.

"Alea, keluar kamu!" Nyonya Camelia berteriak marah sembari terus menggedor pintu tanpa henti.

Seorang pria paruh baya yang bertugas sebagai tukang bersih-bersih halaman hanya bisa menghela nafas prihatin.

Ekspresi wajah Nyonya Camelia semakin muram karena pintu yang tak kunjung terbuka.

"Buka atau aku suruh Pak Usman mendobraknya!" ancam Nyonya Camelia.

Tak lama, terdengar suara kunci yang diputar dari dalam lalu dilanjutkan dengan pintu yang terbuka secara perlahan.

Nyonya Camelia yang tidak sabar mendorong pintu tersebut dengan keras hingga membentur dinding. Sekali lagi menimbulkan suara debuman yang keras.

Alea tersentak dan tubuhnya mundur ke belakang.

"Enak sekali kamu bersantai di sini. Keluar dan kerjakan pekerjaan rumah yang belum selesai!" bentaknya kasar.

Alea tidak menjawab, ekspresi wajahnya datar tak beremosi. Ia hanya langsung menuju dapur setelah lebih dulu menutup pintu kamarnya, diikuti Nyonya Camelia.

"Non!" sambut Bi Ningsih dengan raut cemas.

Alea tersenyum menenangkan Bi Ningsih yang tampak sangat mengkhawatirkannya.

"Suruh dia mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya, Bi. Jangan memperlakukannya seperti majikan, dia bukan bagian dari anggota keluarga ini!" terang Nyonya Camelia ketus.

"Baik, Nyonya!" jawab Bi Ningsih.

"Ingat, jangan ada yang memberinya makan malam ini. Aku akan mengawasi kalian melalui CCTV, awas jika salah satu diantara kalian mengabaikan perintahku!" Nyonya Camelia meninggalkan dapur setelah memberi perintah bernada ancaman pada beberapa asisten rumah tangga yang masih berada di kediaman Wicaksana.

"Non nggak apa-apa?" tanya Bi Ningsih sendu.

"Bibi minta maaf jika ide bibi malah membuat Non kembali dimarahi," ujar Bi Ningsih penuh penyesalan.

"Alea baik-baik saja, Bi. Sini, Bi, biar Alea yang bawa makanannya ke depan!" Alea mengambil piring berisi ayam goreng dari tangan Bi Ningsih dan membawanya ke ruang makan.

Sayup-sayup ia mendengar obrolan hangat antara Papa dan saudara tirinya, Raya beserta Nyonya Camelia yang saling menimpali. Gelak tawa yang terdengar dari mulut mereka, tak lagi menimbulkan rasa nyeri di hatinya.

"Papa bisa aja, Bianca nggak sepintar itu, Pa ," ujar Bianca malu-malu. Alea tidak tahu pujian apa yang papanya layangkan hingga Bianca bersikap seperti itu.

Arka dan Raya terkekeh.

"Kamu tidak perlu malu, Bianca. Perusahaan Wicaksana siapa lagi yang akan mewarisinya jika bukan kamu," timpal Nyonya Camelia sinis sembari melirik Alea yang sedang menyimpan piring ke atas meja.

Ucapannya seolah menegaskan bahwa Alea tidak berhak mengharapkan sepeserpun dari kekayaan Wicaksana.

"Sayang sekali perusahaan Digantara tidak bisa jatuh ke tangan Bianca juga," ujar Raya penuh penyesalan.

"Tidak masalah, Dirgantara juga sudah banyak membantu perkembangan perusahaan Wicaksana," balas Nyonya Camelia. Suasana hatinya membaik jika sudah membahas tentang kekayaan.

"Mama benar, Sayang. Wicaksana saja sudah cukup untuk Bianca, ia akan kewalahan mengelolanya jika semua jatuh ke tangannya ," ujar Arka bijak.

Nyonya Camelia dan Raya mengangguk tersenyum.

"Lalu Alea?"

Alea menghentikan langkahnya saat namanya disebut oleh Bianca. Ia ingin mendengar apa yang akan Bianca ucapkan selanjutnya.

"Adakah bagian untuknya?"

1
Giandra
ada lagi yang cari penyakit
Retno Harningsih
up
Giandra
ayo Alea perjalanan hidupmu baru dimulai tunjukkan ketegasanmu jangan biarkan orang orang terutama para pelakor menindasmu
Giandra
zea dan Bianca mencari penyakitnya sendiri
Retno Harningsih
up
Giandra
momen canggung malah kepergok ada yang masuk pasti salah paham
Giandra
semoga lancar acaranya
Giandra
kau menggali kuburanmu sendiri ana siapapun itu kalau dia customer perlakukan dengan baik sesuai prosedur
Giandra
semoga aman sampai acara pernikahan terlaksana dan seterusnya
Giandra
semoga Alea kalau sudah menikah dengan Seno pribadinya berubah lebih tegas dan cerdik tidak mudah ditindas karena sudah mendapatkan pelajaran hidup yang keras
Hrawti
Luar biasa
Adyava
Novelnya bagus sih cuman kadang nama pemerannya berubah-ubah, tolong lebih teliti lagii yaa thor/Smirk/
Reaa: okee kak terimakasih sudah mengingatkann, selanjutnya aku bakal lebih telitii lagii/Smile/
total 1 replies
Giandra
nama tokoh pemerannya berubah ubah
Reaa: maaf yaa kak klo tidak nyaman dlm membaca novelku yg inii, selanjutnya aku bakal lebih teliti lagii/Smile//Smile/ & terimakasih sudah mengingatkann/Rose//Rose/
total 1 replies
Giandra
sepandai-pandai tupai melompat suatu saat pasti akan terjatuh.siap siap kau dikebiri arka
Giandra
Alea Cinderella
Sheryl
Suka banget sama novelnyaa, seruu poll
Sheryl
Lanjut Thorr
A F I S ❀
bau² pelakor tpi seno lucuu bgt mna kepergok eyang lgi wkwk
A F I S ❀
wahh siapa tuhh
A F I S ❀
ceritanya seruu,ditunggu kelanjutannya thor!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!