Kehidupan Freya berubah drastis setelah kematian kedua orang tuanya. Dia mengalami kesedihan yg begitu mendalam dan hanya sebatang kara. Tetapi kecerdasan yg dimilikinya membuatnya bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yg lebih tinggi. Dia berkuliah di kampus bergengsi dengan beasiswa, lalu lulus dengan nilai sempurna. Dia kemudian di terima bekerja di sebuah perusahaan elektronik terkemuka, dan menjalani kehidupannya dengan baik. Dan dia justru terjebak & harus menikah dengan atasannya sendiri bernama Zayn pemilik perusahaan tempatnya bekerja karena sebuah tragedi. Suaminya sangat baik, tampan & mencintainya. Kebaikan hati suaminya membuat Freya akhirnya bisa menerimanya & Freya juga sangat mencintainya. Sayangnya kebahagiaan pernikahan Freya & Zayn harus ternodai dgn rahasia kelam Zayn dimasa lalu serta banyaknya kebohongan Zayn. Fakta bahwa Zayn adlh penyebab kematian Ayahnya, membuat Freya meninggalkan Zayn. Lalu bagaimanakah perjuangan Zayn untuk bisa meyakinkan Freya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Golden Watermelon Sugar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjemput Bu Lina
"Amam, bu Lina akan kesini kan?" tanya Zayn pada Anaknya. Saat ini mereka sedang sarapan bersama.
Semalam Zayn memilihenginap disini. Dia sudah berjanji bahwa akan lebih sering datang kesini untuk menghabiskan waktu bersama dengan keluarganya. Zack sudah kembali ke Kalimantan, karena Zack memang bekerja disana tepatnya di ibukota negara ini. Sementara Lexia sudah kembali ke Amerika lusa kemarin. Lexia juga bekerja disana dan hanya datang untuk berlibur disini sekaligus menengok Oma dan Opanya. Tetapi Lexia berjanji bahwa bulan depan, dia akan mendapatkan libur musim dinginnya dan akan datang kesini lagi dan tinggal cukup lama.
"Iya, Amam ada janji bertemu dengannya disini. Kenapa? Kau ingin menjemputnya lagi?" tanya Cahya.
Zayn mengangguk, tampak tersipu karena keluarganya sudah mengerti betul bahwa dia dan bu Lina sering berkomunikasi membahas tentang Freya.
"Lakukan saja apa yang kau mau," gumam Cahya.
"Siang nanti aku sudah janji bertemu Appu, jadi aku akan ke rumahnya."
"Pergilah sekaligus antar bu Lina pulang," ucap Cahya.
Selesai sarapan, Zayn memanggil Art nya untuk menanyakan sarapan Omanya. Karena Zayn yang akan mengantarnya sendiri ke kamarnya dan menyuapi omanya. Zayn kemudian mengambil nampan yang sudah berisikan makanan dan minuman lalu pergi ke kamar Omanya. Zayn sangat menghormati dan menyayangi Omanya. Zayn tahu bahwa dia tidak akan bisa menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan Omanya, karena penyakit Omanya di tambah, lagi faktor umur. Dan dokter mengatakan bahwa Omanya memiliki harapan hidup beberapa bulan lagi.
Zayn dengan penuh perhatian membantu Omanya bangun dan menyuapinya. Sebenarnya Zayn masih belum siap kehilangan Omanya. Hanya saja usia semakin tua dan sudah banyak penyakit yang menggerogoti tubuh rentanya. Keluarganya juga tidak berhenti berusaha untuk menyembuhkannya dan membawanya ke berbagai rumah sakit terbaik baik yang ada di negara ini maupun yang ada di luar negeri. Akan tetapi usia dan kekuatan fisik yang sudah tidak memungkinkan lagi, membuat Zayn dan keluarganya pasrah dan ikhlas jika Omanya di panggil oleh Tuhan, tetapi mereka akan selalu berusaha sebaik mungkin untuk memberikan yang terbaik selama hidupnya.
****
Zayn memarkir mobilnya di tempat biasa. Di sudut, tertutup bayang-bayang sebuah pohon besar yang teduh, matanya menatap ke arah bangunan asrama tua itu. Tempat yang sangat dihapalnya dan mungkin merupakan satu-satunya tempat yang paling sering dikunjunginya secara berkala.
Lalu Freya melangkah keluar di sana, Zayn melihat jam-nya, selalu tepat jam sembilan di hari minggu, Freya akan pergi berbelanja kebutuhan asrama ke pasar, gadis itu tampak ceria, sehat dan ceria. Syukurlah. Zayn mendesah dalam hati.
Matanya mengikuti Freya dengan waspada ketika perempuan itu berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan untuk mengantarkannya ke pasar, dan Zayn mengernyit ketika angkutan yang penuh sesak berhenti di depan Freya dan perempuan itu masuk kedalamnya.
Dia tidak boleh naik angkutan lagi atau ojek online lagi. Putusnya dalam hati, Zayn harus mengusahakan sesuatu. Setelah yakin bahwa Freya sudah benar-benar pergi, Zayn mengangkat ponselnya,
"Saya sudah menunggu disini," gumamnya tenang.
Tak lama kemudian, sosok Ibu Lina keluar dengan hati-hati dari asrama, dan melangkah ke tempat parkir Zayn yang biasa.
Dengan sopan Zayn membukakan pintu dan ibu asrama melangkah masuk.
"Dia sangat senang karena diterima di perusahaan itu," Ibu Lina memulai percakapan sambil tersenyum.
Mau tak mau Zayn tersenyum, membayangkan Freya bahagia sudah cukup membuatnya tak bisa menahan senyum lebarnya.
"Saya senang. Apakah dia merasa curiga? Apakah dia membicarakannya?" Zayn menatap Ibu Lina dengan sopan. Wanita di depannya ini adalah teman kantor Gienka dulu saat Gienka belum menikah dan pindah ke Amerika. Bu Lina punya hubungan yang baik dengan Gienka Mamanya Zayn dan kemudian karena tidak mempunyai sanak keluarga, mengajukan diri untuk menunggui asrama putri tersebut. Asrama milik keluarga Sahasya.
Asrama ini sebenarnya adalah salah satu dari asrama milik yayasan sosial yang dikelola oleh keluarga Sahasya dan ketika Gienka menceritakan semua rencana Zayn, Ibu Lina menawarkan diri dengan senang hati untuk membantu. Dan Zayn sangat menghormati wanita ini, hampir seperti dia menghormati Mamanya sendiri.
"Dia sempat curiga," Ibu Lina tersenyum melihat kecemasan di mata Zayn, "Tapi saya sudah berusaha menghilangkan kecurigaannya itu, lagipula nilai-nilai ijazahnya memang sangat bagus jadi tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahaan besar bersaing memperebutkannya."
Zayn menjalankan mobilnya keluar dari parkirnya di bawah pohon besar itu dengan tenang, mengarahkan mobilnya menuju rumahnya, karena sebulan sekali di minggu pertama awal bulan, Ibu Lina akan berkunjung ke rumah keluarganya untuk bertemu dengan Amamnya,. Terkadang setiap sebulan sekali itulah Zayn akan memanfaatkan waktu itu untuk mengevaluasi dan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari Ibu Lina tentang Freya. Meskipun Zayn sendiri juga sering berkomunikasi by phone dengan bu Lina.
"Mungkin memang saya terlalu berlebihan, seharusnya saya menempatkannya sebagai staff biasa dulu, tapi saya tidak tahan, saya lelah melihatnya secara sembunyi-sembunyi seperti ini, saya ingin bisa berinteraksi langsung dengannya." ujar Zayn.
"Saya mengerti," Ibu Lina tersenyum penuh kelembutan. "Tetapi tidak adakah ketakutan di hati anda kalau nanti lama-kelamaan Freya akan menyadari siapa Anda sebenarnya?"
Pandangan Zayn menerawang ke depan. "Saya tidak tahu... Saya menganggap ini semua seperti pertaruhan yang melibatkan hidup dan mati saya. Anda tahu kan betapa saya sangat menginginkan pertemuan ini, bisa bertatapan langsung dengan Freya, bisa berbicara langsung, saya sangat menginginkan pertemuan ini. Sekaligus takut, sebab jika Freya sampai mengenali saya... Maka selesailah sudah semuanya."
Dengan penuh rasa keibuan, Ibu Lina mengamati sosok disampingnya itu. Zayn sedang berkonsentrasi menyetir, pandangannya lurus ke depan dan tidak menyadari kalau diamati, Ibu Lina sudah mengenal Zayn sejak lama, karena dia sudah menjadi orang kepercayaan keluarga Sahasya sejak Zayn masih kecil bahkan bisa di bilang mengenal keluarga Sahasya sebelum Zayn lahir.
Dia sendiri yang menjadi saksi betapa nakal dan pemberontaknya Zayn di masa mudanya, dia juga yang menjadi saksi ketika kecelakaan itu telah mengubah Zayn 180 derajat, dari seorang pemuda ugal-ugalan yang sombong dan hanya mengandalkan nama keluarganya, menjadi pengusaha yang berjuang dengan kekuatannya sendiri seperti sekarang.
Tidak. Ibu Lina memutuskan, Freya tidak akan mengenali Zayn yang sekarang. Zayn yang sekarang jauh berbeda dengan Zayn yang dulu. Kebandelan masa remajanya sudah berubah menjadi sikap dewasa yang penuh wibawa, fisiknya sudah berubah menjadi lebih dewasa pula, dan aura kesombongan dan keangkuhannya telah menjadi kebijaksanaan yang tenang. Ibu Lina yakin, Freya tidak akan bisa mengenali Zayn yang sekarang sebagai pemuda kaya yang dulu jadi salah satu penyebab meninggalnya ayahnya. Meskipun dia tahu bahwa Zayn bukanlah pelaku utamanya. Tetapi berita itu selalu membawa nama keluarga besar Sahasya sehingga orang berpikir bahwa semua di sebabkan oleh Zayn dan kekuasaan keluarganya.
"Saya sangat tahu perasaan Anda, dan saya akan mendoakan yang terbaik, untuk Anda dan untuk Freya juga, dia anak yang baik, anak yang baik luar dan dalam, hatinya sangat lembut, dan saya yakin, suatu saat akan datang waktu dimana Freya akhirnya akan memaafkan Anda."
Zayn tersenyum sedih mendengar kata-kata Ibu Lina, dimaafkan? Itu terdengar terlalu mewah baginya. Dia tidak pernah sedikitpun berani memohon agar dimaafkan, karena dia tahu permohonan itu akan terlalu muluk untuknya. Dia bersalah, dan dia tak termaafkan, sesederhana itu. Yang dia butuhkan sekarang hanyalah agar Freya bahagia. Kebahagiaan Freya entah sejak kapan, telah menjadi obsesi kehidupannya.
****
Thor.... buat zayn kecelakaan atau apa gt.... trauma kepanjangan akibat kecelakaan dulu shg freya tau betapa zayn cinta
setidaknya tinggal bersama walaupun zayn harus menerima hukuman freya
buat zayn koma, sakit, gila biar freya sadar sedalam n setulus apa cinta zayn. buat keluarga zayn jujur, saat zayn koma, sekarat, gila kalo bukan zayn yg setir mobil