Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Penampakan
Pagi-pagi buta, semua yang ada di Aula Desa terbangun dengan bunyi alarm. Alarm yang mampu membuat semua orang tersentak. Bukan kokokan ayam ataupun bunyi sirene tapi teriakan dari arah belakang Aula Desa. Ella berteriak histeris, Ella kembali melihat penampakan. Semua orang mencari sumber suara dan menemukan Ella di depan kamar mandi dalam kondisi bajunya kotor, rambutnya acak-acakan penuh dengan dedaunan.
"Ella, apa yang terjadi?" tanya Bu Mila.
"Setan, ada setan, banyak setan, saya mau pulang! Saya mau pulang sekaraaaaaaang!" Ella kembali teriak.
Bu Mila yang kebetulan kenal dengan orang tua Ella segera menelpon mamanya Ella.
Ella mencari Dilara. Ella menuju Aula Desa. Ella terus saja mencari. Ella melihat Dilara yang baru saja merapikan alas tidurnya. Ella mendorong punggung Dilara sehingga keningnya terbentur lantai.
"Ella, apa yang kamu lakukan!" Salman membalas mendorong pundak Ella.
"Semua gara-gara dia!" Ella menunjuk ke arah Dilara yang duduk di lantai sambil memegang keningnya yang berdarah.
"Apa salah Dilara?" kali ini Salma berdiri melototi Ella.
"Gara-gara dia! Gue dikunci di kamar mandi!"
Dira yang baru saja keluar dari kamar mandi mendengar omongan dari kedua teman Ella. Mereka takut tadi malam gak bisa tidur nyenyak karena melihat terlalu banyak penampakan. Mereka menyesal menuruti perintah Ella untuk mengunci Dilara di kamar mandi. Dan mungkin makhluk yang ada di sana marah kepada mereka.
Dira kembali ke Aula Desa. Dira melihat keributan antara Ella, Salman dan Salma. Dira dengan cepat menghampiri Dilara yang masih terduduk kaku di lantai. Dira mengambil tisu basah dalam tasnya dan membersihkan luka di kening Dilara. Dira membantu Dilara berdiri.
"Kak Salma, Kak Salman. Dia yang menyuruh orang untuk mengurung Dila di kamar mandi," kata Dira.
"Oh ini orangnya. Rasain lu!" sahut Salman.
"Apa-apaan ini? Siapa kalian berani-berani ngusik anak saya?" Mamanya Ella tiba-tiba datang menjemput Ella.
"Mereka Mah ngunci Ella di kamar mandi," Ella menangis manja di belakang mamanya.
"Bohong! Kami tidak melakukan itu. Semua yang ada di sini saksinya," ujar Salma.
"Kalian bilang anak saya pembohong? Kurang ajar kalian!" Mama Ella marah besar.
"Mohon maaf sebelumnya. Perkenalkan saya Kades di sini. Memang benar, anak ibu telah menyuruh dua anak ini mengunci Nak Dila di dalam kamar mandi," Pak Kades bersama dua teman Ella yang hanya menunduk takut.
"Dan karena perbuatan anak Ibu, penunggu desa ini marah. Mereka memberikan hukuman kepada anak Ibu dengan menguncinya di kamar mandi," Pak Kades menjelaskan.
"Penunggu desa? Siapa?"
"Mereka tidak terlihat, tapi mereka ada Bu. Mereka selalu memperhatikan kita," jawab Pak Kades.
"Ah semua itu bohong! Anak saya tidak mungkin melakukan hal rendah seperti itu! Kalian semua pulang jalan kaki! Bis yang mengantar kalian itu adalah sumbangan dari saya. Saya tidak sudi!" Mama Ella dan Ella meninggalkan Aula Desa.
Sebelum meninggalkan Aula Desa, Ella mengacungkan jari tengah ke arah teman-temannya. Ella puas melihat keresahan mereka yang tidak bisa pulang karena bis yang mereka tumpangi lebih dahulu pulang ke kota bersamanya.
Bu Mila mengejar mama Ella meminta maaf dan memohon kebaikannya untuk meminjamkan bis kepada mereka. Mama Ella yang terlanjur marah tidak memperdulikan Bu Mila. Mama Ella dan Ella masuk ke dalam mobil meninggalkan Desa Damai.
"Ella, apa yang terjadi?"
"Mah, tempat ini seram. Tadi malam aku bertemu setan. Pak Sopir lebih cepat jalannya!" teriak Ella.
"Setan?" Mama Ella mengernyitkan keningnya.
"Iya Mah, sudah ah, serem," Ella bergidik ngeri.
Mobil yang membawa Ella dan mamanya semakin jauh meninggalkan desa. Sedangkan dua bis milik mama Ella masih terparkir rapi di depan halaman Aula Desa. Dua bis itu mendadak saja mogok.
Tiba-tiba langit menjadi mendung gelap, suara riuh angin berteriak bising di sela-sela ranting pohon yang bergoyang. Pak Sopir sangat hati-hati menjalankan mobil, karena penglihatannya tidak begitu jelas seperti ada sesuatu yang menghalanginya.
Pak Sopir tanpa sengaja membelokkan mobilnya masuk ke dalam hutan. Di dalam gelap seperti ini, pepohonan yang tertiup angin terlihat seperti sosok hitam yang mengerikan.
"Maaf Nyonya Ellie, karena kondisi cuaca yang begitu gelap, saya pastikan kita tersesat," Pak Sopir menatap Ellie dari balik kaca spion.
"Kok bisa! Pokoknya saya tidak mau tau. Kita harus bisa meninggalkan desa ini!" perintah Ellie.
BRAAAAKKK!
"Maaf, sepertinya saya menabrak sesuatu," kata Pak Sopir.
Pak Sopir, mama Ellie dan Ella fokus menatap ke depan mobil. Tidak seorangpun dari mereka yang berani keluar dari mobil untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi.
Kepulan asap putih keluar dari depan mobil. Semakin lama kepulan asapnya semakin banyak. Tidak lama kemudian, hawa sekitar berubah menjadi panas. Aroma busuk pun mulai tercium.
"Udin! Kamu kentut ya?" Ellie menutup hidungnya .
"Kebelet ya Pak Udin?" Ella membuka kaca mobil yang ada di sampingnya.
"HI, HI, HIIIIIII!" sosok Mba Kunti yang ditemui Ella di kamar mandi muncul lagi.
"AAAAAAAAAAAAAA!" Ella kembali menutup kaca mobilnya.
Tapi sayang, sosok Mba Kunti memasukkan lengannya ke dalam mobil. Ella memukul-mukul lengan Mba Kunti dengan tasnya. Setelah lengan Mba Kunti menghilang, Ella menutup rapat kaca mobilnya. Ella kembali berkeringat dingin.
BRAAAAKKK!
Kembali terdengar suara benturan. Kali ini terdengar dari samping kanan persis di samping tempat duduk Ellie. Pak Udin terus berusaha menyalakan mobilnya. Raungan suara mesin bergema di tengah kegelapan.
"Udin, jangan bercanda kamu!" bentak Ellie.
"Maaf Nyonya, saya terlalu takut memeriksa mesin. Saya tidak berani,"
Mereka semua terdiam tatkala mereka melihat ada sebuah keranda mayat melayang-layang di sisi kanan mobil mereka. Mereka bungkam di kursi masing-masing. Tubuh mereka tidak bisa digerakkan.
Ellie kembali mencium bau busuk. Ellie menolehkan kepalanya ke arah kanan. Mata Ellie terbelalak, Ellie sangat mengenal sosok yang ada di sampingnya.
"HI, HI, HIIIIIIIIIII! Bersiaplah! Akan tiba waktunya! Kamu akan kami jemput dengan keranda itu! HI,HI, HIIIIIIIIIIII!" lengkingan suara tertawa sosok itu hampir membuat pecah gendang telinga.
"Mah, takut!" Ella menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Pergilah kamu setan! jangan ganggu!" teriak Ellie.
Kap depan mobil yang mereka tumpangi mengeluarkan asap putih. Pak Udin menyuruh Ella dan Ellie keluar dari mobil. Mereka bertiga berlari dengan susah payah menerobos ilalang yang tumbuh tinggi. Tak ada pencahayaan. Hutan ini gelap gulita. Mereka terus saja berusaha menyelamatkan diri dan sebisa mungkin kembali ke Desa Damai mencari bantuan.
"Terus lari Nyonya, Nona. Mobil kita terbakar. Dan jangan lihat ke belakang," kata Pak Udin.
Memang kadang sifat penasaran manusia mengalahkan segalanya. Ella dan Ellie tidak menghiraukan larangan dari Pak Udin. Dan mereka pun menoleh ke belakang mereka.
"AAAAAAAAAAAAAA!"
BOOOOOM!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...