Elisabet Stevani br Situmorang, tadinya, seorang mahasiswa berprestasi dan genius di kampusnya.
Namun, setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Elisabet kecewa dan marah, demi menghibur dirinya ia setuju mengikuti ajakan temannya dan kekasihnya ke klup malam, ternyata ia melakukan kesalahan satu malam, Elisabet hamil dan kekasihnya lari dari tanggung jawab.
Karena Ayahnya malu, untuk menutupi aib keluarganya, ia membayar seorang pegawai bawahan untuk menikahi dan membawanya jauh dari ibu kota, Elisabet di kucilkan di satu desa terpencil di Sabulan di Samosir Danau toba.
Hidup bersama ibu mertua yang yang sudah tua dan ipar yang memiliki keterbelakangan mental, Elisabet sangat depresi karena keluarga dan suaminya membuangnya saat ia hamil, tetapi karena kebaikan ibu mertuanya ia bisa bertahan dan berhasil melahirkan anak yang tampan dan zenius.
Beberapa tahun kemudian, Elisabet kembali, ia mengubah indentitasnya dan penampilannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Berhasil
Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga, hari ini, Ibas rekan kerja Vani tidak masuk karena, ia dapat giliran libur, tinggal ia dan Rita yang akan bertugas.
“Aku berharap aku bisa melakukannya hari ini, aku tidak ingin lama-lama di tempat ini,” ucap Vani pelan, ia sudah siap-siap dengan peralatan tempur di tangannya ada kemoceng, kain lap dan semprotan kaca.
“Mbak Salsa, kamu saja ya yang bersihkan ruangan bos,” ujar Rita.
“Baik Mba.”
“Oh, satu hal lagi, saat kamu ke ruangan Bu Rosa jangan sampai barang -barang miliknya berpindah tempat ya.” Rita mengingatkan.
“Berpindah tempat bagaimana Mbak, aku jadi takut?”
“Maksudku … begini, kalau misalkan pajangannya di sudut meja, biarkan tetap di sana jangan dipindahkan jadi ke sebelah kanan, makannya sebelum membersihkan sebaiknya pelajari dulu sebentar.”
“Baik Mbak.”
Vani berjalan menuju lift, saat ia masuk tiba-tiba Andre dan Winda juga datang.
Wanita bertubuh ramping itu menatap tajam ke arah Vani.
“Lu gak bisa nunggu ntar dulu ya?”
“Saya bisa Bu,” ujar gugup.
“Kalau lu bisa harusnya lu tunggu bos dulu baru lu naik lift berikutnya dong.”
“Oh, maaf mbak saya akan turun.”
“Kamu apaan sih Win, dia hanya ingin bekerja,” pungkas Andre.
“Harusnya dia tau diri donk, kalau ada bos gitu harusnya dia mengangguk atau memberi hormat gitu, masa hanya melotot begitu gak ada hormatnya sama sekali.”
‘Gila hormat ini orang, awas saja kamu nanti’ Vani memaki adik tirinya dalam hati.
“Maaf Bu, saya salah,” ujar Vani menyamarkan suaranya.
“Sudah biarkan saja, dia juga bagian dari kantor ini,” ujar Andre.
“Biarkan dia keluar sayang, dia bau, dia pasti korek-korek sampah,” ujarnya menatap sinis ke arah Vani.
“Kamu keterlaluan Win,” ujar Andre menggeleng.
Winda semakin lengket dengan Andre, kemanapun lelaki itu pergi, winda akan selalu ikut, jika pasangan hasil menikung orang lain, suatu saat ia juga akan ditikung juga. Itulah yang ditakutkan Winda, ia merebut Andre dari Vani dengan cara yang licik, kini, ia juga dihantui dengan kehadiran wanita lain di rumah tangga mereka.
Tidak ingin cari masalah, Vani mengalah.
“Baiklah saya turun di sini saja,” ujar Vani.
Karena tinggal satu langkah lagi, Vani memilih naik tangga darurat menuju ruangan direktur.
Vani menyalakan alat komunikasi yang disembunyikan dalam kupingnya.
“Jonas! Apa kamu mendengar mama?”
“Ya Ma, aku dengar.”
“Nanti matikan cctv di ruangan itu saat mama masuk.”
“Ya Ma.”
Vani berjalan menuju ruangan ayahnya, ruangan tersebut biasanya di kunci karena Pak Sudung masih melakukan pengobatan di luar negeri, jadi ruangannya kosong. Tetapi sekali tiga hari akan di bersihkan agar tidak berdebu.
Saat ia masuk Jonas yang meretas server kantor bisa mematikan cctv lewat komputer, jadi, Vani bisa mencuri data- data dari laptop ayahnya.
Setelah menyimpan data itu dalam flashdisk, ia keluar dari ruangan ayahnya, ia akhirnya mendapatkan data-data yang ia inginkan dan keluar dari sana.
Saat makan siang, ia keluar dari kantor dan mengirim data-data tersebut pada William, ia yakin ibu tirinya akan mengalami serangan jantung kalau perusahaan yang ingin ia kuasai itu akan bangkrut.
“Will, lakukan dengan baik.”
“Baik Van, tapi lu masih di sana?”
“Gue hanya kerja sebentar di sini, tapi belum bisa langsung keluar, gue masih ingin mengerjakan pekerjaan lain.
“Baik, hati-hati Van, jangan sampai ketahuan dulu.”
“Baiklah.”
Setelah menyerahkan data-data perusahaan itu pada William, Vani masuk ke ruangan ibu tirinya, ruangan direksi, ternyata barang-barang milik mamanya Vani di pakai bu tirinya.
Melihat meja kerja lemari File dan barang-barang mamanya di sana Vani tadinya ingin marah tapi, ia menahan diri.
“Jonas, matikan kamera di ruangan ini juga.”
“Baik Ma, apa mama baik-baik saja?” Tanya
“Ya, hanya sangat sedih saja.”
Setelah dimatikan, kebetulan laptop ibu tirinya sedang di atas meja dan wanita itu sedang makan siang, Vani datang ke ruangan itu untuk bersih-bersih, tetapi tangannya dengan cepat mencolokkan benda kecil itu ke laptop ibu tirinya, wajahnya sangat tegang saat proses pemindahan.
Setelah berhasil ia simpan ia melakukannya seperti semula, selang tida menit saat ia menyimpan benda itu di bagian ********** wanita itu datang.
“Apa yang kamu lakukan di ruangan saya?”
“Saya di minta membersihkan ruangan ibu.”
“Saya tidak suka orang lain memasuki ruangan saya. Mana Ibas?”
“Pak Ibas hari ini libur Bu, saya yang menggantikannya.”
Mata Bu Rosa menatap dengan marah, ia menyelidiki semua barang dalam ruangan.
‘Orang yang terbiasa mencuri akan selalu curiga orang lain akan mencuri darinya’ ucap Vani dalam hati.
“Harusnya kamu mita izin kalau ingin ke ruangan saya.”
Apa yang dikatakan Rita benar, wanita itu suka membesar-besarkan masalah, sama dengan Winda putrinya sombong dan curigaan.
“ Maaf Bu, lain kali saya akan melakukannya,” ujar Vani gugup ia takut penyamarannya terbongkar.
“Ya, lain kali harus minta izin dulu kalau mau ke ruangan saya,” ketusnya lagi.
“Baik Bu saya akan mengingatnya."
Lalu ia menelepon Bonar ke ruangannya.
“Kamu bagaimana, kenapa OB baru di bisa masuk ke ruangan saya?”
“Saya baru datang Bu, lagi ada kerjaan di luar kantor,” ujar Bonar.
“Panggil Rita.”
‘Mampus kalau wanita ini sampai menggeledah’
Rita datang, ia meminta maaf karena meminta karyawan baru yang menggantikan Ibas, hampir saja Vani tertangkap basah, ia menghela napas berat saat ia tidak di geledah.
Saat kejadian itu, ia akhirnya paham kalau posisi Bonar di kantor itu hanyalah sebagai pegawai bawahan.
‘Kenapa Bang Bonar mau bertahan di kantor ini kalau dia hanya sebagai pesuruh nenek sihir ini, bukankah Bang Bonar pernah bilang padaku kalau dia kuliah?’
Vani akhirnya penasaran dengan Bonar suaminya, walau sebenarnya dia tidak ingin perduli pada lelaki tersebut. Saat pulang dari kantor, ia akhirnya mengaktifkan nomor teleponnya dan menelepon Bonar.
“Vani!? Kamu dari mana saja, kenapa nomormu tidak aktif , lalu kamu pindah kemana?” Bonar mencercanya dengan berbagi pertanyaan.
“Kamu kayak orang perduli aja Bang?”
“Vani aku perdulilah, bagaimana kabar ibu?”
“Baik.”
“Lalu kalian pindah kemana, kata tetangga kamu membawa mereka pergi dari kampung kenapa?”
“Tidak kenapa-napa, inang itu dan kakakku hanya ingin mencari suasana kota.”
Bonar, terdiam … saat Vani menyebut ibu mertuanya sebagai ibu dan iparnya sebagai kakak.
“Kok Diam?”
“Aku ingin pulang, ingin menjenguk kalian.”
“Untuk apa? Untuk minta surat cerai lagi?”
“Tidak … siapa ingin yang minta surat cerai, aku hanya ingin melihat kalian.”
“Kan, waktu itu aku sudah kirim foto ibu sama eda, apa lagi?”
“Tapi kan foto kamu sama Jonas gak ada.”
“Kami berdua tidak penting Bang, aku hanya berharap abang itu ada untuk inang di hari tuanya, hanya itu yang di inginkan.”
“Baiklah, bulan depan aku akan pulang.”
‘Eh, ada apa dengan orang ini … kenapa dia tiba-tiba berubah baik’
“Lalu bagaimana dengan istrimu, ku dengar abang itu sudah menikah lagi.”
“Ya, kamu istriku Vani.”
“HAAA?”
“Abang belum menikah?”
“ Gak lah,” jawab Bonar.
Bersambung