HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yg gamodal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
"Terserah, apa peduli mereka ... jadi benar kau hamil, Kanaya?" tanya Ibra lagi, tapi kali ini kalimatnya terdengar penuh penekanan dan Ibra menanti jawaban Kanaya secepatnya.
"Aku tidak_"
"Bagaimana bisa kau jawab tidak, sementara kita melakukannya tanpa pengaman dan aku melepaskannya di dalam rahimmu, aku yakin tidak akan ada sedikitpun yang terhambur keluar."
Sinting, benar-benar tidak berakal dan Kanaya tak habis pikir kenapa Ibra sangup mengatakan hal semacam itu di tempar seramai ini.
"Jaga bicaramu!" sentak Kanaya menatap Ibra tajam, mendengar kalimat itu kenapa dia jadi merinding.
Brak
Ibra memukul meja dengan sedikit kekuatannya, pria itu menggigit bibir dan menatap Kanaya sedikit kecewa. Entah kenapa jawaban tidak dari Kanaya seakan menghancurkan harapannya, padahal hubungan mereka juga tak se-spesial itu.
"Lalu untuk apa kau memintaku datang kesini jika bukan karena itu?"
Glek
Kanaya menelan salivanya pahit, semakin membingungkan sebenarnya kenapa pria ini. Menatap matanya yang kian menajam kenapa semakin menakutkan.
"Mama ingin bertemu denganmu sekali lagi, bisa kan?"
Akhirnya, sepotong kalimat pendek itu saja Kanaya sulit mengutarakannya. Kemana kepintarannya selama ini, rasanya percuma sekolah tinggi jika dia segagu ini, pikirnya.
"Mamamu?"
Tunggu, ekspresi macam apa itu? Ibra mengullum senyum. Menggosok ujung hidungnya dan kini raut yang semua menakutkan sedikit redam. Kanaya hanya bisa menarik napas perlahan sembari meraih uang yang sudah dia siapkan.
"Yakin hanya mamamu?" tanya Ibra menarik sudut bibir, demi Tuhan sama sekali dia tidak terlihat tampan di mata Kanaya, tapi lebih kepada seram.
"Iya, mamaku ... kau berharap siapa?" tantang Kanaya sedikit mengerti sebenarnya Ibra tengah mengatakan bahwa dirinyalah yang tengah menginginkan Ibra juga
"Tidak ada, santai saja tidak perlu berteriak, Naya." Ibra kembali bersikap lembut, dia tidak menyadari jika tadi justru dirinya yang teriak-teriak, pikir Kanaya.
Kanaya tak menjawab lagi, pria itu menatap gelagat wanita di depannya. Lagi-lagi batin Ibra dibuat menggila dengan tindakan Kanaya.
"2 Jam, karena kemungkinan Mama akan memintamu makan malam," ujar Kanaya menyerahkan uang dengan nominal yang sedikit itu, rasanya sakit sekali menyerahkan uang sebanyak itu dan nantinya justru Ibra akan diperlakukan bak raja oleh mamanya.
"Hahaha, ck lucu sekali dunia ini." Ibra tertawa sumbang, menatap ke atas dan leher pria itu kenapa terlihat indah di mata Kanaya.
"M-maksudmu? Apa yang lucu, bukannya tarifmu memang segini?" Jangan bilang naik!! Kemana dia harus mencari kurangnya, sungguh menyebalkan sekali pria di depannya ini.
"Simpan saja uangmu, aku akan datang tanpa kau bayar."
Kalimat terdengar indah sebenarnya, namun entah kenapa justru menakutkan jika keluar dari mulut Ibra. Tatapan mata yang tak bisa Kanaya baca, dan senyum yang tiba-tiba ada namun secepat kilat berganti menjadi wajah datar membuat Kanaya teramat bingung.
"Kenapa begitu?"
"Anggap saja kita impas, kau rusak di tanganku, Kanaya ... paham kan?"
Wajah Kanaya sontak bersemu merah, kenapa Ibra harus kembali membahasnya. Ingin rasanya dia tenggelam ke laut china, sungguh teramat menyebalkan baginya dunia ini.
"Rusak? Rusak katanya? Woah, berani sekali dia menyebutku rusak!!"
Kanaya mengepalkan tangan begitu kalimat tak mengenakan itu terdengar jelas di telinganya. Sungguh, demi apapun ini sama saja dengan menyakitinya.
Selang beberapa lama setelah sepakat, Ibra tak ingin terlalu banyak membuang waktu. Usai Kanaya memberikan alamat padanya, pria itu segera beranjak dan bermaksud mengantar Kanaya pulang.
"Aku bisa naik taksi," tolak kanaya merasa sangat tak nyaman jika harus bersama Ibra lagi.
"Aku tidak bertanya, masuklah."
Ini seperti paksaan, sudah sangat jelas ini adalah pemaksaan. Ibra kembali menginterupsi Kanaya dengan menggerakkan dagunya.
"Dia pinjam mobil siapa?"
Kanaya membatin sembari matanya terus saja melirik body mobil impiannya. Imipian yang mungkin 5 tahun ke depan akan tetap menjadi angan belaka, dia pernah melihat mobil seperti ini dikenakan aktor idolanya.
"Woah-woah!! Kanaya jangan norak please!!"
Berusaha sebisa mungkin untuk terlihat biasa saja padahal dirinya kini kagum luar biasa. Kanaya sontak diam bahkan merasa justru posisi mereka terbalik.
"Kau baik-baik saja?"
Menatap Kanaya yang terlihat tegang di sampingnya, Ibra khawatir tentu saja. Terlalu banyak diam membuat Ibra bingung harus berbuat apa, dan kini wanita justru menatapnya gugup.
"Hm, seperti yang kau lihat ... memangnya aku kenapa?"
"Pucat, kau seperti mayat hidup."
Ibra menjawab apa adanya, karena memang Kanaya benar-benar sepucat itu. Dan tingkah Kanaya yang begini semakin membuatnya curiga apa yang sebenarnya tengah terjadi.
"Sebentar."
Kanaya sontak kaget dan menahan napasnya, Ibra begitu dekat kala memasang seat belt untuknya. Dia tengah curi-curi kesempatan atau apa sebenanrya.
Tampan, jika Kanaya perhatikan wajah pria ini tidak ada kekurangan sama sekali, nyaris sempurna. Napasnya masih tertahan, Ibra dapat merasakan bagaimana gugupnya Kanaya dia berikan perlakuan begini.
"Aku hanya membantumu, bukan ingin menciiummu, Naya." Tatapannya kini tertuju pada manik coklat Kanaya, mata tercantik yang sangat ia dampa. Aroma tubuh Kanaya masih sama, candu dan jujur saja ia ingin mengulangnya.
"Ck, sialan." Kanaya membuang muka, menatap jauh keluar saba, menghindari tatapan maut Ibra yang membuat hatinya justru kacau balau.
"Buahahah dasar lemah, baru begitu kau salah tingkah." Puas sekali Ibra mengejeknya, sepertinya pria tengah menemukan kelemahan agar Kanaya lebih jinak padanya.
TBC