Di alam semesta yang dikendalikan oleh Sistem Takdir Universal, setiap kehidupan, keputusan, dan perjalanan antar galaksi diatur oleh kode takdir yang mutlak. Namun, segalanya berubah ketika Arkhzentra, seorang penjelajah dari koloni kecil Caelum, menemukan Penulis Takdir, alat kuno yang memberinya kekuatan untuk membaca dan memanipulasi sistem tersebut.
Kini, ia menjadi target Kekaisaran Teknologi Timur, yang ingin menggunakannya untuk memperkuat dominasi mereka, dan Aliansi Bintang Barat, yang percaya bahwa ia adalah kunci untuk menghancurkan tirani sistem. Tapi ancaman terbesar bukanlah dua kekuatan ini, melainkan kesadaran buatan Takdir Kode itu sendiri, yang memiliki rencana gelap untuk menghancurkan kehidupan organik demi kesempurnaan algoritmik.i
Arkhzentra harus melintasi galaksi, bertarung melawan musuh yang tak terhitung, dan menghadapi dilema besar: menghancurkan sistem yang menjaga keseimb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan yang Tersembunyi
Setelah menutup akses menuju inti Ardhalis, Arkhzentra dan timnya mencoba menyusun rencana untuk melanjutkan perjalanan menuju Stonehenge. Namun, Kaelzenthra diam-diam mengungkapkan agendanya sendiri: mengambil alih Penulis Takdir untuk memaksa kendali atas Takdir Kode. Pengkhianatan perlahan terungkap saat konflik memanas, membawa ketegangan dalam tim.
Suara langkah kaki yang berat bergema di ruang kontrol yang kini sunyi. Layar-layar holografis di dinding menampilkan peta Ardhalis dengan garis-garis merah menyala—status darurat masih diberlakukan di seluruh stasiun.
Rhaegenth bersandar pada kursinya, mengusap wajah dengan kedua tangan. “Fiuhhh… aku sudah selesai dengan semua ledakan hari ini. Apa kita bisa punya misi yang tidak melibatkan kita hampir mati?”
“Bukan dalam hidup ini,” jawab Arkhzentra dengan nada dingin, memeriksa Penulis Takdir yang masih bersinar samar di tangannya. Ia menatap benda itu dengan penuh perhatian, seolah mencoba memahami lebih jauh apa yang baru saja terjadi.
“Kita tidak bisa lama di sini,” kata Lyrientha, berdiri di dekat konsol utama. “Kekaisaran akan mencoba cara lain untuk masuk. Kita harus pergi sebelum mereka menemukan celah.”
Kaelzenthra yang berdiri di sudut ruangan, mendengarkan dengan tenang, akhirnya membuka suara. “Aku setuju. Tapi sebelum kita pergi, aku ingin berbicara dengan Arkhzentra. Sendirian.”
Semua orang menoleh padanya. Rhaegenth langsung mendudukkan tubuhnya tegak, ekspresinya penuh curiga. “Kenapa kau butuh bicara sendirian? Apa rencana gilamu kali ini?”
“Bukan urusanmu,” jawab Kaelzenthra dengan dingin. Ia menatap Arkhzentra. “Hanya beberapa menit. Itu saja yang kuminta.”
Arkhzentra terdiam, matanya menyipit saat ia menilai niat Kaelzenthra. Setelah beberapa saat, ia mengangguk perlahan. “Baik. Tapi jangan coba-coba apa pun.”
Lyrientha dan Rhaegenth saling pandang, wajah mereka menunjukkan kekhawatiran, tetapi mereka akhirnya meninggalkan ruangan tanpa protes lebih lanjut.
Konfrontasi
Begitu pintu ruang kontrol tertutup, Kaelzenthra melangkah mendekat. Tatapannya tajam, tetapi ada sesuatu di matanya—campuran ambisi dan kesedihan yang tidak biasa.
“Kau tahu, Arkhzentra,” katanya perlahan, suaranya lebih rendah dari biasanya, “kau punya sesuatu yang sangat istimewa di tanganmu. Penulis Takdir… alat itu lebih dari sekadar kunci.”
“Aku tahu itu,” jawab Arkhzentra dingin, tanpa mengalihkan pandangan. “Apa yang kau inginkan, Kaelzenthra?”
Kaelzenthra berhenti beberapa langkah di depannya, melipat tangan di dadanya. “Aku ingin kau menyerahkan Penulis Takdir kepadaku.”
Hening. Kata-kata itu menggantung di udara seperti ancaman.
“Kau bercanda,” kata Arkhzentra akhirnya, suaranya penuh rasa tidak percaya.
“Aku sangat serius,” jawab Kaelzenthra, nadanya datar. “Kau tahu bahwa kita tidak bisa menghancurkan sistem ini sepenuhnya. Tapi kita bisa mengendalikannya. Kau bisa menjadi penyelamat semesta, Arkhzentra. Tapi aku tahu kau tidak akan mengambil langkah itu. Kau terlalu terjebak dalam idealismemu.”
“Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengulangi kesalahan yang sama dengan Velkarith,” balas Arkhzentra tegas. “Takdir Kode tidak dirancang untuk dikendalikan oleh siapa pun.”
“Kalau begitu, serahkan padaku,” kata Kaelzenthra dengan nada lebih keras. “Aku tahu apa yang harus dilakukan. Aku bisa menghentikan Kekaisaran, membawa perdamaian ke seluruh galaksi. Aku bisa melakukan apa yang kau tidak mampu.”
“Dengan menjadi tiran baru?” tanya Arkhzentra tajam.
Kaelzenthra mengangkat alisnya, tetapi tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia mendekat, langkahnya lambat tetapi penuh ketegangan. “Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Jika kau tidak mau menyerahkan Penulis Takdir secara sukarela, aku akan mengambilnya darimu.”
Blammm!
Dalam sekejap, Kaelzenthra menghunus senjatanya dan mengarahkannya langsung ke dada Arkhzentra.
“Kau tidak akan melakukannya,” kata Arkhzentra, tetap tenang meskipun senjata itu hanya beberapa inci dari tubuhnya.
“Cobalah aku,” balas Kaelzenthra dengan senyuman dingin.
Duarrr!
Ledakan kecil dari lorong luar mengguncang ruangan, membuat keduanya melirik ke arah pintu sesaat. Dalam momen itu, Arkhzentra bergerak cepat, menepis lengan Kaelzenthra dan menjatuhkan senjatanya ke lantai.
Kaelzenthra mundur, tetapi dengan cepat mengambil pisau kecil dari ikat pinggangnya dan menyerang lagi.
Zlashhh!
Pisau itu meleset tipis dari wajah Arkhzentra, menciptakan suara angin yang tajam. Arkhzentra membalas dengan menendang Kaelzenthra ke belakang, membuat wanita itu jatuh ke lantai.
“Berhenti, Kaelzenthra!” teriak Arkhzentra, mencengkeram senjatanya sendiri tetapi tidak menembak. “Kita tidak harus melakukan ini!”
Kaelzenthra bangkit perlahan, napasnya berat tetapi matanya penuh kebencian. “Kau tidak mengerti, Arkhzentra. Aku melakukan ini untuk kita semua. Kalau aku harus melawanmu untuk menyelamatkan galaksi, maka itu pengorbanan yang bersedia kubuat.”
Blasssssttt!
Tepat saat Kaelzenthra hendak menyerang lagi, pintu ruang kontrol terbuka. Rhaegenth dan Lyrientha berlari masuk dengan senjata terangkat.
“Apa yang terjadi di sini?!” teriak Rhaegenth, matanya membelalak melihat Kaelzenthra yang memegang pisau.
“Dia mencoba mengambil Penulis Takdir!” balas Arkhzentra cepat.
Lyrientha melangkah maju, tubuhnya berdiri di antara mereka. “Ini sudah cukup! Kita tidak bisa bertarung satu sama lain. Kekaisaran masih di luar sana, dan mereka adalah musuh sebenarnya!”
Kaelzenthra menatap mereka semua, matanya dingin. Ia akhirnya menurunkan pisau di tangannya, tetapi senyumnya tetap ada.
“Kalian membuat kesalahan besar,” katanya pelan, hampir seperti berbisik. “Dan aku tidak akan membiarkan itu menghancurkan semuanya.”
Tanpa kata lain, ia berbalik dan keluar dari ruangan.
Keheningan melingkupi ruang kontrol. Lyrientha menoleh pada Arkhzentra, ekspresinya penuh kekhawatiran.
“Dia akan mencoba lagi,” katanya pelan.
“Aku tahu,” jawab Arkhzentra, matanya masih menatap pintu yang baru saja dilewati Kaelzenthra. “Dan saat itu terjadi, kita harus siap.”
Di luar, suara tembakan dan ledakan terus terdengar, mengingatkan mereka bahwa waktu untuk persiapan semakin sedikit.