NovelToon NovelToon
Istri Yang Disia Siakan

Istri Yang Disia Siakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:17k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

beli HP baru

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Anita bersiap-siap keluar rumah. Amira belum pulang, sedangkan Laksmi tidur di kamar. Dewi juga berada di kamarnya seperti biasa, sibuk mengurus kukunya.

Dengan naik ojek, Anita pergi ke pasar. Pertama, ia menuju ATM untuk mengambil uang sebesar tiga juta rupiah, sedangkan dua juta rupiah lainnya ia simpan sebagai pegangan.

Ia kemudian pergi ke toko ponsel. Setelah tawar-menawar harga dengan Engko, pemilik toko ponsel, akhirnya Anita mendapatkan ponsel yang cukup bagus untuk anak sekolah.

"Amira, apa pun akan Mamah lakukan untukmu, Nak. Ada yang bilang anak perempuan adalah cinta kedua bagi seorang suami, tetapi tidak dengan Amira. Sejak kecil, Amira selalu diabaikan. Hanya aku yang peduli padanya," pikir Anita sambil menenteng ponsel barunya.

Setelah itu, Anita pergi ke warung nasi Padang. Ia membeli dua bungkus nasi Padang untuk dirinya dan Amira.

"Nak, hari ini kita akan makan enak. Kamu adalah kebanggaan Mamah. Sekarang Mamah sudah bisa menghasilkan uang. Hanya Amira yang Mamah sayangi," pikir Anita.

Lalu, ia melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

"Belum ada yang keluar kamar. Heran, betah sekali mereka di dalam kamar. Sebenarnya mereka sedang apa, ya?" pikir Anita penasaran.

Setibanya di rumah, Anita juga masuk ke kamarnya. Selama satu jam, ia menulis cerita rumah tangga dengan ponselnya. Meskipun beberapa kali novelnya ditolak, ia tidak menyerah. Selain karena hobi, ia juga ingin menghasilkan uang. Setiap kali ditolak, ia semakin giat belajar dan menerapkan setiap tips kepenulisan yang ia pelajari.

Pukul dua siang, Amira pulang.

"Nak, sudah pulang?" tanya Anita.

"Mah, bagaimana? Bapak mau membelikan aku ponsel atau tidak?"

"Bapakmu belum punya uang, Nak."

"Belum punya uang, kok, bisa membelikan Salma ponsel, Mah?"

"Dari mana kamu tahu?" tanya Anita penuh selidik.

"Salma sendiri yang cerita, Mah."

"Oh, begitu. Ya sudah, jangan kecil hati, Nak. Mungkin nanti Bapakmu akan membelikan ponsel untukmu," ucap Anita sambil mengelus rambut Amira.

"Mamah punya hadiah untuk Amira," ucap Anita dengan senyum penuh haru.

"Apa, Mah?" jawab Amira.

Anita lalu memberikan sebuah kotak ponsel.

"Mamah, ini untuk Mira?"

"Iya, Sayang. Ini buat kamu. Mamah beli untukmu. Pergunakan dengan baik, ya. Mamah akan kecewa jika kamu menggunakan ponsel untuk hal-hal yang tidak berguna."

"Iya, Mah," jawab Amira lalu memeluk Anita erat. Air mata haru menetes. Akhirnya, ia tidak perlu menyisihkan uang lagi untuk pergi ke warung internet jika ada tugas. Tanpa Anita tahu, Amira sering tidak jajan hanya untuk bisa mengerjakan tugasnya.

Amira adalah anak yang pandai, selalu juara kelas. Namun, apakah itu membuatnya menjadi cucu kesayangan Laksmi? Jawabannya tidak. Kenapa? Karena Amira adalah anak Anita.

"Ngapain jadi juara kelas kalau ujung-ujungnya cuma jadi ibu rumah tangga?"

Itulah kalimat yang sering diucapkan oleh Laksmi.

"Nak, kita makan dulu, tapi makannya di sini," ucap Anita.

Lalu, Anita mengeluarkan dua bungkus nasi Padang dengan lauk rendang.

"Wah, ini makanan kesukaanku, Mah!"

"Ya sudah, makanlah, Nak. Habiskan, ya. Besok Mamah belikan lagi kalau kamu suka."

Kunyahan Amira terhenti. Anita melihatnya dengan heran.

"Kenapa, Nak? Tidak enak, ya?"

"Tidak, Bu. Ini enak sekali."

"Lalu kenapa, Nak?"

"Aku ingat hari Minggu kemarin, Nenek, Tante Dewi, Salma, dan Bapak makan nasi Padang dengan rendang."

"Lalu, kamu ikut menyamperin mereka tidak, Nak?" tanya Anita, mulai merasa tidak enak.

"Aku menyamperin."

"Lalu?" ucap Anita penasaran.

"Bapak menyuruhku pulang. Katanya, untukku akan dibungkus saja. Aku tidak diajak makan bersama, Bu. Padahal, waktu itu aku ingin sekali makan nasi Padang dengan rendang," ucap Amira dengan mata mulai berkaca-kaca.

Hati Anita terasa sakit, bagaikan luka yang disiram air garam.

"Tenang, Sayang. Selama ada Mamah, kamu mau makan rendang setiap hari pun Mamah akan belikan untukmu, Nak," ucap Anita sambil memeluk Amira.

"Sekarang kamu makan, ya, Sayang."

"Iya, Mah. Aku sayang Mamah."

"Mamah lebih sayang kamu, Nak."

Mereka berdua makan dengan tenang dan penuh haru, meskipun hati Anita tergores luka. Suaminya telah menginjak-injak kebahagiaan Amira.

Sore tiba, Arman pulang dengan wajah kelelahan. Sepertinya ia sedang menghadapi masalah besar.

"Anitaaa!" teriak Arman.

"Ada apa, Mas?"

"Ini kenapa masih tempe dan kangkung saja makanannya? Uang yang kuberikan ke mana?"

"Uangnya dipegang Ibu," jawab Anita.

"Kenapa kamu berikan ke Ibu?"

"Pusing aku, Mas. Uang dua ratus ribu dipinta lagi oleh Dewi seratus ribu. Lalu, kalau nanti makanannya itu-itu saja, mereka akan menyalahkan aku, Mas. Jadi, aku kasihkan semuanya ke Ibu," jawab Anita.

"Dewi!" teriak Arman.

Dewi keluar dari kamarnya.

"Ada apa lagi, Mas? Kenapa marah-marah?"

"Dewi, kenapa kamu ambil uangku?" hardik Arman.

"Mas, ngasih uang ke Mbak Anita, masa ke aku tidak? Tidak adil itu, Mas!"

"Tapi, itu uang untuk makan kita selama sepuluh hari ke depan, Dewi!"

"Ah, seratus ribu sebenarnya cukup, Mas, untuk makan kita sepuluh hari kalau dikelola dengan benar," jawab Dewi santai.

"Tuh, dengar, Nita. Katanya, seratus ribu cukup sampai sepuluh hari ke depan," ucap Arman.

"Ya iya, makanya aku kasih ke Ibu uangnya. Ibu kan pandai mengatur uang, Mas," jawab Anita.

"Lalu, kenapa sekarang makanannya masih seperti ini?" tanya Arman.

"Ya, karena Ibu tidak memberikan uang belanja ke aku, jadi aku masih menggunakan bahan makanan tadi pagi, Mas."

"Bu... Ibu... Ibu!" panggil Arman.

Laksmi keluar dari kamarnya dengan wajah malas.

"Bu, kasihkan Amira uang untuk belanja. Aku lapar, Bu, mau makan."

"Uang yang mana?" tanya Laksmi.

"Tadi uang dua ratus ribu yang aku kasih ke Anita, Bu."

"Sudah habis. Seratus ribu buat Dewi, seratus ribu lagi Ibu belikan daster. Dapat lima buah, nanti kamu bayarin cicilannya setiap minggu lima puluh ribu selama tiga bulan."

Arman meremas kepalanya. Pusing sekali dia. Arman memang pelit bin medit. Gajinya delapan juta, dua juta untuk Anita, dua juta untuk ibunya, satu juta untuk adiknya.

Uang dua juta yang dipegang Anita digunakan untuk membayar listrik, membeli sabun mandi, sabun cuci, beras, dan kebutuhan dapur lainnya. Amira kadang mendapat uang jajan, kadang tidak. Namun, Dewi sering meminjam uang ke Arman tanpa pernah mengembalikannya, padahal suaminya seorang pelaut yang pulang setahun hanya dua kali dan kadang tidak mengirim uang.

Arman pergi ke teras dan memesan makanan secara online untuk dirinya sendiri, tanpa memikirkan apakah Anita dan Amira sudah makan atau belum.

Tak lama kemudian, makanannya tiba. Arman makan di teras tanpa mengajak siapa pun.

Tiba-tiba terdengar teriakan Salma.

"Mamah, Kak Amira punya HP baru!" adu Salma kepada Dewi, ibunya.

Arman segera menuju kamar Amira. Di dalam, ia melihat Amira sedang belajar menggunakan ponselnya. Amira tampak sangat antusias menyalin informasi dari ponselnya ke buku catatan, hingga ia tidak menyadari kedatangan Arman.

"Wah, benar! Amira punya HP baru," ujar Dewi dari belakang Arman. "Gimana sih, Mas? Katanya nggak punya uang, tapi bisa beliin Amira HP?"

Amira baru sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian. Ia segera bangkit dan merapikan buku pelajarannya.

"Mas lebih mengutamakan istri sekarang, ya?" ucap Dewi dengan nada marah.

"Ada apa ini?" tanya Laksmi yang tiba-tiba muncul.

Bersambung...

1
Retno Harningsih
up
Irma Minul
luar biasa 👍👍👍
Innara Maulida
rasain dasar laki gak punya pendirian
💗 AR Althafunisa 💗
Lagian ada ya seorang ibu begitu 🥲
💗 AR Althafunisa 💗
Lanjut ka...
Soraya
Ridha thor rida
Nina Saja
bagus
💗 AR Althafunisa 💗
Laki-laki tidak punya pendirian akan terombang ambing 😌
Amora
awas ... nanti nyesel sejuta kali bukan 💯 kali nyesel . 😏😒
Innara Maulida
sudah lah Anita ngapain kamu pertahan kan laki kaya si Arman tingal kamu aja yg gugat dia...
💗 AR Althafunisa 💗
Lanjuttt...
💗 AR Althafunisa 💗
Luar biasa
Soraya
jangan kebanyakan kata kata yang diulang thor
Lestari: loh thor bukan nya bapak Arman masih ada yang namanya goni kalau gak salah ko jadi Handoko udah meninggal pula
total 1 replies
Soraya
klo gajih Arman sepuluh juta trus larinya kmn
Soraya
terlalu banyak pengulangan kata thor
💗 AR Althafunisa 💗
Kalau kagak pergi dari tuh suami, istrinya bodoh. Mending cerai punya laki pedit medit tinggal sendiri ngontrak sama anaknya. Ketahuan udah bisa menghasilkan duit sendiri walau ga banyak tapi mental aman.
Soraya
lah jadi arman beli baju buat bianka 🤔
Soraya
lalu buat siapa baju gamis yg Arman beli
Saad Kusumo Saksono SH
bagus, bisa menjadi pendidikan buat pasutri
Soraya
mampir thor, jadilah istri yg cerdik dan pintar jgn bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!