(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Seribu Bayangan
Kepanikan adalah racun yang bekerja lambat namun mematikan. Di Kamp Lembah Tulang Naga, racun itu kini telah menyebar ke setiap nadi.
Perintah Komandan Jian Lie untuk menyalakan semua obor memang menerangi kamp, mengubah malam menjadi siang buatan yang berkedip-kedip. Namun, cahaya itu justru memperburuk keadaan. Bayangan yang diciptakan oleh api yang bergoyang menjadi lebih tajam, lebih gelap, dan lebih menakutkan. Setiap gerakan angin yang menggoyangkan tenda membuat para penjaga tersentak, senjata mereka terarah pada kawan sendiri.
"Siapa di sana?!" teriak seorang prajurit muda, menebaskan tombaknya ke arah tumpukan peti kosong yang bergerak tertiup angin.
"Tenang, bodoh! Itu hanya angin!" bentak sersannya, meskipun keringat dingin mengalir di pelipisnya sendiri.
Di atas salah satu rusuk naga, Chen Kai tersenyum tipis di balik topengnya.
"Ketakutan," bisiknya. "Senjata terbaik."
"Tiga lagi," kata Kaisar Yao. "Kau sudah menghabisi Kapten Tim 3, 5, dan 8. Sisa tujuh kapten. Mereka mulai berkumpul di sekitar Tenda Pusat untuk perlindungan. Itu membuat mereka sulit dibunuh satu per satu, tapi juga membuka celah di perimeter luar."
"Tenda Penjara Darah," Chen Kai mengalihkan pandangannya ke tenda merah besar di dekat altar. Penjagaannya masih ketat, tapi kekacauan di luar mulai menarik perhatian mereka.
"Belum waktunya," putus Chen Kai. "Aku harus memancing Jian Lie keluar dari sarangnya. Jika aku menyerang penjara sekarang, dia akan langsung datang dan menjepitku."
Chen Kai melompat turun dari rusuk naga, mendarat tanpa suara di atap sebuah tenda logistik yang belum terbakar.
"Target selanjutnya: Gudang Senjata Sekte Darah."
Di Tenda Pusat, Jian Lie mondar-mandir seperti harimau yang terkurung.
"Lapor!"
Seorang utusan berlari masuk, napasnya memburu. "Komandan! Gudang senjata Sekte Darah di sektor barat... meledak!"
"Apa?!" Jian Lie membanting peta di meja. "Bagaimana bisa?! Penjaganya ada di sana!"
"Mereka... mereka semua mati, Tuan. Leher patah. Tanpa suara."
Jian Lie meraung marah. Dia mencengkeram kerah baju utusan itu. "Dia bermain-main dengan kita! Dia menghancurkan logistik kita sedikit demi sedikit! Di mana Patriark Sekte Darah?!"
"Dia... dia sedang berusaha menenangkan binatang buas yang lepas, Tuan."
"Sialan!" Jian Lie melepaskan utusan itu. "Aku akan pergi sendiri. Siapkan 'Penjaga Bayangan' elit! Kita akan menyisir sektor barat!"
Jian Lie mengambil pedang besarnya dan melangkah keluar tenda, diikuti oleh sepuluh pengawal elit Puncak Tingkat Sembilan. Auranya yang menekan (Pembangunan Fondasi) meledak, membuat udara di sekitarnya bergetar.
"Tikus kecil! Keluar kau!" teriaknya ke arah kegelapan.
Di kejauhan, Chen Kai melihat pergerakan itu.
"Ikan besar keluar dari kolam," katanya.
"Ini kesempatanmu," desak Yao. "Jian Lie membawa elitnya ke barat. Pertahanan di sekitar Tenda Penjara Darah melemah. Tapi hati-hati, masih ada dua kapten yang menjaga penjara itu."
Chen Kai tidak membuang waktu. Dia menggunakan 'Langkah Kilat Hantu', bergerak berlawanan arah dengan Jian Lie, menuju Tenda Penjara Darah di sektor timur.
Dia sampai di sana dalam satu menit.
Tenda Penjara Darah dikelilingi oleh formasi kurungan berwarna merah darah. Di depannya, dua kapten Klan Jian (Awal Tingkat Sembilan) berjaga dengan waspada, pedang terhunus.
"Tetap waspada," kata Kapten A. "Komandan bilang tikus itu mengincar logistik, tapi kita tidak boleh lengah."
"Tenang saja," kata Kapten B. "Formasi ini hanya bisa dibuka dengan token Komandan atau Patriark. Bahkan jika dia datang, dia tidak bisa masuk."
"Benarkah?"
Suara dingin terdengar tepat di belakang Kapten B.
Kapten B berbalik, matanya melebar.
Sebuah tangan bercakar merah tembaga mencengkeram wajahnya.
KRAK!
Kapten B tewas seketika, tengkoraknya hancur.
Kapten A terkejut setengah mati. "Kau—!"
Dia mencoba berteriak, tapi Chen Kai sudah melempar mayat Kapten B ke arahnya.
BUKK!
Kapten A terhuyung mundur, tertimpa mayat temannya.
Sebelum dia bisa bangkit, Chen Kai sudah ada di depannya. Pedang Meteor Hitam melesat dalam tebasan horizontal.
SPLAT!
Kepala Kapten A menggelinding di tanah.
Dua kapten Tingkat Sembilan. Tewas dalam tiga detik.
Chen Kai tidak berhenti. Dia menatap formasi merah yang menghalangi pintu masuk tenda.
"Yao, bagaimana cara membukanya?"
"Kau tidak punya token," kata Yao. "Tapi kau punya sesuatu yang lebih baik. Darah Nagamu. Formasi ini berbasis darah. Gunakan darahmu untuk 'menipu' formasi itu agar berpikir kau adalah otoritas yang lebih tinggi."
Chen Kai mengiris ujung jarinya. Setetes darah merah keemasan jatuh ke permukaan formasi.
ZIIING!
Formasi itu bergetar hebat. Alih-alih menolak, formasi itu seolah 'tunduk' pada kualitas darah Chen Kai yang superior. Penghalang merah itu memudar dan terbuka.
Chen Kai melangkah masuk.
Bagian dalam tenda itu berbau amis dan busuk. Di tengah ruangan, terikat pada tiang besi dengan rantai yang menyala, adalah Manajer Sun.
Kondisinya mengerikan. Jubah mewahnya hancur, tubuhnya penuh luka cambuk, dan wajahnya bengkak. Kultivasinya (Setengah Langkah Pembangunan Fondasi) disegel oleh paku-paku hitam yang ditancapkan ke titik-titik meridiannya.
"Manajer Sun," panggil Chen Kai pelan.
Manajer Sun membuka matanya yang bengkak dengan susah payah. Saat dia melihat sosok bertopeng itu, dia tersenyum lemah, memperlihatkan gigi yang berdarah.
"Tuan Muda... Alkemis..." bisiknya serak.
Chen Kai memotong rantai itu dengan Pedang Meteor Hitam. Dia menahan tubuh Manajer Sun yang jatuh.
"Maaf aku terlambat," kata Chen Kai, mencabut paku-paku penyegel itu satu per satu dengan hati-hati.
Manajer Sun meringis, tapi tidak berteriak.
"Jangan minta maaf," kata Manajer Sun, napasnya mulai teratur saat sedikit Qi kembali mengalir. "Mereka... mereka menginginkan Kunci Giok Putih."
"Apakah kau memberikannya?"
"Cih," Manajer Sun meludah darah. "Aku pedagang, Tuan Muda. Aku tidak memberikan barang gratis. Kuncinya... ada di dalam perutku. Aku menelannya dengan teknik penyembunyian ruang."
Chen Kai tersenyum kagum. Orang tua ini benar-benar keras kepala.
"Kita harus pergi," kata Chen Kai. "Jian Lie akan segera sadar dia ditipu."
"Tunggu," Manajer Sun mencengkeram lengan Chen Kai. "Kita tidak bisa hanya lari. Jika kita lari, mereka akan memburu kita sampai ke ujung dunia. Kita harus... menghancurkan harapan mereka."
"Maksudmu?"
"Altar itu," mata Manajer Sun berkilat kejam. "Array Pemurnian Jiwa Darah itu... intinya ada di bawah kolam darah. Jika kita menghancurkan intinya... seluruh ritual akan gagal. Dan ledakan baliknya akan melumpuhkan semua kultivator darah di lembah ini."
Chen Kai terdiam sejenak. Itu rencana gila. Altar itu adalah tempat yang paling dijaga ketat, tepat di tengah pertemuan Klan Jian dan Sekte Darah.
Tapi itu juga satu-satunya cara untuk memastikan mereka tidak dikejar.
"Kau gila," kata Chen Kai.
"Resiko tinggi, keuntungan tinggi," balas Manajer Sun. "Bantu aku ke sana. Aku punya satu 'Bom Pemusnah Ruang' terakhir yang kuciptakan. Itu akan cukup untuk meledakkan inti array."
Chen Kai memapah Manajer Sun.
"Baiklah," kata Chen Kai, matanya bersinar ungu. "Mari kita ledakkan pesta mereka."
Mereka keluar dari tenda, melangkah menuju pusat badai.