NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:863.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berapa umurmu?

Edel membuka pintu dengan pelan, dan aroma kamar Ansel langsung menyeruak ke hidungnya. Maskulin, segar, tapi juga menyisakan ketegangan yang tak bisa ia jelaskan. Cahaya matahari menyelinap masuk dari celah gorden, menerangi sebagian ruangan yang rapi, meskipun memang ada beberapa buku berserakan di meja dan jaket kulit tergantung sembarangan di sandaran kursi.

Ansel duduk di kursi rotan besar di sudut kamar, satu kaki disilangkan di atas yang lain, dan secangkir air hangat yang tadi dibawa Edel kini sudah tinggal setengah. Tatapannya langsung tertuju ke arah Edel yang berdiri canggung di ambang pintu. Edel menunduk, tidak menatap laki-laki itu.

"Jangan hanya berdiri saja, bersihkan."

Suara itu pelan namun dingin. Edel mengangguk gugup, lalu melangkah masuk, meletakkan keranjang di dekat meja. Ia mulai bekerja, menyusun buku, merapikan tempat tidur, mengelap meja dengan kain basah. Ia berusaha tidak membuat suara, berharap keberadaannya bisa sehalus bayangan.

Namun, setiap langkah kecil tetap terasa berat. Tatapan Ansel seperti menembus punggungnya, membuat jantung Edel berdegup terlalu cepat. Ia bisa merasakan mata laki-laki itu mengawasinya terus-menerus, seakan menganalisis setiap gerakannya.

"Edel,"

"Iya tuan muda?" Edel menoleh lalu cepat-cepat berbalik lagi saat mengingat larangan di Mansion ini. Aduh, peraturannya sulit sekali. Menurutnya malah nggak sopan bicara sama orang tanpa lihat mata mereka.

"Kau boleh menatapku kalau tidak ada siapa-siapa." kata Ansel.

"Berbaliklah."

Edel awalnya masih ragu tetapi kemudian ia membalikkan badan perlahan, dan menemukan Ansel masih duduk di kursi rotan, kini dengan cangkir di tangan dan ekspresi datar yang seperti tak pernah berubah.

Namun tatapan mata laki-laki itu ... berbeda.

Bukan dingin seperti biasanya. Ada sesuatu di sana. Tenang, dalam, dan nyaris seperti ... lembut?

Edel menggenggam ujung kain lap di tangannya, mencoba mengatur detak jantungnya yang tak terkontrol. Itu karena ia baru saja mengalami keadaan yang berbahaya kemarin, dengan si tuan muda kedua. Wajar saja kalau dia merasa was-was menghadapi si tuan muda pertama.

"Tuan muda ingin saya bersihkan bagian mana lagi?" tanyanya, suaranya serak-serak takut.

Ansel meletakkan cangkir di meja kecil di samping kursi, lalu mencondongkan tubuh sedikit ke depan.

"Duduklah sebentar."

Edel menatapnya dengan alis mengernyit.

"Maaf, tuan?"

"Aku bilang duduk." suaranya masih pelan, tapi nada memerintah itu tetap terdengar jelas.

Edel ragu. Ia menoleh ke sekitar, mencari tempat duduk lain, tetapi yang paling dekat hanya tepi tempat tidur atau lantai. Ia akhirnya berjongkok di karpet tebal, tidak berani benar-benar duduk di tempat tidur tanpa izin.

Ansel memandangnya dengan sudut bibir berkedut

"Kau seperti kucing liar.

Edel mengerjap. Kucing liar? Enak saja, masa dia di samain sama kucing liar. Dia kan manusia. Wajahnya sedikit mengecurut, tampangnya lucu di mata Ansel. Lelaki itu berdiri dari kursi lalu melangkah mendekatinya.

Saat berhenti di depan Edel, Ansel membungkukkan badannya, mendekatkan wajahnya dengan wajah gadis itu, meneliti setiap inci wajahnya dengan saksama. Ansel menyadari kalau dia telah jatuh hati dengan pemilik wajah manis ini. Manis sekali, hingga ia seperti tidak bosan menatapi wajahnya.

"Kau asli dari negara ini?" tanyanya. Karena wajah Edel ada campuran asianya. Bule Asia, perpaduan yang sempurna. Tetapi di mata Ansel wajah Edel lebih condong ke Asia.

"Mm, mungkin?" jawab Edel ragu-ragu. Karena dia hilang ingatan. Namun tidak perlu bilang ke pria itu kalau dia hilang ingatan. Dia kan posisinya pembantu di sini, tidak ada penting-pentingnya sama sekali bercerita tentang kisah hidupnya sama orang lain, terutama sama majikan.

Dahi Ansel berkerut.

"Mungkin?" jawaban yang aneh.

Ansel memiringkan kepalanya, memperhatikan Edel seperti sedang memecahkan teka-teki.

"Apa maksudmu mungkin? Kau tidak tahu asalmu sendiri?"

"Ng ... Tahu kok."

"Jadi, dari mana asalmu?"

"Dari lahir." Edel tersenyum lebar ke Ansel. Karena bingung mau jawab apa dia malah blunder. Pertanyaannya apa jawabannya apa. Ansel hanya terus menatapnya tanpa berkedip, tanpa senyum. Tapi satu hal yang dia sadar, senyuman lebar Edel sangat indah.

Ansel mengangkat alis.

"Dari lahir?" ulangnya, nada suaranya datar, tapi matanya sedikit menyipit, seperti menahan tawa yang tak jadi muncul.

Edel menyadari kebodohannya dan buru-buru menunduk, menutup wajah dengan kedua tangannya.

"Maaf, tuan muda. Maksud aku … aku … aku nggak terlalu ingat masa kecil aku. Jadi aku kadang suka bingung kalau ditanya begitu." perkataan itu meluncur dengan cepat dari mulutnya.

"Berapa umurmu?" Ansel mengganti pertanyaan. Di matanya Adel ini masih belasan tahun. Masih bisa di sekolahin.

"Em... 18, 19, 20, atau 21? Kalau tuan muda liatnya aku umuran berapa?" Ia menjawab dengan nada bertanya. Kali ini Ansel tidak dapat menahan tawanya. Pria itu tertawa pelan dan mengetuk pelan kepala Edel.

Ansel berdiri di hadapan Edel yang masih duduk di karpet dengan pipi merah dan wajah tertunduk. Suara tawanya yang jarang terdengar itu begitu dalam dan hangat, membuat Edel merinding bukan karena takut, tapi karena bingung harus bereaksi bagaimana. Ia tidak tahu apakah sedang diejek atau benar-benar dianggap lucu.

"Kenapa kau tidak punya kepastian tentang umurmu?" tanya Ansel setelah tawanya mereda, suara masih menyisakan senyum. Edel ikut tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Greeg!

Pintu kamar Ansel terbuka tiba-tiba tanpa di ketuk. Edel yang kaget segera berdiri dari sana dan bersih-bersih. Wajahnya terlihat panik. Ia tidak berani lihat siapa yang datang, tetapi ia takut sekali ketahuan ngobrol dengan tuan muda pertama. Bagaimana kalau dia dipecat? Ya ampun, jangan sampai itu terjadi. Jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat.

Berbeda dengan Edel yang kelabakan karena panik, Ansel justru kebalikannya. Tenang, santai, dan tak ada takut-takutnya sama sekali.

"Good morning, brother! Yo, who is ...?"

Suara itu terhenti di tengah jalan. Ansel hanya mengangkat satu alis, menatap adik bungsunya yang kini berdiri di ambang pintu dengan satu tangan masih memegang gagang pintu. Pierre Corris, si bungsu yang paling suka masuk sembarangan di kamarnya.

Pakaian Pierre seperti biasa, berantakan tapi mahal, kemeja putih tidak dikancingkan penuh dan rambut cokelatnya kusut khas orang baru bangun tidur. Tatapan matanya segera jatuh pada Edel, yang kini berdiri kaku dengan wajah menunduk. Gadis itu membelakangi kedua kakak beradik itu.

Pierre melangkah masuk tanpa ijin. Ia bahkan menutup pintu kamar Ansel menggunakan kakinya. Langkahnya berhenti di belakang Edel, membuat nafas Edel tercekat dan membatu di tempatnya. Sesaat kemudian ia membelalak kaget saat lelaki itu membuat tubuhnya berbalik.

1
Miss Typo
kapok sukurin kapok sukurin tuh Lady Corris, kau selalu menghina Edel alias Putri Fiora bahkan tadi menampar nya sangat kencang, awas Raja murka Putri kesayangan nya di perlakukan kayak gitu.

aku suka, suka bgt bab ini, kalau gak malam gini baca sambil bilang yes yes yes gak ditahan bisa kenceng suara ku, sayangnya dah mlm bacanya hehe

makasih author yg baik hati dan tidak sombong 🙏🫰
werenacopuys_
gak sabar ngeliat nyaa 😼
Miss Typo
Basten pokoe love love love deh, jadi garda terdepan untuk Edel. terkejutlah semua yg ada disitu, ibunya makin murka tuh dgn Edel
Dewi kunti
tetap ap tetapi 🤭
Miss Typo
Basten istri tercinta mu di tampar okeh ibumu dan dia skrg ketakutan karna ada Lusinda si Mak Lampir
Intan Nurwulan
Hukum sajah lady corris yg sombong itu
nyaks 💜
rasain kau Lady sombong 🤣🤣
lestari saja💕
hemmmm.....pura2 kena ayan aja deh dadipada minta maaf,mana udah hina2 lagoii
nyaks 💜
kasian yg lagi layu sebelum berkembang 😂😂
nyaks 💜
ahaiii 🤣🤣
lestari saja💕
kebongkar bobrokmu lusinda
nyaks 💜
yuhuuuuuuuuu
lestari saja💕
aku berharap lady jurik kena serangan ayan🤣🤣🤣🤣biar kejang2
nonoyy
akhirnya part yg dinantikan
bayangin muka lady corris wkwkw 😆
Sleepyhead
I will sit nice and watching Lady Corris regreted.... 😂
Sleepyhead: Yeah, i totally agree, I think the appropriate punishment for Lady Corris is to have her bow down and slap her own face, because she dared to doubt a princess Fiora 😂
total 2 replies
Rara Nospan
seru pokoknya, aku suka🤩
Anonymous
edel ini sebenarnya anak kandung raja atau bukan sih? tolong bantu jawab guys😭
Daneen
Mampussss kau lady corris
Dian Rahmawati
mampos Lady corris dan lusinda
strawberry 🍓
kesiaaaan deh lu corris ..
rasain noh 💩💩💩🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!