Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuduhan
"Kamu masih berusaha untuk membela lelaki itu, Kalila?" tanya Kalandra pada sang adik yang tampak berusaha untuk terus menghalanginya.
"Bukan seperti itu, Bang," geleng Kalila.
"Terus, seperti apa, hah?"
"Izinkan Kalila membalas Firman dengan tangan Kalila sendiri, Bang!" pinta Kalila. "Lila bukan pecundang. Lila nggak pernah diajarkan sama Abang untuk jadi perempuan yang manja."
Tatapan mata Kalila yang tampak bersungguh-sungguh membuat Kalandra perlahan melemah. Napasnya yang semula memburu, kini kembali mulai teratur.
"Kamu yakin, kamu bisa membalas lelaki b@jingan itu tanpa bantuan dari Abang?"
"Bisa,"angguk Kalila tanpa ragu.
"Baiklah! Kalau memang itu keinginan kamu, Abang bisa apa? Tapi, jangan halangi Abang untuk sedikit campur jika seandainya Firman berani bermain tangan sama kamu."
"Iya, Bang."
Kalila tersenyum. Untuk saat ini, dia masih belum membutuhkan Kalandra untuk turun tangan langsung. Firman ingin ia sadarkan terlebih dulu sebelum akhirnya lelaki itu Kalila buang pada tempat yang seharusnya.
"Bang..."
"Hm? Apa?"
"Lila boleh pinjam uang, nggak?"
"Untuk apa?" tanya Kalandra dengan alis berkerut.
"Beli skincare dan pakaian baru. Sekalian, Lila juga mau ke salon buat perawatan. Lila harus dalam posisi siap dengan amunisi yang sudah terisi penuh sebelum berperang, kan?"
Kalandra tersenyum mendengar penjelasan sang adik. Tanpa ragu sedikitpun, ditariknya selembar kartu ATM dari dalam dompetnya kemudian ia berikan untuk sang adik.
"Pakai kartu ini sesukamu!" ujarnya seraya menyodorkan kartu tersebut kepada sang adik.
"Terimakasih, Abang!" ucap Kalila sambil menerima kartu tersebut dengan perasaan senang.
*
"Kalila kemana, sih, Man? Kok, jam segini belum pulang juga? Ini sudah siang, loh!"
Gelisah, Bu Midah terus mondar-mandir didepan pintu. Tanda-tanda kepulangan sang menantu belum terlihat juga. Ia benar-benar tak bisa hidup jika tak ada Kalila disisinya.
"Entahlah, Bu. Apa jangan-jangan... dia beneran sudah bunuh diri,ya?"
"Hus! Jangan ngomong sembarangan, kamu!" sergah Bu Midah. "Si perempuan miskin itu tidak mungkin mati secepat ini."
"Ya, siapa tahu dia beneran patah hati terus nekat gantung diri atau lompat ke rel kereta api, Bu," celetuk Lia sambil meniup kuku jari yang baru saja selesai ia bubuhi dengan kutek berwarna merah.
"Kalian berdua sama saja! Sama-sama bikin Ibu makin tambah pusing," omel Bu Midah dengan ketus.
"Atau... Jangan-jangan dia lagi foya-foya pake duit yang ada di ATM Mas Firman?" tebak Lia lagi.
"Ah, nggak mungkin, Lia! Kalila bukan pencuri. Dia nggak mungkin berani mencuri dompetku apalagi menguras isi ATM-ku."
Wajah Lia seketika cemberut. Ia tak suka jika Firman membela Kalila.
"Ya, terserah kalau Mas Firman kalau nggak mau percaya. Kita lihat aja nanti," ujar Lia seraya mengendikkan bahunya.
Hati Firman diselimuti kebimbangan. Bagaimana jika Kalila benar adalah orang yang sudah mencuri dompet dan menguras isi ATM-nya? Apa jangan-jangan, Kalila sudah kabur dengan membawa semua uang milik Firman?
"Bu, ada makanan, nggak?"
Suara cempreng kakak kandung Firman terdengar dari luar rumah. Sambil menggendong putranya yang masih berumur satu tahun lebih, ia melenggang santai masuk ke dalam rumah bersama suami dan putra sulungnya.
"Bu, kami lapar. Makanannya sudah tersedia di meja makan, kan?"
"Nggak ada makanan," jawab Bu Midah ketus.
"Hah? Tumben? Lila sakit?" tanya Fika heran.
"Kalila belum pulang sejak kemarin, Fika," jawab Bu Midah lagi.
"Kok bisa? Memangnya, dia kemana? Nggak mungkin pulang kampung, kan? Bukannya, dia anak yatim piatu, ya? Atau... jangan-jangan dia malah kabur sama pria lain terus ninggalin si Firman?" cecar Fika dengan segala asumsinya.
Suami Fika yang bernama Riko duduk di ruang tamu tanpa rasa sungkan. Sementara, putra sulungnya sudah berlari masuk ke dalam kamar sang nenek untuk mencari apa saja yang bisa ia jadikan sebagai mainan.
"Jangan ngomong sembarangan, Mbak!" ketus Firman. "Kalila mana mungkin kabur sama laki-laki lain. Muka kayak babu gitu, siapa yang mau, coba?"
Fika seketika tertawa. Suaminya pun ikut tersenyum kecil.
"Ngomong-ngomong... ini siapa, sih? Kok, bisa ada di rumah ini?" Fika menatap Lia dengan tatapan tajam.
"Ini Lia, Mbak. Istri keduaku," jawab Firman sambil memperkenalkan sang istri siri dengan bangga.
Fika dan Lia pun saling bersalaman. Tampaknya, mereka tidak memiliki kesan untuk bisa cocok satu sama lain.
"Nemu model perempuan kayak gini, darimana sih, Man? Bukan dari tempat lokalisasi, kan?" tanya Fika dengan tatapan sinis melihat penampilan Lia yang teramat seksi.
Sementara, Lia pun seketika mendelik. Ia merasa tersinggung dengan ucapan Fika.
"Mas!!" rengek Lia pada sang suami.
"Kami nggak sengaja kenal di alun-alun kota, Mbak. Waktu itu, Lia masih kerja sebagai SPG rokok," terang Firman.
"Oh, mantan SPG, toh?" Fika tersenyum sinis. "Pantesan pakaiannya kurang bahan kayak gini."
"Mbak Fika iri ya, sama badan saya? Kan, badan saya masih singset sementara badan Mbak Fika udah kayak gajah bengkak," balas Lia.
"Jangan sembarangan ngomong, ya!" kata Fika dengan nada meninggi. "Saya begini karena masih menyusui. Nanti, kalau anak saya sudah nggak nyusu lagi, badan saya pasti akan kembali jadi seksi seperti dulu, kok."
Lia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Diam-diam, dia tersenyum sinis menatap kakak iparnya itu.
"Man, Mbak sama Mas-mu lapar. Pesenin makan, gih!"
"Tunggu Kalila pulang aja, Mbak. Aku lagi nggak ada duit buat beliin kalian makanan."
"Loh, kok Kamu jadi perhitungan gini sih, sama Mbak?" protes Fika.
"ATM aku hilang, Mbak. Parahnya lagi, isi di kartu ATM itu sepertinya sudah dipindahkan semua sama si pencuri."
"Kenapa kamu nggak lapor ke polisi?"
Firman tampak gelagapan. Ada hal yang tak bisa ia ungkapkan secara gamblang dihadapan keluarganya untuk saat ini.
"Su-sudah."
"Kapan kamu lapornya, Mas? Kan, dari tadi pagi, kamu selalu di rumah," kata Lia yang tak mengerti akan situasi yang sedang terjadi.
Firman langsung memberi kode lewat kedipan mata. Dan, Lia pun seketika menutup mulutnya dengan rapat.
"Beneran sudah lapor, Man? Kok, istri kamu ini malah bilang belum?"
"Sudah, kok, Mbak. Tadi, Firman cuma laporan lewat telfon. Kan, Firman punya kenalan di kepolisian. Jadi, ngapain repot-repot mesti datang langsung ke kantor?"
Fika manggut-manggut. Penjelasan Firman cukup masuk akal juga.
"Kalau begitu... Biar istri baru kamu yang pesenin kami makan. Dia punya uang, kan?"
Merasa disebut, wajah Lia langsung terlihat syok.
"Uangku semakin menipis, Mas. Aku nggak mau pakai uangku lagi."
"Pelit amat, sih! Masa' traktir makan siang doang, nggak mau?"
"Udahlah, Sayang! Beliin aja makan siang buat Mbak Fika dan keluarganya! Kasihan, mereka belum makan. Nanti, duit kamu pasti Mas ganti, kok."
"Beneran, ya, Mas?" tanya Lia dengan tampang cemberut.
"Iya," angguk Firman yakin."Sekalian, beli untuk kita juga, ya! Kamu juga pasti udah laper banget, kan?"
Ogah-ogahan, Lia mengambil ponsel kemudian hendak memesan makanan untuk mereka semua. Namun, belum sempat ia menekan tombol pesan, tiba-tiba seseorang datang.
"Assalamualaikum!"
"Nah, itu Kalila sudah pulang!" pekik Lia senang. "Suruh dia aja yang masak!" lanjutnya.
"Darimana saja kamu, hah?" hardik Firman begitu Kalila tiba dihadapannya.
"Habis jalan-jalan,shopping, manjain diri. Memangnya kenapa, Mas?"
"Kamu... sejak kapan kamu pakai baju mahal begini, La?" tanya Firman lagi. Ia tak menyangka, istri yang pergi dalam keadaan lusuh kini pulang dengan penampilan bak istri seorang bangsawan kaya raya.
"Sejak hari ini, Mas. Gimana? Bagus kan, penampilan aku?" tanya Kalila.
"Jadi, orang yang sudah mencuri uang di ATM Firman beneran kamu, La?" tanya sang Ibu mertua.
"Jawab, La! Apa itu benar?" Firman ikut mendesak sambil mencengkram erat lengan Kalila.
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana