Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Dua
“Ini benar kan alamatnya?” gumam Anna.
Langkah gadis itu terhenti di depan sebuah rumah megah yang berdiri kokoh dengan gerbang tinggi berwarna keemasan. Bangunan itu tampak seperti istana dalam dongeng, sesuatu yang selama ini hanya ia impikan.
Halamannya luas, dihiasi pepohonan yang tertata rapi dan bunga-bunga yang bermekaran. Keindahan tempat itu seperti mimpi bagi Anna, namun ia tahu betul siapa dirinya.
Dengan pakaian lusuh dan wajah lelah, Anna merasa seperti bercak kotor di tengah kemewahan ini.
Tangannya menggenggam erat secarik kertas yang bertuliskan alamat rumah ini. Setelah cukup lama mencari, akhirnya ia sampai.
“Siapa di sana?” suara tegas seorang penjaga keamanan memecah lamunannya.
Anna tersentak, menoleh ke arah pria berseragam yang berdiri di pos keamanan. Tatapan pria itu menyapu dirinya dari atas ke bawah, penuh curiga.
Anna menyadari, penampilannya yang kusut, dengan pakaian yang sedikit kotor dan sobek di beberapa bagian, pasti meninggalkan kesan buruk.
“Maaf, kami tidak menerima sumbangan,” ucap penjaga itu dengan nada datar, matanya masih memandang Anna dengan tatapan tak percaya.
Anna mengangkat kedua tangannya, mencoba menjelaskan. “Saya tidak meminta sumbangan, Pak,” ucapnya dengan nada sopan, meski hatinya terasa sedikit sakit.
“Lalu apa maumu, Nona?” tanya pria itu, suaranya tetap curiga. “Penampilanmu yang seperti ini–”
“Saya Anna,” potong Anna cepat. “Putri dari Ibu Sumi.”
Wajah penjaga itu berubah sedikit bingung. Nama Ibu Sumi tidak asing baginya, karena sang asisten rumah tangga kepala, Hana, sempat memberi tahu bahwa anak Ibu Sumi akan datang hari ini.
Hanya saja, penampilan Anna yang kumal membuatnya ragu.
“Ibu Sumi?” tanyanya pelan, mencoba memastikan.
Anna mengangguk. “Benar. Saya putri beliau.”
Untuk membuktikan ucapannya, Anna segera mengeluarkan KTP dari tas kecilnya yang usang dan menyerahkannya kepada penjaga.
“Ini, kalau Bapak tidak percaya,” katanya.
Pria itu mengambil KTP tersebut, memeriksanya dengan seksama. Setelah beberapa saat, ia mengangguk kecil, lalu mengembalikan kartu identitas itu kepada Anna.
Ekspresinya berubah lebih sopan, dan ia menundukkan sedikit kepala.
“Maafkan saya, Nona Anna. Silakan masuk. Saya diberi tahu bahwa anda memang akan datang hari ini,” katanya dengan nada lebih ramah.
Anna hanya tersenyum tipis, meski hatinya masih sedikit terguncang oleh perlakuan awal pria itu.
“Terima kasih,” ucapnya singkat, lalu melangkah masuk ketika pintu gerbang terbuka perlahan.
“Melihat perlakuan penjaga keamanan tadi, aku jadi tidak yakin, apa mereka mau menerimaku? Apalagi dengan keadaan kakiku ini,” batin Anna.
**
Anna berjalan melewati jalan setapak menuju pintu utama. Ia merasa seperti orang asing di tempat ini, meskipun ia tahu ini adalah tujuan yang harus ia capai.
Dari kejauhan, seorang wanita berseragam hitam dan putih keluar dari pintu besar rumah itu, melangkah dengan anggun ke arahnya.
Rambutnya yang disanggul rapi dan ekspresinya yang tenang menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari staf rumah tangga di rumah ini.
“Apa kamu Anna?” wanita itu menyapa dengan sopan.
“Iya,” jawab Anna singkat, sedikit gugup.
“Aku Siska, asisten kepala rumah tangga. Aku sudah diberi tahu oleh bi Sumi kamu akan datang. Silahkan masuk aku akan mengantarmu ke kamar,” kata wanita itu sambil mempersilakan Anna masuk ke dalam rumah.
Ketika memasuki rumah, Anna nyaris tak bisa berkata-kata. Interiornya jauh lebih megah daripada yang ia bayangkan. Lantai marmer yang mengkilap, lampu gantung kristal yang berkilauan di langit-langit, dan perabotan mewah membuat tempat ini terasa seperti dunia lain.
Hana memperhatikan ekspresi Anna dan tersenyum kecil.
“Apakah kamu ingin istirahat dulu? Atau langsung saya antarkan untuk bertemu pemilik rumah?” tanyanya.
Anna menggeleng cepat, merasa tidak sopan jika langsung meminta istirahat.
“Saya ingin bertemu pemilik rumah,” jawabnya dengan tegas, meski perasaan gugup masih meliputi dirinya.
Hana mengangguk. “Baiklah.”
Anna mengikuti Hana menyusuri lorong panjang dengan dinding yang dipenuhi lukisan. Hatinya berdebar semakin kencang.
“Anna, kamu harus ingat satu hal, tuan muda paling tidak suka dengan pelayan yang berpakaian kumal dan tidak menarik. Jadi, usahakan kamu harus selalu rapi,” ucap Hana. “Dia alergi pada gadis miskin dan berpenampilan asal juga tidak terawat dengan baik.”
“Iya,” jawab Anna.
Dalam hati, Anna bertanya-tanya pria seperti apa yang memiliki alergi aneh seperti itu.
**
Di ruang tamu yang luas, seorang wanita anggun sedang duduk di sofa. Senyum tipis terlukis di wajahnya.
“Nyonya, dia Anna putri ibu Sumi,” ucap Hana dengan sopan, memperkenalkan Anna.
Wanita itu menoleh, memandangi Anna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tidak ada ekspresi terkejut di wajahnya, hanya ketenangan yang sulit dibaca.
“Jadi, kamu putri ibu Sumi?” tanyanya pelan.
Anna mengangguk pelan, merasa canggung di bawah tatapan wanita itu. “Benar, Nyonya,” jawabnya masih menundukkan wajah.
Wanita itu bangkit berdiri, melangkah mendekati Anna.
“Kamu datang tepat waktu,” kata wanita itu, suaranya kini terdengar lebih hangat. “Selamat datang di rumah ini.”
Anna mendongakkan kepala sedikit. “Terima kasih Nyo–” kalimat Anna terputus saat melihat sosok wanita yang setiap hari ia rindukan.
“Tidak! Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa selama ini ibu bekerja di rumah keluarga mama Kania?” ucap Anna namun hanya dalam hati.
Jika Anna tahu, kalau ibu Sumi bekerja di sini, Anna akan memilih menolak dan tetap tinggal di kampung.
Sementara Kania, sama terkejutnya melihat Anna–putri angkatnya yang menghilang tanpa jejak.
“Anna sayang? Apa benar ini kamu, Nak?” Kania langsung memeluk erat Anna. Menumpahkan segala kerinduan yang selama beberapa tahun ini terpendam.
theo Viona
ada apa dengan kalian 🤭
Apa kah Anna dan Viona satu papa yaitu Pras 🤔
bisanya hanya maksa.
viona jadi benalu antara dirimu dan zio syg