Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian dan Beban yang Tak Terlihat
Sekolah mulai memasuki minggu ujian akhir. Kertas soal, waktu yang terus berjalan, dan tekanan untuk mendapatkan nilai bagus menjadi beban bagi setiap siswa. Tapi bagi Skaya, beban itu terasa dua kali lipat lebih berat.
Di satu sisi, ia harus fokus pada ujian yang akan menentukan masa depannya.
Di sisi lain, ia masih dibayangi oleh ancaman yang belum berakhir. Dan yang lebih buruk, ia merasa semakin sulit untuk berkonsentrasi.
Tekanan dari Guru dan Orang Tua
“Skaya, kamu harus lebih serius,” ujar wali kelasnya setelah ujian hari pertama. “Nilai kamu selama ini bagus, jangan sampai menurun di ujian akhir.” Skaya hanya mengangguk, berusaha menyembunyikan pikirannya yang berantakan.
Di rumah, orang tuanya juga mulai menekan. “Ayah dan Ibu tahu kamu punya banyak kegiatan,” kata ibunya suatu malam, “tapi ujian ini penting. Jangan sampai kamu menyesal nanti.”
“Ya, Bu,” jawab Skaya pelan. Ia ingin menjelaskan bahwa ada hal lain yang lebih menakutkan daripada sekadar nilai ujian. Tapi ia tahu, mereka tidak akan mengerti.
Darren yang Mulai Berubah
Yang mengejutkan, di tengah kesibukannya, Darren mulai berubah. Ia tidak lagi dingin seperti dulu. Meskipun tidak secara langsung, ia mulai menunjukkan bahwa ia peduli. Saat melihat Skaya yang tampak lelah di sekolah, ia hanya berkata singkat, “Jangan lupa makan.”
Ketika ia tahu Skaya tertidur di perpustakaan karena kelelahan, ia diam-diam meninggalkan minuman di mejanya. Dan ketika Skaya merasa frustrasi dengan soalnya, tiba-tiba saja Darren duduk di depannya dan membantu menjelaskan. “Gue enggak nyangka lo bisa ngajarin matematika,” ujar Skaya, setengah bercanda.
Darren hanya mengangkat bahu. “Gue juga enggak nyangka lo bisa se-stres ini.” Meskipun singkat, kata-kata itu entah bagaimana membuat Skaya merasa lebih tenang. Tapi ia tahu… ketenangan ini mungkin hanya sementara. Karena setelah ujian selesai, ada hal yang lebih besar yang menunggunya. Dan ia belum siap menghadapinya.
Hari ujian semakin mendekati puncaknya.
Seluruh siswa diselimuti oleh ketegangan. Bahkan yang biasanya santai pun mulai panik membaca ulang catatan mereka. Skaya duduk di bangkunya, jari-jarinya menggenggam pensil erat. Ia menatap lembar soal di depannya.
Matematika. Mata pelajaran yang selama ini bisa ia kuasai dengan mudah… tapi hari ini, otaknya terasa kosong. Dadanya terasa sesak. Pikiran tentang ancaman, tentang geng motor, tentang Reksa, semua bercampur menjadi satu.
“Fokus, Skaya.” Ia menghela napas dalam-dalam dan mencoba menyelesaikan soal pertama. Tapi saat melihat angka-angka itu… bayangan malam penculikan, suara ancaman, dan ketakutan yang masih menghantuinya kembali muncul.
Tangan Skaya mulai gemetar. Tidak. Ini bukan waktunya untuk panik.
Dukungan Tak Terduga
Dari sudut ruangan, seseorang memperhatikannya.
Darren. Ia duduk beberapa baris di belakangnya, memperhatikan bagaimana gadis itu tampak kehilangan fokus.
Ia tahu Skaya tidak seperti ini. Lalu, tanpa ada yang menyadari, ia mengambil penghapusnya dan melemparnya pelan ke arah Skaya.
Pluk.
Skaya tersentak dan menoleh ke belakang. Darren menatapnya sebentar, lalu mengangguk pelan, seolah berkata, “Fokus. Lo pasti bisa.” Skaya menatapnya beberapa detik, lalu menghela napas dan menatap kembali kertas soalnya.
Sedikit demi sedikit, ia mulai menemukan ritmenya. Tangannya berhenti gemetar. Pikirannya mulai jernih. Dan akhirnya, ia bisa menyelesaikan ujiannya.
Setelah Ujian: Ketenangan yang Rapuh
Saat bel berbunyi, menandakan ujian selesai, Skaya merasa seperti bisa bernapas lagi. Tapi ia tahu, ini baru awal. Ujian di sekolah mungkin hampir selesai, tapi ujian di dunia nyata baru saja dimulai. Dan ia tidak tahu apakah ia sudah cukup kuat untuk menghadapi semuanya.
Hari yang ditunggu akhirnya tiba.
Papan pengumuman di depan kelas dipenuhi siswa yang berebut melihat hasil ujian mereka. Skaya berjalan pelan, jantungnya berdebar kencang. Ia menelan ludah sebelum akhirnya melihat namanya di daftar peringkat.
Peringkat 2.
Bukan yang terbaik, tapi tetap tinggi. Namun, entah kenapa ia tidak bisa merasa lega sepenuhnya. Bukan karena nilainya, tapi karena sesuatu yang lebih besar masih menggantung di pikirannya. “Gila, lo tetap dapet ranking.” Aisyah menepuk bahunya, terkekeh. “Padahal lo hampir gila gara-gara ujian.”
Skaya tersenyum kecil. “Iya, untung aja.” Tapi saat ia menoleh ke belakang, matanya bertemu dengan tatapan seseorang.
Darren.
Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya sekilas menatap hasil ujian itu sebelum pergi begitu saja. Dan entah kenapa, Skaya merasa ada sesuatu yang salah. Karena di papan pengumuman itu, nama Darren tidak ada.
Skaya tidak bisa mengabaikan apa yang baru saja ia lihat. Saat semua orang sibuk merayakan atau mengeluh tentang nilai mereka, pikirannya hanya terfokus pada satu hal: kenapa nama Darren tidak ada di daftar hasil ujian?
Ia berjalan ke luar kelas, matanya mencari sosok itu. Dan akhirnya, ia menemukannya di parkiran, duduk di atas motor dengan ekspresi datar seperti biasa. Skaya langsung menghampirinya. “Darren.”
Cowok itu menoleh, mengangkat alis. “Apa?”
“Kok nama lo enggak ada di hasil ujian?”
Darren hanya menatapnya selama beberapa detik, lalu membuang napas pelan. “Ada urusan lain yang lebih penting daripada ujian,” jawabnya singkat. Skaya mengerutkan kening. “Maksud lo?” Darren menatapnya dalam, ekspresinya sulit ditebak. “Gue enggak ikut ujian.” Jawaban itu membuat Skaya membeku. Ia tidak tahu harus berkata apa.
Kebenaran yang Mulai Terungkap
Skaya menatapnya tidak percaya. “Lo… enggak ikut ujian? Kenapa?”
Darren menyandarkan punggungnya ke motor. “Ada hal yang harus gue urus.” Skaya mengepalkan tangannya. “Lo serius? Ini ujian akhir, Darren! Lo enggak bisa seenaknya ngelewatin ini.” Darren tetap diam.
Tapi Skaya tidak bisa menerima itu begitu saja. Ia tahu, ada sesuatu yang lebih besar di balik keputusan ini. Dan kali ini, ia tidak akan diam sampai ia tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Skaya masih berdiri di depan Darren, menunggu jawaban. “Kenapa lo enggak ikut ujian, Reksa?” Cowok itu mendesah pelan, menatap ke arah lain seolah enggan menjelaskan. Tapi saat ia melihat tatapan keras Skaya, ia tahu gadis itu tidak akan pergi tanpa jawaban.
Akhirnya, ia berkata pelan, “Gue sibuk cari orang yang bunuh saudara kembar gue.”
Skaya tertegun. Selama ini, ia tahu bahwa ada sesuatu yang membuat Darren begitu dingin dan penuh dendam. Tapi ia tidak pernah menyangka alasannya seberat ini.
“Rama…” gumam Skaya, menyebut nama saudara kembar Darren.
Darren mengangguk. “Lo pikir gue bisa duduk manis ngerjain soal sementara pembunuhnya masih bebas di luar sana?”
Skaya tidak bisa menjawab. Ia tahu betapa pentingnya ujian ini, tapi… bagaimana mungkin ia bisa menyalahkan Darren atas pilihannya?
Pertarungan antara Masa Depan dan Masa Lalu
“Terus sekarang gimana?” tanya Skaya pelan. Darren mengangkat bahu. “Enggak tahu. Mungkin gue bakal ngulang tahun depan, kalau gue masih hidup.”
Jawaban itu membuat Skaya merinding. “Jangan ngomong gitu.” Darren menatapnya, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian ia hanya menghela napas dan berdiri.
“Lo fokus aja sama hidup lo, Skaya. Gue udah milih jalan gue sendiri.” Lalu ia pergi, meninggalkan Skaya yang masih berdiri di tempat, dengan hati yang terasa semakin berat. Karena sekarang ia sadar…
Perjuangan Darren belum selesai. Dan ia tidak tahu apakah ia bisa melakukan sesuatu untuk menghentikannya.
Skaya tidak bisa tinggal diam. Ia tahu Darren sudah memilih jalannya sendiri, tapi bukan berarti ia harus berjalan sendirian. Dan jika Darren tidak mau meminta bantuan, maka Skaya akan mencari cara untuk membantunya sendiri.
Langkah Pertama: Mencari Petunjuk
Skaya mulai mengumpulkan informasi tentang Rama.
Ia kembali membaca berita lama tentang kecelakaan yang menewaskan saudara kembar Darren. Tapi semakin ia membaca, semakin ia sadar bahwa ada banyak kejanggalan.
Kesaksian orang-orang berubah-ubah.
Tidak ada bukti kuat tentang siapa pelakunya.
Dan yang paling aneh… beberapa informasi tampaknya sengaja dihapus.
Semakin dalam ia mencari, semakin ia merasa bahwa kematian Rama bukan kecelakaan biasa.
Konfrontasi dengan Reksa
Ketika Darren mengetahui bahwa Skaya ikut campur, reaksinya tidak terduga. Ia langsung menarik Skaya ke sudut sekolah, menjauh dari orang lain. “Lo ngapain nyari-nyari informasi?” suaranya terdengar tajam.
“Apa menurut lo gue bisa diam aja?” balas Skaya, menatapnya dengan mata penuh tekad. “Ini bukan urusan lo, Skaya.”
“Ini urusan gue kalau itu tentang lo!” Darren terdiam. Ia tidak menyangka gadis ini akan sejauh ini. “Dengerin gue.” Skaya mengambil napas dalam. “Gue enggak bisa ninggalin lo sendirian. Jadi, kalau lo enggak mau cerita, gue bakal cari tahu sendiri.”
Darren mengepalkan tangannya, jelas tidak menyukai ini. Tapi jauh di dalam hatinya, ada sesuatu yang berubah. Untuk pertama kalinya, seseorang tidak menyerah padanya. Dan itu membuatnya takut… sekaligus membuatnya merasa tidak lagi sendirian.