Pawang Sang Tuan Muda Impoten

Pawang Sang Tuan Muda Impoten

Bab. Satu

Sinar mentari pagi menyusup lembut di sela-sela dedaunan, menciptakan bayangan berkilauan di lantai trotoar depan toko bunga milik seorang pemuda bernama Arman.

Di dalam toko yang semerbak wangi bunga mawar dan melati, Anna berdiri dengan wajah sendu.

Tangannya menggenggam erat tas kecil yang sudah lusuh. Hari ini adalah hari terakhirnya bekerja di tempat itu.

“Kamu yakin, tidak mau memikirkannya lagi?” Arman pria muda dengan tubuh tegap dan sorot mata penuh perhatian memandang Anna ragu. “Kamu bisa tetap bekerja di sini, aku yakin ibu Sumi akan mengerti.”

Alana menggeleng, ia mencoba tersenyum meski jauh dalam hati begitu berat mengambil keputusan ini.

Arman begitu baik padanya, tapi Anna juga harus membalas budi kebaikan ibu Sumi sudah merawatnya sejak dirinya remaja hingga dewasa seperti sekarang.

“Tidak, Mas. Ibu mulai sakit-sakitan dan aku tidak bisa membiarkan ibu bekerja sendirian. Lagipula ini sudah kewajibanku sebagai putrinya,” jawab Anna.

Arman terdiam cukup lama. Seolah enggan melepaskan kepergian Anna.

“Baiklah,” ucap Arman akhirnya memilih menyerah. “Kalau suatu hari kamu tidak betah di sana, toko bungaku ini selalu terbuka buatmu, Anna. Ingat itu!”

“Terima kasih, Mas Arman.” Anna membungkuk sedikit dengan mata berkaca-kaca.

Arman memberikan amplop coklat pada Anna. Sisa gajinya bulan ini, tidak banyak tapi cukup untuk ongkos Anna ke Jakarta.

Setelah berpamitan, Anna melangkah keluar toko. Ia langsung bergegas pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Anna menemui ibunya yang terbaring lemah di dipan kayu tua.

Ayahnya, duduk di sebelah sang ibu sambil memijat kakinya.

“Kamu sudah pulang, Nak?” tanya sang ayah, tersenyum hangat.

“Hmm. Bagaimana keadaan ibu, Yah?” tanya Anna, khawatir. Apalagi ibunya semakin lemah dan pucat.

“Kamu tidak melihat ibu sudah lemas seperti ini? Pake tanya segala,” bentak Sumi, masih sakit Sumi sempat memarahi Anna.

“Sudahlah, Bu. Ndak usah marah-marah terus malu didengar sama tetangga,” bisik Bowo, suaminya.

“Biarin saja malu! Putri kesayanganmu ini sangat menyebalkan, Pak! Aku gedek sama dia!” balas Sumi. “Paling dia mau bilang kalau tidak mau pergi ke kota menggantikan aku. Padahal aku sudah ngomong sama majikanku kalau anakku mau menggantikan jadi pembantu rumah tangganya!”

Sumi sering meminta Anna menggantikannya, tapi Anna selalu menolak. Dan baru sekarang, Anna bersedia.

Kebetulan Anna sudah tidak lulus SMA.

Kalau dulu, Sumi menyuruh Anna saat Anna sedang duduk di bangku kelas dua. Jelas saja Anna menolak.

“Sudah-sudah, kalian jangan bertengkar Anna kesini cuma mau pamit,” ucap Anna berjongkok di sisi dipan dan menggenggam tangan ibunya. “Doakan Anna supaya sampai di Jakarta dengan selamat, Bu, Yah.”

Sumi menepis tangan Anna. “Bagus kalau begitu. Cepat pergi sana! Jangan lupa kirim uang tiap bulan!” ketusnya.

Anna mengangguk. Ia bahkan tidak marah ataupun dendam dengan sikap ibu Sumi selama ini terhadapnya.

“Hati-hati di jalan, Nak. Kalau sudah sampai kabari ayah. Jangan terlalu memaksakan diri, ingat, kondisi kamu,” ucap Bowo sambil memeluk erat putrinya.

Anna tersenyum kecil, menyembunyikan kegundahannya.

Anna tahu, kakinya yang cacat seringkali menjadi alasan orang meremehkannya. Tapi kali ini, Anna harus membuktikan kalau dirinya bisa.

Pagi itu dengan bekal keberanian dan doa, Anna memulai perjalanan panjang menuju Jakarta.

**

**

Pagi itu, Anna memulai perjalanannya menuju Jakarta. Dengan tas sederhana dan hati penuh harapan, ia menaiki bus menuju kota yang sudah lama tidak ia kunjungi.

Perjalanan panjang membuatnya sedikit gugup, tetapi Anna tahu ini adalah langkah yang harus ia ambil.

Sesampainya di terminal Jakarta, Anna turun dari bus dan menghirup udara kota yang penuh dengan hiruk pikuk.

Bau khas asap kendaraan dan suara klakson mengingatkannya pada masa lalu ketika Anna kecil. Dimana Kania dan Adrian selalu membawanya jalan-jalan ke mall saat liburan tiba.

“Permisi, Pak. Saya mau ke alamat ini. Naik angkot yang mana, ya?” tanya Anna sopan pada seorang supir angkot.

Supir itu melirik alamat di tangan Anna dan tersenyum samar. “Oh, saya tahu tempatnya. Ayo naik, saya antar,” jawabnya ramah.

Namun, siapa yang menyangka jika perjalanan itu ternyata bukan menuju alamat yang dimaksud.

Supir angkot dan rekannya malah membawa Anna ke sebuah gedung kosong yang terpencil.

Anna mulai merasa ada yang tidak beres, tetapi sebelum ia bisa turun, mereka menarik tasnya dengan kasar.

“Apa-apaan ini? Tolong! Lepaskan tasku!” teriak Anna panik.

“Berikan saja tasmu, atau nyawa kamu melayang,” ancam rekan supir tersebut.

Anna menggigit tangannya dan langsung turun dari angkot. Anna berlari dengan sekuat tenaga.

Karena keterbatasannya, Anna kesulitan berlari. Supir angkot dan rekannya berhasil mencengkeram tangan Anna dan merebut tasnya.

“Tolong! Siapapun, tolong aku!”

“Hahaha, tidak ada apapun di sini nona manis,” ejek supir angkot.

Teriakan Anna rupanya menarik perhatian seseorang yang sedang mensurvei gedung itu.

Seorang pria dengan tubuh tinggi tegap dan wajah dingin berdiri di depan pintu, mengenakan kacamata hitam dan pakaian rapi.

Pria itu menatap mereka satu persatu dengan tatapan tajam.

“Kalian berisik sekali!” ucap pria itu dingin tanpa ekspresi.

“Siapa kamu! Jangan ikut campur urusan kami!” maki supir angkor berwajah gemuk itu.

“Aku paling tidak suka ada seseorang masuk wilayahku dan membuat keributan,” ucapnya dingin.

Tanpa ragu, pria itu maju menghajar para pelaku satu per satu. Pukulan dan tendangannya begitu cepat dan mematikan, membuat para pelaku tak berdaya. Setelah beberapa saat, mereka kabur meninggalkan Anna yang bersimpuh di lantai, gemetar memeluk tasnya.

Anna mendongak, melihat pria itu mendekat. “Terima kasih. Anda sudah menolong saya,” ucapnya pelan, meski tubuhnya masih gemetar.

Pria itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Anna dengan ekspresi datar, lalu melemparkan beberapa lembar uang ke arahnya.

Anna terkejut. “Apa-apaan ini? Saya tidak butuh uang anda, Tuan!” tegasnya.

Anna kesal, kenapa dia diperlakukan seperti seorang pengemis setelah pria yang ada di hadapannya ini membantunya.

Pria itu tersenyum sinis, memakai kembali kacamata hitamnya. “Gadis miskin sepertimu pasti butuh uang kan?Gunakan itu untuk pergi ke dokter dan mengobati lukamu. Jika kurang, aku bisa memberimu lebih,” katanya dingin, sambil mengeluarkan lagi beberapa lembar uang seratus ribu dan melemparkannya ke lantai di depan Anna.

Anna mengepalkan tangannya erat, menahan amarah. “Saya bilang saya tidak butuh uang anda!”

Pria itu mendengus, menatap Anna dengan pandangan merendahkan. “Kamu mengingatkanku pada seorang gadis sombong dan sok kuat! Aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi. Gadis miskin sepertimu hanya membuat alergiku kambuh,” katanya sambil berlalu, meninggalkan Anna dengan hati yang panas.

Anna tetap diam di tempatnya, menatap punggung pria itu yang mulai menjauh dengan perasaan campur aduk. Meski hatinya dipenuhi amarah, ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa pria itu baru saja menyelamatkan hidupnya.

“Dasar lelaki sombong!” gumamnya, memungut tasnya dan melangkah dengan tertatih.

Di dalam mobil, sang asisten bertanya dengan nada penasaran sambil melirik bosnya dari kaca spion depan.

“Apa anda mengenal gadis itu, Tuan Zio?” tanyanya.

Enzio terdiam.

Wajah gadis itu tadi memang mengingatkannya pada sosok Anna, anak angkat kedua orang tua Enzio sekaligus gadis yang ingin Enzio lupakan seumur hidupnya.

Dulu, Anna yang pergi begitu saja tanpa pamit, membuat Enzio merasa kesal dan membencinya.

“Aku sama sekali tidak mengenalnya!” sahutnya dingin.

“Oh, saya pikir anda mengenalnya. Maafkan saya sudah lancang, Tuan” ucap Leon.

Leon tidak bertanya lagi dan memilih diam, lalu melajukan mobilnya menuju ke kantor milik Enzio.

Hai, selamat datang di novel terbaruku, semoga kalian suka. Jangan lupa tinggalkan jejak kakak semua😘

Perkenalan tokoh

Anna Sandrina Wijaya (24 tahun)

Enzio Alexander Pratama (28 tahun)

Note : Di season pertama Judul “Dicerai Setelah Malam Pertama” usia Anna lebih tua dari Enzio, tapi disini aku balik ya kak, biar nggak jomplang😚

Terpopuler

Comments

Eva Karmita

Eva Karmita

aku mampir otor langsung kasih vote untuk babang Zio

2025-01-13

1

Yuliana Tunru

Yuliana Tunru

hadir thor..awal yg rmnarik

2025-01-13

1

Nkk.Ady

Nkk.Ady

kok bisa pincang....

2025-01-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!